Thursday, March 05, 2009

PLEDOI

Mengamati puisi/syair pledoi tersangka kasus korupsi pengadaan kapal patroli departemen perhubungan, Bulyan Royan, yang berjudul “Aku Ketakutan” pada sidang tipikor hari rabu (4/3 2009 ) Bulyan menyebut nama tuhan sebanyak 23 kali. Dalam syair yang dibacakan oleh pengacaranya itu, Bulyan berharap agar jika ia bersalah maka hukumlah dengan hukum dinegeri ini, jangan dihukum karena politis atau kekuasaan semata, tidak pula karena kebanggaan sang penguasa. Ia juga menyebutkan kronologis penangkapan dirinya di plaza senayan, sesudah mengambil uang di ATM. Menurut Bulyan menjadi anggota DPR mengubah dirinya dari pebisnis menjadi politikus. “Sejujurnya saya ungkapkan terjadinya perkara ini disebabkan hal-hal yang sebenarnya dalam dunia bisnis sah-sah saja menerima sesuatu dari seorang pengusaha ke pengusaha lain yang mereka merasa kita ikut membantu dalam usaha mereka” tuturnya. (Kompas Kamis (5/3 2009). Ia mengakui, kekhilafan itu terjadi karena dirinya sama sekali tidak tahu jika perbuatan itu bertentangan dengan perundangan.

Amboi.. begitu mudahnya manusia membolak-balikan kata dengan perasaan innocent di depan pengadilan manusia. Dalam tulisan ini saya tidak bermaksud melakukan prejudge terhadap Bulyan, biarlah pengadilan yang akan menentukan apakah beliau bersalah atau tidak. Yang menarik disini adalah seolah-olah bulyan menyatakan bahwa beliau “Melakukan tindakan korupsi tetapi tidak tahu kalau hal itu adalah perbuatan korupsi” sama seperti perkataan anak kecil, mengambil barang orang lain tapi tidak mengetahui kalau itu adalah mencuri. Bagaimana orang sekaliber Bulyan, anggota dewan terhormat pula tidak mengetahui perbedaan antara mencuri dengan tidak mencuri.

Dalam satu kisah pernah sahabat menanyakan kepada nabi tentang hukumnya seorang pegawai menerima hadiah, dimana pada suatu masa pernah seorang petugas pengumpul zakat berkata kepada temannya, “ini adalah bagian zakat untuk negara, dan ini adalah bagianku sebagai hadiah untukku”. Nabi dengan tegas menjawab, “cobalah manusia itu duduk-duduk saja dirumah bersama bapak dan ibunya, apakah akan mendapatkan hadiahnya atau tidak”, dengan kata lain nabi mengharamkan para pegawai menerima hadiah karena sudah pasti hadiah itu datang karena berhubungan dengan pekerjaannya.

Mengenai hadiah saja nabi sudah begitu tegas mengharamkannya, bagaimana dengan suap, pelicin, komisi yang sudah pasti bertujuan untuk melancarkan transaksi bisnis, apatah lagi uang yang digunakan adalah uang bukan milik sendiri atau uang bukan milik perusahaan sendiri tetapi uang milik negara. Dengan kata lain untuk urusan bisnis saja diharamkan, apalagi urusan negara. Apakah Bulyan tidak tahu, apa yang di anggap lumrah dalam bisnisnya selama ini adalah sesuatu yang haram.
Sebenarnya simple saja menyatakan sesuatu itu haram atau tidak, tanyakan saja pada hidayah yang sudah terinstall dalam diri kita yakni hati nurani apakah itu termasuk komisi, pelicin, suap, sogokan atau bukan. Tanyakan pula apakah berhubungan dengan sesuatu yang kita lakukan dalam pekerjaan kita atau bukan, jika bukan, ya mudah-mudahan itu adalah rezeki yang turun dari langit karena sikap wala wal baro (loyalitas dan antiloyalitas) kita dalam memegang teguh agama ini. Loyal terhadap kebenaran dan antiloyal/menentang terhadap segala jenis kemungkaran.

Sekarang Pak Bulyan mungkin hanya bisa menangis.. dan itu lebih baik.. menyesal sekarang lebih utama dari pada menyesal dipengadilan akhirat nanti.. kami doakan semoga beliau tabah menerima ujian ini dan taubatnya diterima allah sebagai sebenar-benarnya taubat sehingga kita dapat menjadikannya ibroh/pelajaran dari kasus yang menimpa beliau. Pledoi di persidangan dunia masih bisa dimanipulasi, tetapi bagaimana dengan persidangan akhirat...??? Wallahu’alam bisshowab

Jogjakarta 6 Maret 2009, Alfaqir Ilallah

No comments:

Post a Comment