Friday, July 29, 2011

Madikipe wa madirodok

Sebuah karya satire untuk menyindir penguasa yang bertindak asal. Disajikan dalam bahasa betawi dengan gaya funny. Courtesy of Youtube.

Sunday, November 21, 2010

Law Enforcement, Who cares..?

Sebuah harapan dari rakyat kecil
Tentang supremasi hukum yg telah ditinggalkan penguasa...
By Rojali Dahlan

Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.QS 4: 58 (1)


Nun disana, seribu empat ratus tahun yg lalu, seorang pemimpin dari kalangan manusia biasa telah lahir, seorang pemimpin pengganti sang Nabi yang telah pergi menemui RobbNya, pemimpin sebuah generasi baru yg terbaik sepanjang masa, tidak sebelum dan tidak pula sesudahnya, pemimpin yang mengisi kekosongan kekuasaan setelah ditinggal sang Nabi. Dialah khalifah pertama bergelar Ash-shidiq, yakni Abu Bakar ra, inilah pidato politiknya sesaat setelah ia di angkat dan dibaiat :

“Amma ba’du, para hadirin sekalian sesungguhnya aku telah terpilih sebagai pimpinan atas kalian dan bukanlah aku yang terbaik, maka jika aku berbuat kebaikan bantulah aku, dan jika aku bertindak keliru maka luruskanlah aku. Kejujuran adalah amanah, sementara dusta adalah suatu pengkhianatan. Orang yang lemah diantara kalian sesungguhnya kuat di sisiku hingga aku dapat mengembalikan haknya kepadanya Insya Allah. Sebaliknya siapa yang kuat diantara kalian maka dialah yang lemah di sisiku hingga aku akan mengambil darinya hak milik orang lain yg telah diambilnya. Tidaklah suatu kaum meninggalkan jihad dijalan Allah kecuali Allah akan timpakan kepada mereka suatu kehinaan, dan tidaklah suatu kekejian terbesar ditengah suatu kaum kecuali adzab Allah akan ditimpakan kepada seluruh kaum tersebut. Patuhilah ku selama aku mematuhi Allah dan rosulnya, tetapi jika aku tidak mematuhi keduanya maka tiada kewajiban taat atas kalian kepadaku, sekarang berdirilah kalian untuk melaksanakan sholat semoga Allah merahmati kalian. (2)

Itulah pidato inaugurasi sang khalifah pertama. Pidato yang jelas, lugas, tidak bersayap, tidak penuh retorika, tidak dipenuhi janji-janji, tidak pula penuh pencitraan, to the point, langsung pada tujuan politiknya yakni penegakan supremasi hukum, mengembalikan hak yang terambil, memulihkan hak yang teraniaya, tanpa tedeng aling-aling.

Salah satu pilar tegaknya keadilan dan kemakmuran dalam sebuah negara; entah ia berbentuk khalifah, kerajaan, ataupun republik; adalah penegakan hukum tanpa pandang bulu. Sejarah telah mencatat, bahwa supremasi hukumlah yang membuat negara-negara mencapai kemajuannya. Dalam masa modern, negara maju seperti AS dan Eropa, juga Jepang, Cina dan singapura telah membuktikan bahwa supremasi hukum membuat negara berjalan sesuai relnya, sesuai cita-cita rakyat bersama. Padahal Supremasi hukum telah dicontohkan oleh nabi ribuan tahun yang lalu. Nabi pernah berkata “Sesungguhnya telah binasa orang-orang sebelum kalian disebabkan apabila ada salah seorang yang terpandang diantara mereka mencuri, mereka membiarkan begitu saja, akan tetapi jika salah seorang dari mereka yang lemah (rakyat biasa) mencuri, maka mereka menegakkan hukuman baginya. Demi Allah seandainya putriku Fatimah mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya”(3)
Sebaliknya supremasi hukum yang lemah akan membuat negeri menjadi carut marut bahkan mengalami kegagalan dan carut marutnya negeri kita tercinta ini, adalah karena lemahnya penegakan hukum oleh para pemimpin.
Kita lihat di negeri kita, hukum hanya berlaku untuk orang-orang kecil, orang lemah, kaum miskin, papa dan para dhuafa, sedangkan untuk orang besar hukum seperti tidak bergigi. Kita lihat kasus nenek pencuri biji kakao yang dihukum sampai pengadilan; meski akhirnya hukumannya hanya dua setengah bulan; sangat kontras dibanding penuntasan kasus korupsi Gayus, yang seolah hanyalah panggung sandiwara. Seorang yang mencuri hanya sekian puluh ribu, bahkan hanya mengisi ulang hp terpaksa mendekam dipenjara, tapi seorang yg mencuri triunan rupiah diperlakukan bak artis tenar, mendapat fasilitas segala macam. Supremasi hukum yg lemah pula yang membuat para pahlawan devisa seperti budak di negeri orang, tanpa pembelaan berarti dari negerinya sendiri. Padahal negara sekuler seperti AS, Kanada dan Inggris, sangat concern terhadap nasib warganya dimanapun mereka berada. Satu nyawa rakyat bagi mereka sama pentingnya dengan nyawa pejabat. Tapi disini, nyawa rakyat sama remehnya dengan nyawa seekor lalat.

Perbedaan perlakuan hukum antara rakyat jelata dan petinggi negara, antara maling kelas teri dengan maling kelas ikan paus, membuat rakyat skeptis, artinya terbentuk dalam pikiran rakyat, jika ingin mencuri dan tetap happy, maka mencurilah dalam jumlah yang sangat besar dan signifikan. Dan salah satu cara mencuri dalam jumlah yg sangat besar adalah dengan korupsi.

Korupsi adalah kejahatan luar biasa, extra ordinary crime, ia bukan hanya mengambil hak-hak orang lain, tetapi juga memiskinkan orang lain. Pemiskinan ini bukan hanya satu atau dua orang, tetapi jutaan rakyat indonesia yang dimiskinkan oleh koruptor. Dalam kasus gayus, koruptornya adalah terdiri dari dua orang lacur yang berselingkuh, yakni pemberi suap dan penerima suap. Pemberi suap mengambil trilyunan uang rakyat yg harusnya disetor ke negara, dan penerima suap mengambil keuntungan dengan memuluskan langkah sang pemberi suap itu, jadilah sumber kekayaan alam negeri ini yag seharusnya untuk kemakmuran bersama diambil secara rakus oleh segelintir pengusaha dan perusahaannya karena bantuan tikus penghianat atas nama pegawai pajak negara.

Ketika aksinya tercium kucing alias penegak hukum, sang tikus tak kalah akal, ia suap semua pejabat yg menangani kasusnya, mulai dari kepolisian, kejaksaan hingga sang hakim sampai akhirnya vonis bebas diterima sang tikus. Untunglah Allah masih sayang kepada bangsa ini, ketika seorang kucing merasa dihianati kucing atasannya, maka ia berkoar-koar atas kongkalikong mafia hukum dengan mafia pajak, jadilah sang tikus tertangkap kembali dan mengalami dakwaan yang lebih berat. Tapi, karena mental sang kucing sudah biadab, sang tikus tetap saja bisa melenggang bebas hingga bisa pelesiran kemana yang ia mau.

Sang Kucing, jika memang mau, sebenarnya mampu menuntaskan kasus tersebut, ia tidak bisa berdalih belum ada bukti cukup. Dari pengakuan Gayus saja sudah cukup untuk memeriksa perusahaan yang memberi suap, petinggi polisi yg disuapnya, aparat hakim pemberi keputusan bebas hingga atasan gayus di dirjen pajak yang memberi restu. Bukan tidak mungkin gayus bekerja secara team dan diketahui oleh atasannya,sebab gayus adalah pegawai golongan IIIA, bukan termasuk golongan tinggi, mustahil pekerjaan pegawai rendah tidak diketahui atasannya. Pun dari sisi ditjen pajak, seandainya ada kemauan bisa saja menggugat balik (memPTUNkan) Putusan pengadilan pajak yang memenangkan perusahaan penyuap. Eratnya cengkeraman para mafia yang berkolaborasi membuat negeri seolah berputus asa, dan rakyatpun mulai muak, karena negeri kesayangan mereka ternyata dikuasai oleh para mafia, baik mafia pengusaha, mafia pajak dan mafia hukum. Harapan kepada pemimpin tertinggi seperti mimpi, padahal mudah sekali bagi beliau jika ada kemauan, ia dapat memerintahkan apa saja kepada bawahannya untuk menuntaskan kasus ini. Tinggal rakyat yang bingung, jika para pejabat enggan menuntaskan kasus ini, rakyat akan berfikir dengan daya kritisnya, jangan-jangan para pejabat tinggi itupun terlibat dalam kasus ini, mengingat orang-orang yg ditangkap dan didakwa sebagian besar hanya pegawai rendahan. Jika itu benar-benar terjadi, maka itu adalah kekejian terbesar seperti yang dikatakan Khalifah Abu Bakar, maka rakyatpun hanya bisa menangis seraya berdoa, doa sebagai orang yang teraniaya yang jaraknya dengan sang Robbi begitu dekat seperti jarak antara jari tengah dan jari telunjuk. Dan ketika doa mereka diterima, maka negeri ini akan mendapat adzab yang sangat pedih, naudzubillah min dzalik.

