Thursday, February 26, 2009

Sekuntum “Cinta” Pengantin Syurga

Oleh: Aidil Heryana, S.Sosi
dakwatuna.com - “Cinta itu mensucikan akal, mengenyahkan kekhawatiran, memunculkan keberanian, mendorong berpenampilan rapi, membangkitkan selera makan, menjaga akhlak mulia, membangkitkan semangat, mengenakan wewangian, memperhatikan pergaulan yang baik, serta menjaga adab dan kepribadian. Tapi cinta juga merupakan ujian bagi orang-orang yang shaleh dan cobaan bagi ahli ibadah,” Imam Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam bukunya Raudah Al-Muhibbin wa Nuzhah Al-Musytaqin memberikan komentar mengenai pengaruh cinta dalam kehidupan seseorang.

Bila seorang kekasih telah singgah di hati, pikiran akan terpaut pada cahaya wajahnya, jiwa akan menjadi besi dan kekasihnya adalah magnit. Rasanya selalu ingin bertemu meski sekejab. Memandang sekilas bayangan sang kekasih membuat jiwa ini seakan terbang menuju langit ke tujuh dan bertemu dengan jiwanya.

Indahnya cinta terjadi saat seorang kekasih secara samar menatap bayangan orang yang dikasihi. Bayangan indah itu laksana air yang menyirami, menyegarkan, menyuburkan pepohonan taman di jiwa.

Dahulu di kota Kufah tinggallah seorang pemuda tampan rupawan yang tekun dan rajin beribadat, dia termasuk salah seorang yang dikenal sebagai ahli zuhud. Suatu hari dalam pengembaraannya, pemuda itu melewati sebuah perkampungan yang banyak dihuni oleh kaum An-Nakha’. Demi melepaskan penat dan lelah setelah berhari-hari berjalan maka singgahlah dia di kampung tersebut. Di persinggahan si pemuda banyak bersilaturahim dengan kaum muslimin. Di tengah kekhusyu’annya bersilaturahim itulah dia bertemu dengan seorang gadis yang cantik jelita.

Sepasang mata bertemu, seakan saling menyapa, saling bicara. Walau tak ada gerak lidah! Tak ada kata-kata! Mereka berbicara dengan bahasa jiwa. Karena bahasa jiwa jauh lebih jujur, tulus dan apa adanya. Cinta yang tak terucap jauh lebih berharga dari pada cinta yang hanya ada di ujung lidah. Maka jalinan cintapun tersambung erat dan membuhul kuat. Begitulah sejak melihatnya pertama kali, dia pun jatuh hati dan tergila-gila. Sebagai anak muda, tentu dia berharap cintanya itu tak bertepuk sebelah tangan, namun begitulah ternyata gayung bersambut. Cintanya tidak berada di alam khayal, tapi mejelma menjadi kenyataan.

Benih-benih cinta itu bagai anak panah melesat dari busurnya, pada pertemuan yang tersamar, pertemuan yang berlangsung sangat sekejab, pertemuan yang selalu terhalang oleh hijab. Demikian pula si gadis merasakan hal serupa sejak melihat pemuda itu pada kali yang pertama.

Begitulah cinta, ketika ia bersemi dalam hati… terkembang dalam kata… terurai dalam perbuatan…Ketika hanya berhenti dalam hati, itu cinta yang lemah dan tidak berdaya. Ketika hanya berhenti dalam kata, itu cinta yang disertai dengan kepalsuan dan tidak nyata…

Ketika cinta sudah terurai jadi perbuatan, cinta itu sempurna seperti pohon; akarnya terhujam dalam hati, batangnya tertegak dalam kata, buahnya menjumbai dalam perbuatan. Persis seperti iman, terpatri dalam hati, terucap dalam lisan, dan dibuktikan oleh amal.

Semakin dalam makna cinta direnungi, semakin besar fakta ini ditemukan. Cinta hanya kuat ketika ia datang dari pribadi yang kuat, bahwa integritas cinta hanya mungkin lahir dari pribadi yang juga punya integritas. Karena cinta adalah keinginan baik kepada orang yang kita cintai yang harus menampak setiap saat sepanjang kebersamaan.

Begitupun dengan si pemuda, dia berpikir cintanya harus terselamatkan! Agar tidak jadi liar, agar selalu ada dalam keabadian. Ada dalam bingkai syari’atnya. Akhirnya diapun mengutus seseorang untuk meminang gadis pujaannya itu. Akan tetapi keinginan tidak selalu seiring sejalan dengan takdir Allah. Ternyata gadis tersebut telah dipertunangkan dengan putera bapak saudaranya.

Mendengar keterangan ayah si gadis itu, pupus sudah harapan si pemuda untuk menyemai cintanya dalam keutuhan syari’at. Gadis yang telah dipinang tidak boleh dipinang lagi. Tidak ada jalan lain. Tidak ada jalan belakang, samping kiri, atau samping kanan. Mereka sadar betul bahwa jalinan asmaranya harus diakhiri, karena kalau tidak, justeru akan merusak ’anugerah’ Allah yang terindah ini.