Wahai sang penguasa negeri ini, di tengah banyaknya dusta yang dipertontonkan, ditengah lemahnya harapan akan keadilan, di tengah sesaknya nafas yg teracuni oleh kebohongan demi kebohongan, harapan kami cuma satu, tolong tegakkan supremasi hukum dinegeri ini. Sebab itulah kunci kebahagiaan dan kemakmuran negeri. Kami tidak menginginkan program super yang bersifat mercu suar, megah dan gagah, kami juga tidak ingin bantuan utang luar negeri untuk meningkatkan ekonomi kami; sebab kami terbiasa mandiri; kami juga tidak ingin janji-janji pendidikan gratis dan pangan murah yang mustahil terwujud jika jatah kami akhirnya dikorupsi oleh anak buahmu. Kami juga tidak ingin anggaran pertahanan dan keamanan yang besar, sebab jika perut kami kenyang, kamipun akan tenang dan bisa berdamai dengan siapa saja.
Wahai penguasa, jika engkau bisa menegakan supremasi hukum tanpa pandang bulu, kami pun akan hidup tenang, sebab tiada satupun hak-hak kami akan dirampas, dan negeri ini pun akan adil dan makmur , baldatun thoybatun warrobbun ghofuur, gemah ripah loh jinawi.
Wahai penguasa, jangan takut, sebab engkau memegang kunci surga jika engkau berbuat adil, tapi jika engkau berkhianat, siapkan dirimu menjadi bahan bakar api neraka. Tidakkah engkau tahu, salah satu naungan dimana tidak ada naungan lain selain naungan Allah pada hari kiamat adalah naungan yg diberikan kepada pemimpin yang adil?
Wahai Pemimpin, kuatkan azzam untuk bertindak, doa para rakyat teraniaya akan menjadi pemicu buat dirimu, ia akan mengangkatmu ke tempat yg paling tinggi atau merendahkanmu ketempat yang paling rendah, jika engkau menggunakan hati nurani, insya allah hati kami pun akan tetap bersamamu, semoga engkau segera bertindak cepat dan tanggap, sebab negeri ini berada dalam kondisi gawat darurat, negeri ini berada dalam cengkeraman mafia jahat yang memiskinkan jutaan rakyat kami, mengambil hak pensiun orang tua kami, merampas masa depan anak-anak muda kami, dan mengambil paksa susu-susu milik bayi kami. Jika engkau takut bertindak, turunlah, itu lebih baik buat kalian sehingga Allah akan mencatat kalian sebagai pemimpin yang pengecut. Jika engkau butuh dukungan, minta tolonglah kepada Allah, jangan minta tolong kepada kami, sebab bagi kami, tanpa engkau minta tolongpun, dari dasar hati kami telah mendukung dan mendoakan para pemimpin yang adil, yang bisa mengembalikan hak-hak kami yang terampas oleh para mafia itu. Yang bisa mengembalikan keceriaan anak-anak kami, keceriaan para orang tua renta diantara kami, juga kecerian para pengungsi yg kampungnya luluh lantak oleh bencana, baik bencana alam, atau bencana karena pengeboran sumur yg tak bertanggung jawab itu.
Doa kami beserta pemimpin yang adil, dan azab Allah beserta pemimpin yang khianat.

Catatan :
(1) Quran Surat Annisa ayat 58
(2) Ibnu Hisyam As-Sirah An Nabawiyah 4/413-414.
(3) Bukhari & muslim,

Friday, November 12, 2010

Inilah Pidato Presiden Obama di UI (Yang manakah yang bermanfaat untuk rakyat Indonesia?)

Terima kasih, terima kasih, terima kasih banyak, terima kasih untuk anda semua. Selamat Pagi. (tepuk tangan). Sungguh menggembirakan berada di sini, di Universitas Indonesia. Kepada para dosen, staf dan mahasiswa, dan kepada Dr. Gumilar Rusliwa Sumantri, terima kabih banyak atas keramahtamahan anda. (tepuk tangan)

Assalamualaikum dan salam sejahtera. Terima kasih untuk sambutan luar biasa ini. Terima kasih kepada rakyat Jakarta dan terima kasih kepada rakyat Indonesia.

Pulang kampung nih. (tepuk tangan). Saya sangat gembira kembali berada di Indonesia dan bahwa Michelle sempat menemani saya. Kami menghadapi beberapa pembatalan tahun ini, tetapi saya bertekad untuk mengunjungi negara yang punya arti sedemikian besarnya untuk saya. Sayangnya, ini merupakan kunjungan yang relatif singkat, tetapi saya berharap bisa datang kembali setahun dari sekarang, saat Indonesia menjadi tuan rumah KTT Asia Timur. (tepuk tangan)

Sebelum saya lanjutkan, saya ingin menyampaikan bahwa pikiran dan doa kami bersama warga Indonesia yang terserang tsunami dan letusan gunung berapi baru-baru ini - khususnya mereka yang kehilangan sanak saudara yang mereka cintai dan mereka yang kehilangan tempat tinggal. Dan saya ingin anda semua mengetahui, seperti biasanya, Amerika Serikat mendampingi Indonesia dalam menanggapi bencana alam ini dan kami gembira bisa membantu sesuai kebutuhan. Ketika tetangga membantu tetangga lainnya dan keluarga menampung mereka yang kehilangan tempat tinggal, saya tahu bahwa kekuatan dan keuletan rakyat Indonesia akan membuat anda mampu mengatasinya sekali lagi.

Baiklah saya mulai dengan sebuah pernyataan sederhana: Indonesia bagian dari diri saya. (tepuk tangan). Saya pertama kali datang ke negara ini ketika ibu saya menikah dengan seorang Indonesia bernama Lolo Soetoro. Dan sebagai anak muda, saya -- sebagai anak muda saya datang ke dunia yang berbeda. Tetapi rakyat Indonesia secara cepat membuat saya merasa seperti di rumah sendiri.

Jakarta - kini, Jakarta sangat berbeda waktu itu. Kota ini memiliki bangunan-bangunan yang tingginya hanya beberapa tingkat. Ini tahun 1967, '68 - kebanyakan dari anda belum lahir waktu itu (tawa). Hotel Indonesia merupakan salah satu dari sedikit gedung tinggi, dan hanya ada satu pusat belanja yang baru dan dinamakan Sarinah. Cuman itu. (tepuk tangan). Becak dan bemo, itulah kendaraan untuk bepergian. Kendaraan ini lebih banyak dari mobil waktu itu. Dan tak ada jalan raya lebar seperti sekarang. Kebanyakan berlanjut dengan jalan yang tidak diaspal dan kampung.

Lalu kami pindah ke Menteng Dalam, di mana – (tepuk tangan) -- hai, apakah ada yang dari Menteng Dalam di sini. (tepuk tangan). Dan kami tinggal di sebuah rumah kecil. Kami punya pohon mangga di depannya. Dan saya jatuh cinta kepada Indonesia ketika bermain layang-layang, berlari di sepanjang sawah, menangkap capung dan membeli sate dan bakso dari penjaja di jalan. Sate! (tawa). Saya ingat itu. Bakso! (tawa). Tetapi yang paling saya ingat adalah orang-orangnya - laki-laki dan perempuan tua yang menyambut kami dengan senyuman; anak-anak membuat seorang asing merasa bagai seorang tetangga; dan para sahabat dan guru yang membantu saya belajar mengenal negara ini.

Karena Indonesia terdiri dari ribuan pulau, ratusan bahasa dan rakyat yang berasal dari banyak wilayah dan kelompok etnis, waktu yang saya lewatkan di sini membantu saya menghargai kemanusiaan bersama dari semua rakyat. Dan meskipun ayah tiri saya, sebagaimana kebanyakan orang Indonesia, dibesarkan sebagai Muslim, ia secara kuat berpendapat bahwa semua agama haruslah dihormati. Dan lewat cara ini -- (tepuk tangan) -- lewat cara ini, ia mencerminkan semangat toleransi keagamaan yang juga terbetik dalam UUD Indonesia, dan hal itu tetap merupakan ciri-ciri menentukan dan mengilhami dari negara ini. (tepuk tangan).

Saya tinggal di sini selama empat tahun - suatu masa yang membantu membentuk masa kanak-kanak saya; suatu masa yang menyaksikan kelahiran adik perempuan saya yang cantik, Maya; dan suatu masa yang meninggalkan kesan sedemikian mendalamnya pada diri ibu saya sehingga ia selalu kembali ke Indonesia selama dua puluh tahun untuk tinggal, bekerja dan melakukan perjalanan - memperjuangkan cita-citanya untuk menciptakan peluang di desa-desa Indonesia, khususnya untuk para perempuan dan gadis. Dan saya merasa begitu dihormati – (tepuk tangan) – Saya merasa begitu dihormati ketika tadi malam Presiden Yudhoyono pada acara makan malam memberi sebuah hadiah penghormatan atas nama ibu saya, memberi pengakuan atas karyanya. Dan ia pasti akan sangat bangga, karena ibu saya merasakan kedekatan dengan Indonesia dan rakyatnya sepanjang hidupnya. – (tepuk tangan).

Begitu banyak yang telah berubah dalam empat dekade sejak saya naik pesawat untuk kembali ke Hawaii. Kalau anda tanya saya - atau teman sekelas yang kenal dengan saya waktu itu - saya rasa tak seorang pun dari kami bisa mengantisipasi bahwa suatu hari saya kembali ke Jakarta sebagai Presiden Amerika Serikat. (tepuk tangan). Dan hanya sedikit yang bisa mengantisipasi kisah Indonesia yang luar biasa dalam empat dekade terakhir ini.

Jakarta yang saya pernah kenal kini tumbuh menjadi sebuah kota padat dengan penduduk hampir sepuluh juta, dengan pencakar langit yang membuat Hotel Indonesia tampak kecil, serta pusat-pusat budaya dan perdagangan yang hidup. Sementara teman-teman Indonesia saya dan saya dulu berlari-lari di sawah ditemani kerbau dan kambing – (tawa) --, sebuah generasi Indonesia yang baru kini terhubung dengan dunia - lewat telepon genggam dan jaringan sosial. Dan sementara Indonesia sebagai sebuah negara muda memusatkan perhatian ke dalam, Indonesia yang kini tumbuh memainkan peranan kunci di Asia Pasifik dan ekonomi global. – (tepuk tangan).

Perubahan ini juga meliputi politik. Ketika ayah tiri saya masih anak-anak, ia menyaksikan ayah dan kakaknya harus meninggalkan rumah mereka untuk berjuang dan gugur demi kemerdekaan Indonesia. Saya gembira berada di sini pada Hari Pahlawan guna menghormati begitu banyak orang Indonesia yang mengorbankan nyawa mereka untuk negara besar ini. (tepuk tangan).

Ketika saya pindah ke Jakarta, waktu itu 1967, suatu masa yang menyusul penderitaan dan konflik besar di bagian-bagian tertentu dari negara ini. Meskipun ayah tiri saya berdinas di Militer, kekerasan dan pembunuhan selama masa pergolakan politik itu tidak saya ketahui karena hal itu tidak dibicarakan oleh keluarga dan teman-teman Indonesia saya. Dalam rumah saya, sebagaimana di banyak rumah lainnya di seluruh Indonesia, hal ini merupakan kehadiran yang tidak terlihat. Indonesia memiliki kemerdekaan, tetapi acapkali mereka takut untuk membicarakan isu-isunya.

Dalam tahun-tahun sesudah itu, Indonesia telah meniti jalannya sendiri lewat transformasi demokratis yang luar biasa - dari pemerintahan tangan besi ke pemerintahan dari rakyat. Dalam tahun-tahun terakhir, dunia menyaksikan dengan harapan dan ketakjuban, ketika rakyat Indonesia merangkul peralihan kekuasaan secara damai dan memilih langsung para pemimpin mereka. Dan sebagaimana demokrasi anda dilambangkan oleh Presiden dan parlemen anda yang terpilih, demokrasi anda berkesinambungan dan diperkuat lewat pengecekan dan keseimbangan dari sistem demokrasi itu: sebuah masyarakat madani yang dinamis; partai-partai politik dan serikat-serikat; sebuah media yang hidup dan warganegara yang terlibat serta memastikan bahwa - di Indonesia - tidak mungkin akan ada kembali ke masa lalu.

Namun sementara tempat tinggal masa muda saya ini telah mengalami begitu banyak perubahan, hal-hal yang membuat saya mencintai Indonesia -- semangat toleransi yang tertulis dalam UUD anda; dan dilambangkan dengan mesjid-mesjid, gereja-gereja dan kuil-kuil anda, yang berdiri berdampingan satu sama lainnya; semangat yang tercermin dalam diri rakyat anda - masih terus hidup. (tepuk tangan). Bhineka Tunggal Ika - persatuan dalam keragaman. (tepuk tangan). Ini merupakan dasar dari contoh Indonesia kepada dunia dan inilah mengapa Indonesia akan memainkan peranan sedemikian pentingnya dalam abad ke 21.

Jadi hari ini, saya kembali ke Indonesia sebagai sahabat, juga sebagai Presiden yang mengusahakan sebuah kemitraan yang dalam dan langgeng di antara kedua negara kita. (tepuk tangan). Karena sebagai negara yang besar dan beragam; sebagai tetangga pada kedua tepian Pasifik dan terutama sebagai demokrasi -- Amerika Serikat dan Indonesia sama-sama terikat oleh kepentingan dan nilai-nilai bersama.

Kemarin, Presiden Yudhoyono dan saya mengumumkan sebuah Kemitraan Komprehensif yang baru antara Amerika Serikat dan Indonesia. Kami meningkatkan hubungan antara kedua pemerintahan di berbagai bidang, dan - juga sama pentingnya - kami meningkatkan hubungan di kalangan rakyat kita. Ini merupakan kemitraan yang setara, berakar pada kepentingan bersama dan saling menghormati.

Dengan sisa waktu hari ini, saya ingin membahas mengapa kisah yang saya baru ceritakan -- kisah Indonesia sejak masa-masa saya tinggal di sini - sedemikian pentingnya untuk Amerika Serikat dan dunia. Saya fokuskan pada tiga bidang yang saling terkait dan mendasar bagi kemajuan manusia - pembangunan, demokrasi dan agama.

Pertama, persahabatan antara Amerika Serikat dan Indonesia bisa memajukan kepentingan bersama kita dalam pembangunan.

Ketika saya pindah ke Indonesia, sulit membayangkan sebuah masa depan di mana kemakmuran keluarga di Chicago dan Jakarta akan terkait. Tetapi ekonomi-ekonomi kita sekarang global, dan penduduk Indonesia telah mengalami baik potensi maupun ancaman dari globalisasi: dari goncangan akibat krisis financial Asia pada tahun 90an sampai ke jutaan penduduk yang berhasil keluar dari kemiskinan. Itu berarti - dan kita belajar dari krisis ekonomi baru-baru ini - kita punya taruhan dalam sukses masing-masing.

Amerika punya taruhan dalam Indonesia yang tumbuh, dengan kemakmuran yang terbagi secara luas dikalangan rakyat Indonesia - karena sebuah kelas menengah yang meningkat disini berarti pasar baru bagi barang-barang kami, sebagaimana Amerika menjadi pasar untuk barang-barang anda. Jadi kami melakukan lebih banyak investasi di Indonesia, ekspor kami tumbuh hampir 50 persen dan kami membuka pintu untuk orang Amerika dan Indonesia guna berbisnis satu sama lainnya.

Amerika punya taruhan dalam sebuah Indonesia yang memainkan perannya yang tepat dalam membentuk ekonomi global. Lewat sudah masa-masa di mana tujuh atau delapan negara secara bersama-sama menentukan arah dari pasar global. Itulah sebabnya G-20 kini menjadi pusat kerjasama ekonomi internasional, sehingga ekonomi yang baru muncul seperti Indonesia punya suara yang lebih besar dan menanggung tanggung jawab lebih besar. Dan lewat kepemimpinannya dalam kelompok anti-korupsi G-20, Indonesia harus memimpin di panggung dunia serta menjadi panutan dalam merangkul transparansi dan akuntabilitas. (tepuk tangan).

Amerika memiliki taruhan dalam sebuah Indonesia yang memperjuangkan pembangunan berkesinambungan, karena cara kita tumbuh akan menentukan kualitas kehidupan kita dan kesehatan planet kita. Itulah sebabnya kami mengembangkan teknologi energi bersih yang bisa menggerakkan industri dan melestarikan sumber daya alam Indonesia yang berharga - dan Amerika menyambut gembira kepemimpinan negara anda dalam usaha global untuk memerangi perubahan iklim.

Di atas segala-galanya, Amerika punya taruhan dalam sukses rakyat Indonesia. Di bawah kepala-kepala berita harian, kita harus membangun jembatan antara rakyat kita karena kita memiliki keamanan dan kemakmuran masa depan secara bersama. Itulah sebenarnya yang sedang kita lakukan - lewat peningkatan kerjasama diantara ilmuwan dan peneliti kita dan dengan bekerja bersama-sama untuk memupuk kewirausahaan. Dan saya khususnya gembira bahwa kita berkomitmen untuk melipatgandakan jumlah pertukaran mahasiswa Amerika dan Indonesia yang akan belajar di negara kita masing-masing - (tepuk tangan). Kami ingin lebih banyak mahasiswa Indonesia di sekolah-sekolah kami, dan lebih banyak mahasiswa Amerika datang belajar di negara ini (tepuk tangan). Kami ingin memupuk hubungan baru dan saling pengertian yang lebih mendalam diantara warga muda dalam abad yang masih muda ini.

Ini semuanya merupakan isu-isu yang benar-benar bermakna dalam kehidupan sehari-hari kita. Pembangunan, pada akhirnya, tidak sekadar berkaitan dengan tingkat pertumbuhan serta angka-angka dalam sebuah neraca. Pembangunan berkenaan dengan seorang anak yang bisa belajar ketrampilan yang dibutuhkannya dalam dunia yang sedang berubah. Pembangunan berkenaan dengan sebuah ide bagus yang diberi peluang untuk tumbuh menjadi sebuah bisnis dan tidak dicekik oleh korupsi. Pembangunan berkenaan dengan kekuatan-kekuatan yang telah berhasil mentransformasi Jakarta yang pernah saya kenal - teknologi, perdagangan, aliran manusia dan barang - yang diterjemahkan kedalam sebuah kehidupan yang lebih baik untuk semua warga Indonesia, untuk semua manusia, sebuah kehidupan yang ditandai oleh harga diri dan kesempatan.

Pembangunan seperti ini tidak bisa dipisahkan dari peran demokrasi.

Saat ini kita kadang kala mendengar bahwa demokrasi menghalangi kemajuan ekonomi. Ini bukan argumen baru. Khususnya di saat perubahan dan ketidakpastian ekonomi, sebagian pihak akan mengatakan bahwa lebih mudah untuk mengambil jalan pintas menuju pembangunan dengan menukar hak azasi manusia dengan kekuasaan negara. Tetapi itu bukan yang saya lihat dari kunjungan saya ke India, dan itu bukan pula yang saya lihat di sini di Indonesia. Pencapaian-pencapaian anda menunjukkan bahwa demokrasi dan pembangunan saling memperkuat satu sama lain.

Seperti demokrasi mana pun, anda pernah mengalami langkah mundur dalam perjalanan anda. Amerika juga tidak berbeda. Konstitusi kami sendiri menyebutkan upaya untuk membentuk 'sebuah persatuan yang lebih sempurna', dan itu adalah perjalanan yang telah kami tempuh sejak itu. Kami mengalami Perang Saudara dan kami berjuang untuk memperluas hak-hak bagi semua warga negara kami. Tapi upaya ini pula yang telah membuat kami lebih kuat dan lebih makmur, selagi juga menjadi masyarakat yang lebih adil dan bebas.

Seperti negara-negara lain yang pernah dijajah pemerintah kolonial di abad lalu, Indonesia telah berjuang dan berkorban demi hak untuk menentukan nasib sendiri. Inilah makna Hari Pahlawan - sebuah Indonesia yang merupakan milik warga Indonesia. Tapi anda juga pada akhirnya memutuskan bahwa kebebasan tidak berarti menggantikan tangan besi pemerintah kolonial dengan tangan besi sendiri.

Tentu saja demokrasi itu tidaklah rapi. Tidak semua orang menyukai hasil setiap pemilihan. Anda mengalami kemajuan dan kemunduran. Tetapi perjalanan yang anda tempuh ini tetap layak, dan lebih dari sekadar mengisi kotak suara dalam pemilihan. Perlu ada lembaga kuat untuk mengawasi kekuasaan - konsentrasi kekuasaan. Perlu ada pasar-pasar terbuka guna memungkinkan individu-individu untuk maju. Perlu ada pers bebas dan sistem keadilan yang independen untuk menghapus penyalahgunaan dan ekses, serta untuk menagih akuntabilitas. Perlu ada masyarakat yang terbuka dan warga negara yang aktif untuk menolak ketimpangan dan ketidakadilan.

Ini adalah kekuatan-kekuatan yang akan memajukan Indonesia. Dan akan harus ada penolakan terhadap toleransi pada korupsi yang menghalangi kesempatan; juga komitmen terhadap transparansi yang memberi setiap warga Indonesia kepentingan dalam pemerintahan; dan keyakinan bahwa kebebasan rakyat Indonesia - yang telah diperjuangkan rakyat Indonesia adalah hal yang mempersatukan negara besar ini.

Itulah pesan dari rakyat Indonesia yang telah memajukan kisah demokratis ini – mulai dari mereka yang bertarung dalam Perang Surabaya tepat 55 tahun lalu hari ini hingga para mahasiswa yang berdemo secara damai untuk demokrasi di tahun 1990-an; juga para pemimpin yang telah merangkul transisi kekuasaan secara damai di abad yang masih muda ini. Karena pada akhirnya, hak warga negaralah yang akan menyatukan Nusantara yang luar biasa dan menjangkau dari Sabang hingga Merauke ini - sebuah ketetapan hati - (tepuk tangan) – sebuah ketetapan hati agar setiap anak yang lahir di negara ini akan diperlakukan sama, terlepas dari asal-usulnya apakah dari Jawa atau Aceh; dari Bali atau Papua. (Tepuk tangan). Bahwa semua orang Indonesia memiliki hak yang sama.

Upaya tersebut terlihat pula dari contoh yang kini ditunjukkan Indonesia di luar negeri. Indonesia mengambil inisiatif untuk mendirikan Forum Demokrasi Bali, sebuah forum terbuka bagi negara-negara untuk berbagi pengalaman dan praktik terbaik untuk memupuk demokrasi. Indonesia juga telah berada di garda depan dalam upaya menuntut perhatian lebih banyak terhadap HAM di ASEAN. Negara-negara di Asia Tenggara harus memiliki hak untuk menentukan nasib sendiri, dan Amerika Serikat sangat mendukung hak tersebut. Tetapi rakyat Asia Tenggara juga harus memiliki hak untuk menentukan nasib mereka sendiri. Dan itu sebabnya kami mengutuk pemilihan di Burma baru-baru ini yang tidak bebas dan adil. Itu sebabnya kami mendukung masyarakat madani anda yang kuat untuk bekerja sama dengan rekan setara anda di seluruh kawasan ini. Karena tidak ada alasan mengapa rasa hormat terhadap HAM harus berhenti di perbatasan sebuah negara.

Bergandengan tangan, inilah makna pembangunan dan demokrasi, bahwa nilai-nilai tertentu bersifat universal. Kemakmuran tanpa kebebasan adalah bentuk lain kemiskinan. Karena ada aspirasi yang dirasakan umat manusia - kebebasan untuk mengetahui bahwa pemimpin anda bertanggung jawab kepada anda, dan bahwa anda tidak akan dipenjara karena ketidaksepakatan dengan mereka; kesempatan untuk mendapatkan pendidikan dan untuk dapat bekerja dengan martabat; kebebasan untuk beribadah tanpa rasa takut atau pembatasan.

Itu adalah nilai-nilai universal yang harus dipraktikkan di mana pun. Sekarang, agama adalah topik terakhir yang ingin saya bicarakan hari ini, dan - seperti demokrasi dan pembangunan - agama adalah unsur fundamental dalam kisah Indonesia.

Seperti negara-negara Asia lain yang saya kunjungi dalam perjalanan ini, Indonesia sangat spiritual - tempat di mana orang menyanjung Tuhan dengan banyak cara berbeda. Bersamaan dengan keragaman yang kaya raya ini, Indonesia juga memiliki populasi Muslim terbesar - sebuah fakta yang saya temui sebagai anak kecil ketika saya mendengar panggilan untuk shalat di seluruh Jakarta.

Seperti halnya individu tidak hanya didefinisikan oleh kepercayaannya, Indonesia juga tidak hanya didefinisikan oleh populasi Muslimnya. Tapi kita juga tahu bahwa hubungan antara Amerika Serikat dan masyarakat Muslim telah tercerai berai selama bertahun-tahun. Sebagai Presiden, saya menjadikan upaya memperbaiki hubungan ini sebagai prioritas. (Tepuk tangan). Sebagai bagian upaya tersebut, saya pergi ke Kairo bulan Juni lalu dan saya menyerukan sebuah awal baru antara Amerika Serikat dan Muslim di seluruh dunia - yaitu awal yang membentuk jalan bagi kita untuk mengatasi perbedaan antara kita.

Waktu itu saya mengatakan, dan saya mengulanginya sekarang, bahwa tidak ada satu pidato tunggal yang dapat menghilangkan rasa tidak percaya yang terpupuk selama bertahun-tahun. Tapi saya yakin waktu itu, dan saya juga yakin hari ini, bahwa kita punya pilihan. Kita dapat memilih untuk dicirikan oleh perbedaan-perbedaan kita, lalu menyerah kepada semua masa depan penuh kecurigaan dan rasa tidak percaya. Atau kita dapat memilih untuk bekerja keras mencari persamaan, dan membuat komitmen untuk terus mengejar kemajuan. Dan saya dapat menjanjikan kepada anda – bahwa kemunduran apapun yang timbul, Amerika Serikat berkomitmen terhadap kemajuan manusia. Itu adalah kami. Itu yang sudah kami lakukan. Dan itu yang akan kami kerjakan. (Tepuk tangan).

Sekarang, kami tahu betul isu-isu yang telah menimbulkan ketegangan selama bertahun-tahun – dan ini adalah isu-isu yang telah saya ungkapkan di Kairo. Selama 17 bulan terakhir setelah penyampaian pidato tersebut, kita telah mencapai kemajuan, tapi kita masih punya banyak pekerjaan yang harus dilakukan.

Warga negara sipil di Amerika, Indonesia, dan di seluruh dunia masih menjadi target ekstremisme keras. Saya telah perjelas bahwa Amerika bukan, dan tidak akan pernah, berperang dengan Islam. Tetapi kita semua harus bekerja sama untuk mengalahkan al Qaida dan sekutu-sekutunya, yang tidak berhak mengaku sebagai pemimpin agama mana pun – dan sudah pasti bukan pemimpin agama dunia yang besar seperti Islam. Tapi mereka yang ingin membangun tidak boleh mengalah kepada teroris yang ingin merusak. Dan ini bukan tugas Amerika semata. Di sini di Indonesia, anda bahkan telah mencapai kemajuan dengan menangkapi ekstremis dan memerangi kekerasan.

Di Afghanistan, kami terus bekerja sama dengan sebuah koalisi negara-negara untuk membangun kapasitas pemerintah Afghanistan guna mengamankan masa depan mereka. Kepentingan bersama kami adalah membangun perdamaian di sebuah daerah yang hancur akibat perang - perdamaian yang tidak memberikan tempat berlindung bagi kaum ekstremis keras, dan yang memberi harapan bagi rakyat Afghanistan.

Sementara itu, kami juga telah mencapai kemajuan dalam salah satu komitmen utama kami – yaitu upaya untuk mengakhiri perang di Irak. Hampir seratus ribu tentara Amerika kini telah meninggalkan Irak, di masa kepresidenan saya. (Tepuk tangan). Rakyat Irak mengemban tanggung jawab penuh atas keamanan mereka. Dan kami akan terus mendukung Irak dalam upaya mereka membentuk pemerintah yang inklusif, dan kami akan memulangkan semua tentara kami.

Di Timur Tengah, kami telah menghadapi awal buruk dan kemunduran, tapi kami tidak menyerah dalam memperjuangkan perdamaian. Rakyat Israel dan Palestina telah memulai kembali pembicaraan langsung antar mereka, tapi hambatan-hambatan besar masih ada. Jangan ada ilusi bahwa perdamaian dan keamanan akan datang dengan mudah. Tapi jangan ada keraguan: Amerika akan berupaya penuh untuk mencapai hasil yang adil, dan ini adalah kepentingan semua pihak yang terlibat -- dua negara, Israel dan Palestina, hidup berdampingan dalam damai dan keamanan. Itu adalah tujuan kami. (Tepuk tangan).

Taruhannya tinggi dalam memecahkan semua isu ini. Karena dunia kita semakin kecil dan sementara kekuatan-kekuatan yang menghubungkan kita juga menciptakan peluang dan kekayaan yang besar, kekuatan-kekuatan tersebut juga memberdayakan mereka yang berniat menghambat kemajuan. Satu bom di sebuah pasar dapat menghancurkan maraknya perdagangan harian. Satu kabar angin yang dibisikkan dapat menutupi kebenaran, dan memicu kekerasan antar masyarakat yang sebelumnya hidup bersama dalam damai. Di masa perubahan cepat dan perbenturan budaya ini, apa yang kita miliki bersama sebagai umat manusia terkadang bisa hilang.

Tapi saya percaya bahwa sejarah Amerika dan Indonesia bisa memberi kita harapan. Ini adalah kisah yang tertulis dalam moto nasional kita. Di Amerika, moto kami adalah E pluribus unum – dari banyak, muncul satu. Bhinneka Tunggal Ika – persatuan dalam keragaman. (Tepuk tangan). Kita adalah dua negara yang telah menempuh jalur berbeda. Tetapi kedua negara kita menunjukkan bahwa ratusan juta yang memiliki keyakinan berbeda dapat dipersatukan dalam kebebasan di bawah satu bendera. Dan kita kini sedang membangun berdasarkan kemanusiaan bersama ini - melalui orang-orang muda yang akan belajar di sekolah-sekolah di kedua negara kita; melalui para wirausahawan yang memperkuat ikatan yang dapat membawa kemakmuran yang lebih besar; dan melalui penerimaan kita atas nilai-nilai demokrasi yang mendasar dan aspirasi umat manusia.

Sebelum saya datang ke sini, saya mengunjungi masjid Istiqlal - sebuah tempat ibadah yang dulu masih dibangun ketika saya tinggal di Jakarta. Saya mengagumi menaranya yang tinggi, kubahnya yang besar, dan ruang dalamnya yang menyambut pengunjung. Tapi nama dan sejarahnya juga mewakili apa yang menjadikan Indonesia besar. Istiqlal berarti kemerdekaan, dan konstruksinya sebagian adalah kesaksian dari perjuangan negara ini untuk mendapat kebebasan. Selain itu, rumah ibadah bagi ribuan umat Muslim dirancang oleh seorang arsitek Kristen. (Tepuk tangan).

Itulah jiwa Indonesia. Itulah pesan dari falsafah inklusif Indonesia, Pancasila. (Tepuk tangan). Di seluruh nusantara yang menyimpan sejumlah ciptaan Tuhan yang paling indah, muncul pulau-pulau di atas samudera yang dinamai untuk kebebasan, dan rakyat yang memilih cara beribadah kepada Tuhan sesuai keinginan mereka. Islam berkembang, demikian pula agama-agama lain. Pembangunan diperkuat oleh kemunculan demokrasi. Tradisi lama bertahan, meski negara bergerak maju sebagai kekuatan yang menanjak.

Itu bukan berarti Indonesia tidak memiliki cacat. Tidak ada satupun negara yang sempurna. Tapi di sini kita dapat menemukan kemampuan untuk menjembatani perbedaan ras dan kawasan dan agama - melalui kemampuan untuk melihat diri anda sendiri dalam semua individu. Sebagai seorang anak berketurunan banyak ras dan datang kemari dari negeri jauh, saya menemukan semangat ini dalam sambutan yang saya terima ketika pindah kesini: Selamat Datang. Sebagai seorang Kristen yang mengunjungi masjid dalam lawatan ini, saya menemukannya dalam kata-kata seorang pemimpin yang ditanyai mengenai kunjungan saya ini dan ia mengatakan "Muslim juga diizinkan mengunjungi gereja. Kita semua adalah umat Tuhan."

Percikan kebijakan itu hidup dalam diri kita semua. Kita tidak dapat mengalah pada keraguan atau sikap sinis atau keputusasaan. Kisah Indonesia dan Amerika harus membuat kita optimis, karena menunjukkan kepada kita bahwa sejarah berada di sisi kemajuan manusia; bahwa persatuan lebih kuat daripada perpecahan; dan bahwa rakyat dunia ini dapat hidup bersama dalam damai. Semoga kedua negara kita dengan bekerja bersama, dengan keyakinan dan ketetapan hati, berbagi kebenaran ini dengan semua umat manusia.

Sebagai penutup, saya mengucapkan kepada seluruh rakyat Indonesia: terima kasih. Terima kasih. Assalamu’alaikum. Thank you.

Friday, March 05, 2010

Menaklukan dunia dengan hati

Sukses hidup di dunia bukanlah sekedar keberuntungan, bukan pula semata-mata karena takdir dari langit. Ia bisa dikejar dan dicapai oleh setiap insan di dunia. Tinggal bagaimana pencapaian menuju kesana, apakah sesuai dengan syariat agama atau melakukannya dengan menabrak rambu-rambu hukum, menghalalkan segala cara dan merugikan orang lain.
Dibawah ini adalah kisah nyata tentang kesuksesan menaklukan dunia (menurut saya melihat keadaan ekonominya yg sudah mapan) yg dilakukan dengan komponen hati sebagai panglima dgn tentaranya berupa kejujuran, ketabahan dan kesabaran serta tawakal, mengandung banyak inspirasi dan ibrah bagi kita semua. Kisah yg saya ambil dari pembicaraan dan investigasi saya dengan seorang sahabat dari beberapa pertemuan kami selama beberapa tahun.

Adalah seorang teman, masih muda, kakak kelas saya di SMAN 65, sebut saja dia pak Tono (bukan nama sebenarnya), meski usianya tidak beda jauh dengan saya, tetapi jalan hidupnya penuh liku dan penuh cerita haru, penuh pengalaman dan gelut kehidupan, dari kerasnya jalan sampai empuknya jabatan. Kini Ia adalah seorang direktur disebuah perusahaan distributor lampu merk terkenal dari jerman, sudah berkeluarga, bergelar magister, punya mobil, punya rumah cukup luas dan sudah pergi haji pula. Meskipun demikian penampilannya tetap sederhana dan bersahaja.
Perkenalan saya dengan beliau terjadi tanpa sengaja, ketika itu perusahan tempatnya bekerja membutuhkan software akuntansi, kebetulan, perusahaan kamilah yang terpilih oleh atasannya untuk menyediakan software itu. Singkatnya terjadi deal dan installasi dan saya harus bertemu dengan pak Tono itu untuk mengurus pembayaran.
Ketika pertama kali saya berjumpa dengannya, saya fikir beliau adalah salah satu staf akuntansi biasa seperti staf lain, penampilan sederhana, tampangpun tidak meyakinkan, tubuh kecil dengan celana panjang menggantung dan jenggot menempel rapi disudut dagunya. Apalagi ketika saya melihat mayoritas staf disitu adalah keturunan, maka saya malah lebih under estimate lagi, jangan-jangan pribumi yg satu ini adalah office boy kantor itu.
Tebakan saya salah total, ketika mengetahui, giro yang saya terima ternyata harus disetujui dan ditandatangani oleh beliau. Sambil tersenyum ramah dan menyuruh saya ikut makan siang dikantornya, kamipun berbicara akrab.
Ketika makan siang dan suasana mulai akrab, saya tak dapat menyembunyikan perasaan keingintahuan saya untuk bertanya, apakah posisi Pak Tono dikantor itu. Mulanya ia mengaku staf keuangan biasa. Tetapi saya heran, mengapa semua staf selalu lapor ke beliau dan melirik dari pekerjaan yg dilakukan, menunjukan bahwa beliau adalah orang tertinggi di kantor itu, sebab sang pemilik; seorang keturunan, saya dengar jarang sekali datang ke kantor itu, karena sibuk mengurus perusahaannya yg lain.
Akhirnya ketika saya desak ia mengaku, bahwa ia adalah tangan kanan sang bos, (waktu itu ia belum resmi menjadi direktur, barulah ketika sang big bos membuat perusahaan baru yg lain; di lain waktu; ia diserahkan memimpin perusahaan ini). Saat itu saya belum berani bertanya bagaimana ia bisa sampai diposisi puncak pada perusahaan milik keturunan pula yang jauh “nasabnya” dari beliau dan diserahkan penuh pula untuk mengelolanya.

Pada kesempatan-kesempatan berikutnya, saya memberanikan diri bertanya tentang latar belakang beliau, sekolah dan kuliah dimana, lulusan apa dan lain-lain. Ketika ia menjelaskan bahwa ia bersekolah di SMA yang sama dengan saya, bahkan beda satu tahun diatas saya, barulah saya bisa lepas berbicara kepadanya seperti lepasnya pembicaraan antara dua orang sahabat yang tidak pernah berjumpa sekian tahun.
Dalam suasana yang hangat itu ia bercerita tentang dirinya dan masa lalunya.
Ia adalah seorang perantau, suku jawa, yang datang ke Jakarta bermodal nekat ketika SMP, meninggalkan ayah, ibu dan adik-adiknya. Diterima di SMA Negeri 65 pun karena keberuntungannya dan sempat diterima di Universitas Indonesia jurusan MIPA, tetapi drop out enam bulan kemudian karena tak mampu membayar uang kuliah. Ketika masa SMP-SMA beliau menarik becak sampai becak akhirnya dilarang beroperasi di Jakarta. Selepas menarik becak beliau bekerja di bioskop Bima dibilangan palmerah, pernah juga jadi kuli di pembangunan perumahan villa kelapa dua. Masa-masa sulit itu ia ceritakan dengan mata berkaca-kaca. Semasa sekolah ia tidak sempat bermain selayaknya anak-anak remaja lain, sebab ia harus mengayuh becak demi bisa bertahan hidup dan membiayai sekolahnya. Sering dikejar-kejar trantib karena becak sudah dilarang beredar di Jakarta.
Lepas lulus SMA, mencoba peruntungan lewat jalaun UMPTN, diterima di UI tetapi DO enam bulan kemudian. Lalu setelah DO dari UI, ia meneruskan kuliah di universitas swasta sembari terus melamar pekerjaan.
Satu ibrah yang bisa saya tarik dari pengalaman beliau saat itu adalah, bahwa hidup itu tidak boleh cengeng, kerasnya hidup tidak boleh membuat manusia menjadi lemah, pekerjaan mulia bukan pekerjaan dengan gaji besar, tetapi pekerjaan dengan hasil yang halal, tidak perlu malu melakukan pekerjaan kasar sekalipun. Demi sebuah cita-cita besar apapun harus dilakukan asal halal dan thoyib. Jika ingin berhasil dimasa depan, seorang anak muda harus kuat memegang prinsip dan tetap teguh dan commit dengan pendiriannya. Ia harus bisa memetakan jalan hidupnya, tahun ini harus melakukan apa, dan tahun berikutnya harus melakukan apa lagi yg lain.

Pada kesempatan yang lain, saya memancingnya untuk bercerita bagaimana ia bisa sampai diposisi sekarang ini di perusahaan itu. Saya tidak mengerti bagaimana ia bisa menjadi direktur diperusahaan milik orang lain yg tidak ada hubungan apapun dengan beliau, bahkan milik warga keturunan, kok bisa ia dipercaya memegang perusahaan yang cukup besar itu.
Ia bercerita, kuncinya cuma satu, kejujuran, dan mencintai pekerjaan itu. Ia berada diposisi itu bukanlah semudah membalik telapak tangan, ia melewati berbagai macam ujian yang diberikan oleh bosnya tanpa sepengetahuan dirinya, sampai suatu ketika ia dipercaya oleh bosnya itu. Ada beberapa ujian tentang kejujuran yang ia ingat persis. Pertama ketika ia memegang bagian pembelian, ternyata bosnya sudah kongkalikong dengan supplier untuk menguji dirinya. Oleh supplier, ia diberikan hadiah, karena telah membeli barangnya. Ia tidak meminta apapun sebelum deal dengan penjual, karena itu sama saja dengan korupsi, karena itu supplier memberikan hadiah setelah deal itu selesai. Sebenarnya secara hukum hadiah itu halal;karena ia tidak memintanya dan hadiah itu diberikan terlepas dari jual beli yang dilakukan; tetapi ia menolaknya, sang penjual memaksa, akhirnya ia terima tapi tidak diambil untuk dirinya sendiri, ia berikan hadiah itu kepada teman-temannya yang lain dan ia tidak mengambil sedikitpun.
Kali lain sang bos mengujinya dengan uang tunai, ia bersama bosnya pergi ke bank mengambil uang. Setelah sang bos menerima dari teller, secara diam-diam bosnya itu menaruh uang tambahan sekian ratus ribu di amplop itu, dan menyuruh pak Tono untuk menghitung uang itu dikantor saja, karena ia harus buru-buru pergi ketempat lain. Sampai di kantor pak Tono bingung, kok uang yang diberikan oleh kasir lebih sekian ratus ribu. Esoknya ia melapor kepada sang bos untuk mengembalikan uang itu kepada teller bank, katanya kasihan teller itu harus tekor memberikan uang lebih kepada nasabah. Sang bos hanya tersenyum-senyum dan berjanji akan mengembalikannya.
Kisah lain, ketika ia berurusan dengan konsultan pajak, yg juga suruhan bosnya, sang konsultan memberikan nilai yang harus dibayar kepada perusahaannya sekian juta dan ia mendapat sekian persen dari nilai itu. Ia pun setuju, tetapi persenan itu ia kembalikan kepada perusahaan sehingga perusahaan tidak dirugikan sedikitpun.
Setelah sekian tahun barulah sang bos percaya penuh kepadanya.
Menjadi tangan kanan bos bukanlah pekerjaan mudah jika tidak punya prinsip bahwa segala sesuatu harus dilakukan dengan benar dan jangan sekali-kali curang. Ia harus berhadapan dengan adik sang bos yang ternyata bermasalah.
Ketika bermasalah dengan sang adik bos, ia tidak mendapat pembelaan dari sang bos, bahkan bosnya mengatakan, jika saya harus ribut dengan adik saya, maka saya lebih senang memecat kamu ketimbang ribut dengan adik. Pak Tono bergeming, ia katakan jika saya bersalah, silahkan bapak memecat saya tanpa pesangon sedikitpun, saya rela mengundurkan diri sekarang juga. Tetapi sang bos memang lebih tahu kejujuran anak buahnya dibandingkan sang adik, maka ia tidak jadi dipecat. Akhirnya sang adik malah menjadi anak buah Pak Tono. Orang tua sang bos pun begitu respek dengannya.
Semua cerita dari pak Tono, diam-diam saya kounter dengan kesaksian anak buannya, dan memang, itulah yang sebenarnya terjadi.

Ibrah:
Hidup itu sebenarnya mudah, dan kunci kemudahan hidup itu adalah kejujuran. Ketika seseorang telah berbuat curang, sesungguhnya ia telah mempersulit dirinya sendiri. Sesungguhnya manusia memang tidak melihat kecurangan kita, tetapi Allah adalah maha melihat. Cerita tentang anak kecil penggembala domba yang diuji oleh khalifah abu bakar ketika ia menginginkan domba itu dijual kepadanya, toh sang pemilik tidak mengetahui karena saking banyaknya domba itu, apa jawaban sang anak. “pemilik domba memang tidak mengetahui, tetapi dimana Allah?” cukup menjadi contoh yang baik bagi kita. Tapi itu terjadi dizaman khalifah dimana keimanan manusia saat itu memang dalam kondisi terbaik sepanjang zaman. Tapi cerita nyata tentang kejujuran pak Tono dan hikmah yang didapat dari kejujurannya itu, juga perjuangan hidupnya yang berliku hingga mengantarnya kepintu kesuksesan terjadi dizaman sekarang, di zaman penuh keculasan dan kemunafikan, orang seperti beliau sepertinya sangat sulit untuk kita temukan. Melalui tulisan ini, saya ingin kita berdialog dengan hati nurani kita sendiri, sanggupkah kita menjaga hati ini dengan kejujuran. Mungkin selama ini kita selalu menyalahkan takdir, selalu menyalahkan nasib atas terpuruknya keadaan kita, atas kesulitan yang kita terima, atas bencana dan musibah yang sedang terjadi, atas kesialan selama ini. Jangan-jangan itu semua terjadi karena kita telah curang, kita telah culas dan kita telah mengangkangi nikmat kejujuran yang terselip dalam sanubari, dengan kebodohan dan kemunafikan yang membutakan mata hati kita. Semoga masih ada kesempatan untuk bertobat kepadamu ya Allah. Subhanaka laa ilaaha illa anta, inni kuntu minazholimin, maha suci engkau ya Allah, tiada Tuhan selain engkau, sesungguhnya kami adalah orang-orang yang dzalim....

Semoga bermanfaat.

PS. Untuk “Pak Tono” disana, maaf kisah bapak saya publikasikan, semata-mata demi ibrah yang bisa kami ambil dan semoga bermanfaat bagi yang lain. Demi menjaga keikhlasan, nama bapak tetap kami samarkan. Jika Bapak membaca tulisan ini (dan saya yakin Bapak pasti membacanya), saya ucapkan terimakasih atas kisahnya yang sangat inspiratif dan penuh hikmah ini, maafkan saya jika saya belum minta izin pada Bapak atas publikasi ini, lain waktu jika kita bertemu kembali, saya akan kulunuwun Pak. Terimakasih atas waktunya dan atas wawancara “tak sengaja” dari saya.

Tuesday, December 22, 2009

Arti sebuah kebahagiaan (Sebuah Cerpen di hari Ibu)

"Kebahagiaan yang begitu besar, kenikmatan yang begitu tinggi tidak akan kita rasakan sampai kita mengetahui bahwa kebahagiaan itu telah pergi dari kehidupan kita"

Banyaknya nikmat yang diberikan oleh Allah baik berupa nikmat materi maupun non materi meskipun nikmat yg diberikan itu sangatlah besar bagi ukuran rata-rata orang lain, tak akan pernah dirasakan begitu besar oleh seorang manusia, sampai manusia itu menyadari bahwa nikmat itu telah berlalu dari hadapanya dan tak akan pernah kembali. Sifat manusia yang tak pernah puas menutupi akal sehatnya, menggerus kelembutan hatinya dan melupakan fakta bahwa saat itu nikmat dan kebahagiaan sedang mengalir deras kepadanya. Hingga saat yg ditentukan itu tiba, saat pergiliran antara manusia sudah menjadi sunatullah, saat yg tadinya penuh nikmat dan bahagia, kini berubah menjadi penuh tangis dan airmata.

Jatidiri

Aku adalah anak bungsu dari tiga bersaudara, dan aku satu-satunya anak perempuan yg dimiliki ayah. Kedua kakakku adalah anak laki-laki kebanggaan ibu. Keluarga kami keluarga sederhana. Ayah seorang guru dan ibu seorang perawat dikota kami. Didikan keras ayah menghantarkan anak-anaknya sampai di perguruan tinggi. Saat ini kedua kakakku telah bekerja di sebuah perusahaan swasta dan aku masih duduk disemester akhir. Penghasilan ayah yg tidak seberapa membuatnya harus bekerja lebih keras, sepulang mengajar, ayah bekerja sebagai sopir angkot diterminal bus di kota kami. Beratnya kehidupan yg dilalui ayah membuat hidupnya tak berumur panjang. Saat aku smp, ayah meninggal terkena lever akut, dokter menyatakan kondisi ayah drop karena kelelahan luar biasa. Selanjutnya kehidupan kami berlangsung dipundak ibu. Untunglah kedua kakakku mendapat beasiswa di universitas ternama, jadi biaya kuliahnya tidak membebani ekonomi keluiarga kami.

Saat remaja aku tumbuh menjadi seorang gadis yg biasa-biasa saja. Aku bersekolah di sebuah SMA negeri, disana aku mengikuti kegiatan eskul rohani islam, kegiatan yang bagiku cukup menyita waktu sehingga bisa membuatku menjaga hati dan pikiranku agar tidak larut dalam kesedihan. Disana pula aku belajar menutup aurat dan mengenal jati diri sebagai seorang muslimah. Lulus. SMA aku melanjutkan kuliah di bandung mengikuti jejak kakakku yg saat itu sedang menyelesaikan skripsinya. Ketika mencari rumah kos aku dikenalkan oleh kakakku seorang teman kakakku satu kampus tetapi beda jurusan. Ia seorang pemuda yg tampan, santun dan pandai pula. Usianya hampir sama dengan kakak tertuaku. Karena rumahnya tidak terlalu jauh dengan rumah kosku, ia kadang sering mampir dan menanyakan keadaanku. Kadang ia membelikan aku makanan kecil sepulang kuliah.
Karena perhatian yg sering ia berikan, aku merasa ada yg berdesir dihati saat ia berada disisi dan ada sejumput kangen saat ia menjauh. Aku tak tahu apakah itu yg dinamakan cinta. Tapi aku berusaha memendam rasa itu, aku tahu islam memuliakan cinta dengan menempatkannya pada posisi yg agung. Cinta adalah sunatullah dan melingkupi hati semua mahluk ciptaanNYA. Sebagai seorang muslimah aku berusaha menempatkan hatiku diatas nafsuku. Cinta yg hadir ku biarkan bersembunyi di sudut hatiku dan akan aku keluarkan ketika pangeran sejatiku datang mengkhitbah diriku kelak. Ketika teman sebayaku asyik terombang-ambing asmara, terseret arus nafsu syahwat atas nama cinta, aku malah asyik bercumbu dengan tumpukan buku. Aku tak mau mengecewakan ayah dan ibuku. Aku ingin mempersembahkan nilai-nilai terbaikku untuk mereka.

Khitbah Sang pangeran.

Ketika aku duduk di semester enam, satu semester lagi aku menyelesaikan kuliahku, datanglah lamaran dari teman kakakku itu. Aku kaget luar biasa, senang bercampur haru, ternyata khitbah itu datang dari cinta yang aku sembunyikan disudut hatiku beberapa tahun lalu. Tapi aku bingung karena kuliahku belum kelar. Kakak laki-lakiku memberikan pencerahan bahwa nikah itu tidak menghalangi seseorang untuk kuliah. Banyak para suami istri yg melanjutkan kuliahnya setelah menikah, bahkan sampai S3. Toh kamu hanya mengambil cuti kuliah saja dik, kata kakakku menutup pembicaraannya.
Setelah berfikir akhirnya aku mengiyakan jawaban kakakku. Aku tak sempat lagi berfikir dua kali, bahkan aku tak sempat sholat istikharah, karena suasana hatiku menutupi akal jernih ku akibat kegembiraan tiada tara. Keputusan yg kelak membuatku menyesal, karena aku tidak mendalami bagaimana akhlak dan tabiat suamiku selain mengetahui sifat lahiriah yg melekat pada dirinya saja yakni tampan, santun dan pandai. Selebihnya yakni agama, akhlak dan tabiat, aku pasrahkan kepada allah.

Dunia milik berdua.

Sudah satu bulan aku menjadi istri Mas Dodi, begitu nama suamiku biasa ia dipanggil. Aku pun mencurahkan seluruh hidupku untuk kebahagiaan suami ku, kami membeli sebuah rumah kecil tak jauh dari tempat suamiku bekerja. Dan memang, mas dodi termasuk orang yang pintar mencari uang sehingga kebutuhan dasar rumahtangga kamipun cepat terpenuhi hanya dalam beberapa bulan. Karena keasikan mengurus rumah tangga, tak terasa cuti kuliahku telah habis dan aku mengambil keputusan untuk mengambil cuti lagi hingga tiga kali cuti..
Hari-hari kulalui dengan langkah ringan, aku merasa menjadi orang yang paling bahagia sedunia dan itu berlangsung terus sampai aku menyadari bahwa roda kehidupan berputar ternyata mengitari nasib manusia.

Bahagia itu mulai pergi.

Tak terasa pernikahan kami sudah berjalan dua tahun dan kebahagiaanku semakin lengkap sejak tuhan memberikan kepercayaan kepadaku, aku hamil dan kehamilanku sudah beranjak tiga bulan.

Suatu sore saat merapikan lemari baju suamiku aku menemukan sebuah coretan kertas disaku suamiku, tulisan semacam pengakuan atau testimoni yang dirobek dari buku diari suamiku, aku tak bermaksud ingin lancang, tetapi karena ingin memastikan bahwa suamiku juga bahagia dengan perkawinan ini, terpaksa aku baca lembaran pengakuan itu. Kubaca perlahan dengan nafas tertahan.
"Diary, Saat ini aku telah berstatus sebagai suami dari Nina Angraini, seorang mahasiswi berjilbab adik temanku yg juga adik kelas ku di almamaterku. Saat ini aku juga adalah calon ayah dari bayi yg dikandungnya. Ia adalah harapanku, dermaga hatiku, pelabuhan cintaku, rumahku yg damai, selimut hatiku yg hangat, senyum manisku yg merekah dan mahkota kebahagiaan diriku."
"Sejak pertemuan pertama kali, lewat kakaknya, aku yakin ia adalah seorang perempuan yang soleh, yang pandai menjaga kehormatan diri dan keluarga. Itu ku ketahui dari beberapa kali peristiwa ketika dengan sengaja aku ingin dekat dengannya dan ingin menjadi kekasihnya. Tapi dengan halus ia menolak, penolakan yg tidak menggurui bahkan membuat aku tersadar bahwa apa yang selama ini aku fahami tentang cinta hanyalah sebuah nafsu. Sejak saat itu aku bertekad ingin sekali menjadi pendampingnya, sampai akhirnya Tuhanpun merestui keinginanku"

Membaca coretan Mas Dodi itu membuat aku melayang bagai tak berpijak, mengambang diudara bagai halimun pagi dipuncak gunung, putih, sejuk dan lembut serta dingin menusuk, tetapi kita enggan melepas pelukannya. Aku pun melanjutkan membacanya "Tapi ada rasa sesal dihati ini, mengapa harus ia yang kupilih, apakah aku pantas untuknya. Aku adalah laki-laki petualang yg mungkin tidak pantas untuknya, tapi akupun tak mau kehilangannya dan semoga kekasihku ini menjadi tempat persingahan terakhir aku dari petualangan ini. Aku ingin bertobat dari lingkaran setan yang membelenggu leherku sejak dulu. Aku ingin bahagia dengan istriku dan calon bayiku"
Sejenak aku terdiam dan tak mengerti apa maksud kalimat itu. Mengapa mas dodi ingin bahagia? Bukankah sejak melamar dan menikahi ku dia terlihat sangat bahagia? Mengapa seolah-olah ia belum bahagia, adakah yg ia sembunyikan selama ini? Dan apakah maksudnya dengan belenggu setan itu.

Tapi aku berusaha untuk berpositif thinking, berhusnuzhon saja, mungkin memang salahku yang kurang memberikan pelayanan terbaik untuknya.

Nyaris mati.

Usia kandunganku kini telah cukup untuk melahirkan. Dan aku meminta mas dodi agar aku bisa melahirkan normal saja, kecuali terjadi kejadian darurat, yg mengharuskan aku untuk di cesar.

Sore itu, aku. Merasakan perutku mulas sekali, mulas yg mulai berirama dgn jeda yg teratur. Selang satujam sekali, kemudian setengah jam sekali dan tiba-tiba aku mengalami pendarahan hebat, aku segera menelpon suamiku dan segera membawa ku kerumah sakit bersalin. Sampai disana aku terpaksa di transfusi. Ketika akan ditransfusi inilah aku mengetahui dari diagnosa dokter bahwa aku dan jabang bayiku mengidap Hiv. Dunia bagai runtuh dan langit menjadi gelap, kesadaranku pun menghilang. Aku pingsan untuk beberapa saat.

Karena kondisi darurat, suamiku meminta dokter untuk mencesar aku, demi menyelamatkan dua nyawa sekaligus. Aku, saat itu sudah seperti zombie, mayat hidup. Saat yg seharusnya ku sambut dengan bahagia, justru ku sambut dengan hampa, aku tak perduli lagi meski harus mati. Suamiku tahu aku marah kepadanya, dan ia menyesali apa yg terjadi. Tapi aku tak perduli dengan semua ocehannya. Aku hanya diam membisu. Dalam samar penglihatan, dalam sepi pendengaran, kudengar sayup sayup suamiku menangis bersimpuh didepan tempat tidurku. Ia terus menghiba memohon maaf kepadaku atas apa yg telah diperbuatnya sehingga menyebabkan aku dan bayi kami tertular virus ganas itu.
Dalam suara serak yg terputus, ia terus bicara, "Nina sayangku, aku tahu engkau marah, aku tahu engkau benci kepadaku, aku tahu bahwa aku orang yg paling pantas engkau hina. Bahkan engkau bunuh sekalipun. Aku tahu, aku telah melukai perasaan kamu, melukai keluarga kita, melukai orangtua kita, bahkan aku melukai jabang bayi kita. Saat ini seharusnya kita sedang berada dipuncak kebahagiaan, puncak kebahagiaan karena menantikan kelahiran putra pertama kita. Saat ini semestinya doa dan harapan mengalir dari bibir-bibir kita, pujian dan kesenangan tersimpul dari bibir kita, bukan cacian dan sumpah serapah. Saat ini seharusnya kita saling menguatkan, bukan saling caci maki dan menghina atas kejadian ini. Sayangku, dalam penyesalan ini aku memohon, engkau boleh membunuhku jika engkau mau, tapi jangan kau bunuh dirimu dan bayi kita, minimal aku ingin melihat seperti apa wajahnya. Sayangku aku mohon, kuatkan dirimu, aku ingin ia lahir dengan selamat. Inilah permintaan terakhirku padamu."

Aku diam membisu, tak peduli apa yg ia katakan. Mau berbusa sekalipun mulutnya, tak akan mengembalikan keadaan seperti semula. Suamiku yang dulu terlihat baik dan menyejukan kini kulihat bagaikan predator pemangsa, ganas buas dan menjijikan. Ia bagaikan penjahat kelas atas, yang telah merampok kehidupan dan kebahagiaan aku dan jabang bayiku. Ia seperti pembunuh sadis yang membunuh mangsanya secara perlahan. Rasa hormat dan kagumku hilang seketika, berganti dengan dendam dan amarah.
Ku lihat suamiku masih duduk dengan raut muka wajah sendu.

Dan cintapun pergi.

Operasi berjalan lancar, aku menguatkan diri demi jabang bayi dan amanah dari allah, bukan karena permintaan suamiku. Aku dan bayiku sehat walafiat, meskipun terpaksa berstatus sebagai ODHA. Pasca melahirkan keluargaku marah besar, terutama kakakku yg menjodohkan aku dengannya. Suamiku diusir oleh kakakku dan aku tak bisa membelanya, dan memang tak akan mungkin aku membela orang yg telah berdusta dan menghianati diriku. Suamiku ingin menjelaskan kronologisnya, tapi keluargaku tak mau mengerti, dosa yg dilakukannya sudah sangat besar, apalagi melihat aku sebagai korbannya.
Terakhir aku mengetahui, suamiku telah meninggal dikampung halamannya.

Pasca kepergian suamiku, hari-hariku hanya berisi tangisan dan air mata. Hanya ibuku yg memberikan kekuatan kepada diriku, sekaligus merawat bayiku.. Keimananku goncang luarbiasa, bahkan aku sempat menghujat ketidak-adilan Tuhan. Bagaimana mungkin, aku yg berusaha menjaga kesucian, menjaga kehormatan, menjaga keimanan bahkan selalu menghindari kemaksiatan harus mengidap penyakit yg hina ini. Penyakit yg pantasnya diterima oleh para pelaku maksiat, para pelaku durjana. Aku tidak mengerti apa yang engkau mau ya Tuhaaan, teriakku setengah gila. Ibuku yg sudah lanjut usia hanya menangis tersedu-sedu. Matanya yang teduh kini sembab. Ia hanya bisa mengelus rambutku dan berusaha menyadarkan diriku. Sambil terus berdoa kepada Allah dengan ketulusan semoga aku diberi kekuatan untuk melewati hari-hari yg berat ini. Ibu hanya bisa berkata "Anakku Nina, ibu tahu, engkau sepertinya tidak siap menerima takdir ini, tidak siap menerima kenyataan ini. Tapi apakah engkau menyadari bahwa Allah tidak akan meninggalkan hamba-hambanya yang sabar dan selalu berbuat baik? Ibu yakin nak, engkau pasti sanggup melewati ini semua, bukankah Allah tidak akan memberikan cobaan diluar kesanggupaan hambanya?. Lihatlah nak, engkau selalu berbuat baik, selalu beribadah, selalu menolong orang lain, membantu teman yg kesusahan, selalu bersedekah, puasa sunnah, menjaga kehormatan, menutup aurat, menjauhi maksiat. Jika engkau berfikir bahwa Allah tidak adil kepada engkau, tidak sayang kepada engkau, engkau salah. Justru Allah sedang memilih dirimu untuk menjadi tauladan bagi orang lain, minimal bagi orang-orang yang mengenal dirimu bahwa engkau adalah wanita paling mulia diabad ini karena ketabahanmu menerima takdir ini. Jika engkau merasa penyakit ini adalah penyakit kutukan dan azab bagi penderitanya, engkau salah nak, azab hanya berlaku bagi pelaku maksiat dan engkau bukanlah pelaku maksiat sayangku". Sama seperti bencana yg dialami mereka korban tsunami, toh tsunami tidak hanya mengenai para pelaku maksiat saja. Beda dengan tsunami yg memakan korban massal, penyakit ini memakan korban satu-demi satu dan tidak hanya menimpa para pelaku maksiat, tetapi menimpa juga orang-orang terdekatnya yg belum tentu berdosa, seperti bayimu. Nasehat ibu dengan kata-kata lembut namun tajam menusuk kalbuku, menyadarkanku dari gurauan emosi dan amarah yang sejak pengakuan pertamakali suami ku akan situasi yg tidak nyaman ini, membuat aku tersadar dan tersentak, bahwa aku memang manusia pilihan dalam tanda petik. Kalau orang pilihan menginginkan situasi yg indah dan bahagia, terpilih sebagai putri, atau pemimpin, tapi aku adalah orang pilihan Allah untuk menghadapi situasi yang tidak biasa ini, situasi yang tidak semua orang sanggup melewatinya. Situasi dimana perbedaan antara kesabaran dan keterpaksaan sangat tipis. Hanya bisa diukur dengan keimanan yang kuat dan keyakinan yang tajam bahwa Allah tidak akan menyia-nyiakan hambaNYA.

Hidup di dunia mengalir seperti air, zaman pun bergerak mengikuti lekuk-lekuk sungai waktu, menghabiskan masa-masa manusia dan masa-masa alam semesta. Setiap pergerakan baik pergerakan galaksi di langit, atau pergerakan daun yang jatuh ditengah hutan lebat, semuanya pasti dengan sepengetahuan sang Pencipta. Dan aku disini pasca kelahiran anakku, hanya bisa berharap dan pasrah kepadaNYA. Hari-hari ku bagai berjalan lambat, waktu terasa berhenti, tapi aku sadar hidup harus terus berjalan, aku masih memiliki seorang jiwa mungil yg lucu dan imut yang harus aku hidupi, untuk merajut hari esok yg lebih baik, meski aku tak tahu siapa yag akan lebih dahulu pergi meninggalkan dunia ini, apakah aku atau bayiku. Dengan penyakit yang kami derita ini, kami berdua hanya menunggu waktu, berteman tasbih dan zikir, berselimut tabah dan sabar, semoga Allah menerima kesabaran kami. Aku tak pantas menangis ketika aku tahu, bayi kecilku masih tersenyum manis kepadaku seraya memanggil Mama..

-o0o-

Untuk seorang sahabat, semoga engkau dan bayimu kelak menjadi penghuni syurga.
Kami salut terhadap ketegaranmu. Disaat ibu-ibu yang lain didunia merayakan hari ibu dengan gembira, engkau telah merayakan hari ibu bersama bayimu setiap hari.

FAKTA : Di Indonesia ada sekitar 3 juta jiwa penderita HIV, dan separuhnya adalah korban tak berdosa yg tak mengerti mengapa mereka bisa terinfeksi virus itu.

Monday, December 07, 2009

IQuran Aplikasi Mobile Qur'an dengan tajwid berwarna




Dalam masa hidup yang singkat ini, ketaatan seorang hamba menjadi nilai tersendiri di mata Allah. Ketika godaan kehidupan dunia begitu besar merasuki sudut-sudut rumah hamba, mengalir dalam bulir-bulir darah, bergumul dengan riuh rendahnya televisi yang hampir menjadi kebutuhan pokok hampir semua manusia di abad modern ini, kebutuhan akan ruh yang damai menjadi sangat penting dalam menyikapi godaan itu. Kembali kepada Quran, tilawah dan menyelami ayat demi ayat, surah demi surah dalam balutan kehangatan rahmat yang diturunkan lewat bibir-bibir kita, setiap huruf demi huruf yang dibalas dengan 10 kebajikan, membuat hamba menjadi begitu dekat dengan penciptanya. Godaan dunia, hedonis, materialis dan sebagainya insya allah dapat ditepis dengan kembali dekat kepada quran. Kembali kepada aturan hidup yang dibuat oleh pembuat kehidupan itu sendiri, Allah ajja wajalla.

Kini, seorang sahabat menawarkan sebuah pendekatan khusus untuk menuju kesana, memakai sebuah gadget modern, tools canggih yang sekarang sudah menyamai kebutuhan primer seorang manusia modern, yang mengikuti kemana saja mereka pergi, siang dan malam, bahkan ketika tidur pun tak lepas dari alat itu, yakni telepon seluler atau hand phone. Saat alat yang menjadi karib manusia modern itu sekedar menjadi alat bantu pekerjaan, kini dengan piranti yg dikembangkan oleh Saliima Software, ia menjadi karib yang membantu meraih pahala sebanyak-banyaknya. Saat kita senggang, saat di kantor, saat di rumah, saat di mushola atau di masjid, saat sedang menunggu seseorang, teman karib kita itu akan membantu kita berzikir melantunkan ayat-ayat Allah, melafadzkan kebesaraNYA dalam tilawah-tilawah yang tiada henti kita lantunkan.

Semoga dengan software ini, keimanan kita kembali menjadi berkualitas, kembali menjadi orang yang beruntung, yang menyadari bahwa kehidupan di dunia ini hanyalah sementara. Ia hanyalah tempat persinggahan bagi kehidupan yang lebih kekal selanjutnya. Semoga dengan mendownload software ini, menjadi tambahan amal baik kita dimata Allah. Amin ya robbal 'alamin.

Silahkan kunjungi http://elevendream.com untuk mendownloadnya.


Jazakumullah Khairan Katsiir

Friday, December 04, 2009

Cerita tentang Hak dan Kewajiban

Dalam perjalanan hidup manusia didunia, sering kali manusia hanya menyukai hal-hal yang menyenangkan saja dan membenci hal-hal yang menyakitkan Entah itu memang bawaan sifat manusia yang selalu berkeluhkesah (QS: 70:19), atau memang sudah tabiat manusia yang selalu menginginkan sesuatu dengan cepat dan serba instant alias susah untuk bersabar, terutama bersabar tentang suatu kebahagian, baik itu kebahagiaan materi maupun kebahagiaan batin. Bahkan ketika sedang tertimpa musibahpun; misalnya sakit; manusia kadang tidak sabar, manusia menginginkan cepat sembuh dari sakit dan berlalu penderitaan itu.

Kisah dalam alquran menceritakan bagaimana manusia mempunya sifat yang demikian

QS 10 : 22. Dialah Tuhan yang menjadikan kamu dapat berjalan di daratan, (berlayar) di lautan. Sehingga apabila kamu berada di dalam bahtera, dan meluncurlah bahtera itu membawa orang-orang yang ada di dalamnya dengan tiupan angin yang baik, dan mereka bergembira karenanya, datanglah angin badai, dan (apabila) gelombang dari segenap penjuru menimpanya, dan mereka yakin bahwa mereka telah terkepung (bahaya), maka mereka berdoa kepada Allah dengan mengikhlaskan ketaatan kepada-Nya semata-mata. (Mereka berkata): "Sesungguhnya jika Engkau menyelamatkan kami dari bahaya ini, pastilah kami akan termasuk orang-orang yang bersyukur."

QS 10: 23. Maka tatkala Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kezaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kezalimanmu akan menimpa dirimu sendiri; (hasil kezalimanmu) itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada Kami-lah kembalimu, lalu Kami kabarkan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.

Secara sadar atau tidak, semua ketidaknyaman, semua tragedi, semua musibah yang terjadi adalah akibat kezaliman dirikita sendiri. Betapa naifnya kita yang merasa selalu sial, yang merasa selalu kurang beruntung, yang merasa hidup selalu susah bahkan merasa bahwa Allah tidak adil; menunjuk ketidaknyaman itu kepada takdir Allah; padahal itu semua adalah buah dari ketidaksyukuran kita atas rizkiNYA dan buah kesombongan kita karena merasa tidak butuh pertolongan Allah meskipun kesombongan itu tanpa kita sadari.
Jadi ketika kita sedang tertimpa musibah, sedang berada diposisi terendah, sedang berada dititik nadhir, barulah kita merasa butuh akan pertolongan Allah.

Secara logika, ketika kita menginginkan hak kita ditunaikan, sudah selayaknya kewajiban kita dulu yang harus ditunaikan, sederhananya, seseorang akan digaji jika ia telah melakukan pekerjaannya. Begitulah seharusnya yang benar. Jika kita menginginkan pertolongan dari Allah apakah kewajiban kita kepadanya telah kita tunaikan?, atau apakah ada hak-hak Allah yang kita selewengkan. Sementara 17 kali kita menyatakan bahwa “Hanya kepadaMu kami menyembah dan hanya kepada Mu lah kami minta pertolongan” dalam bacaan sholat lima waktu yang kita kerjakan. “Iyyaka na’budu, wa iyyaka nastain” itu ada perintah yang jelas penekanannya yakni obyek lebih di dahulukan kemudian predikat mengikuti; HANYA KEPADA ALLAH kami menyembah, bukan kepada yang lain, sebagai bentuk kewajiban didahulukan, kemudian penekanan diulang kembali untuk kalimat berikutnya; dan HANYA KEPADA ALLAH kami meminta pertolongan; bukan kepada yang lain, sebagai bentuk hak yang bisa kita minta dari Allah.

Dalam janji yang selalu kita ucapkan disetiap rakaat sholat kita itu, kita menyatakan akan berjanji mendahulukan kewajiban kita kepada Allah kemudian barulah kita meminta hak kita. Adakah semua kita laksanakan seperti yang kita ucapkan dalam bibir-bibir kita itu. Bahkan mungkin secara sadar atau tidak kita berbuat zalim lebih dari itu. Disini ada dua kemungkinan yang kita lakukan :

Pertama kita tidak pernah melaksanakan kewajiban sebagai hamba, kita tidak pernah menyembah Allah, tetapi ketika dalam kondisi susah kita meminta pertolongan kepadaNYA. Bagaimana bisa berharap hak kita dikabulkan Allah, sedang kewajiban tidak pernah dilaksanakan. Yang lebih parah malah kita bersuuzhon kepadaNYa dan menyatakan bahwa Allah tidak adil, jika permintaan kita tidak dikabulkan.

Kedua, sehari-hari kita memang menyembah Allah, melaksanakan kewajiban kepadaNYA, tetapi dalam kesempatan lain kita malah minta tolong kepada selain Allah, bahkan dalam kondisi tertimpa musibahpun malah meminta tolong kepada dukun/peramal/orang pintar dsb. Bagaimana Allah akan menolong kita jika benih-benih syirik masih bersemayam dihati ini?

Idealnya, adalah kita menyembah kepada Allah dan meminta pertolonganpun juga kepadaNYA, kita laksanakan kewajiban kita, setelah itu barulah kita meminta pertolongan kepadaNYA. Antara hati, mulut dan tindakan kita sesuai dan serasi.
Insya Allah jika kita telah konsisten dengan apa yang kita lakukan, apapun yang kita minta akan dikabulkan oleh Allah. Jika tidak dikabulkan didunia, maka Allah akan melipatgandakannya di Akhirat nanti

Wallahu’alam bishowab.

Diolah dari merenungi khutbah jumat siang tadi di Masjid Alkautsar Villa Kelapa Dua JakBar.