Bayangkan, bila dua kekasih bertemu dan masing-masing silau serta mabuk oleh cahaya yang terpancar dari orang yang dikasihi, ia akan melupakan harga dirinya, ia akan melepas baju kemanusiaannya dengan menabrak tabu. Dan, sekali bunga dipetik, ia akan layu dan akhirnya mati, dipijak orang karena sudah tak berguna. Jalan belakang ’back street’ tak ubahnya seperti anak kecil yang merusak mainannya sendiri. Penyesalan pasti akan datang belakangan, menangispun tak berguna, menyesal tak mengubah keadaan, badan hancur jiwa binasa.

Cinta si gadis cantik dengan pemuda tampan masih menggelora. Mereka seakan menahan beban cinta yang sangat berat. Si gadis berpikir barangkali masih ada celah untuk bisa ’diikhtiarkan’ maka rencanapun disusun dengan segala kemungkinan terpahit. Maka si gadis mengutus seorang hambanya untuk menyampaikan sepucuk surat kepada pemuda tambatan hatinya:

”Aku tahu betapa engkau sangat mencintaiku dan karenanya betapa besar penderitaanku terhadap dirimu sekalipun cintaku tetap untukmu. Seandainya engkau berkenan, aku akan datang berkunjung ke rumahmu atau aku akan memberikan kemudahan kepadamu bila engkau mau datang ke rumahku.”

Setelah membaca isi surat itu dengan seksama, si pemuda tampan itu pun berpesan kepada kurir pembawa surat wanita pujaan hatinya itu.

“Kedua tawaran itu tidak ada satu pun yang kupilih! Sesungguhnya aku takut akan siksaan hari yang besar bila aku sampai durhaka kepada Tuhanku. Aku juga takut akan neraka yang api dan jilatannya tidak pernah surut dan padam.”

Pulanglah kurir kekasihnya itu dan dia pun menyampaikan segala yang disampaikan oleh pemuda tadi.

Tawaran ketemuan? Dua orang kekasih? Sungguh sebuah tawaran yang memancarkan harapan, membersitkan kenangan, menerbitkan keberanian. Namun bila cinta dirampas oleh gelora nafsu rendah, keindahannya akan lenyap seketika. Dan berubah menjadi naga yang memuntahkan api dan menghancurkan harga diri kita. Sungguh heran bila saat ini orang suka menjadi korban dari amukan api yang meluluhlantakkan harga dirinya, dari pada merasakan keindahan cintanya.

“Sungguh selama ini aku belum pernah menemukan seorang yang zuhud dan selalu takut kepada Allah swt seperti dia. Demi Allah, tidak seorang pun yang layak menyandang gelar yang mulia kecuali dia, sementara hampir kebanyakan orang berada dalam kemunafikan.” Si gadis berbangga dengan kesalehan kekasihnya.

Setelah berkata demikian, gadis itu merasa tidak perlu lagi kehadiran orang lain dalam hidupnya. Pada diri pemuda itu telah ditemukan seluruh keutuhan cintanya. Maka jalan terbaik setelah ini adalah mengekalkan diri kepada ’Sang Pemilik Cinta’. Lalu diapun meninggalkan segala urusan duniawinya serta membuang jauh-jauh segala sesuatu yang berkaitan dengan dunia. Memakai pakaian dari tenunan kasar dan sejak itu dia tekun beribadat, sementara hatinya merana, badannya juga kurus oleh beban cintanya yang besar kepada pemuda yang dicintainya.

Bila kerinduan kepada kekasih telah membuncah, dan dada tak sanggup lagi menahahan kehausan untuk bersua, maka saat malam tiba, saat manusia terlelap, saat bumi menjadi lengang, diapun berwudlu. Shalatlah dia dikegelapan gulita, lalu menengadahkan tangan, memohon bantuan Sang Maha Pencipta agar melalui kekuasaa-Nya yang tak terbatas dan dapat menjangkau ke semua wilayah yang tak dapat tersentuh manusia., menyampaikan segala perasaan hatinya pada kekasih hatinya. Dia berdoa karena rindu yang sudah tak tertanggungkan, dia menangis seolah-olah saat itu dia sedang berbicara dengan kekasihnya. Dan saat tertidur kekasihnya hadir dalam mimpinya, berbicara dan menjawab segala keluh-kesah hatinya.

Dan kerinduannya yang mendalam itu menyelimuti sepanjang hidupnya hingga akhirnya Allah memanggil ke haribaanNya. Gadis itu wafat dengan membawa serta cintanya yang suci. Yang selalu dijaganya dari belitan nafsu syaithoni. Jasad si gadis boleh terbujur dalam kubur, tapi cinta si pemuda masih tetap hidup subur. Namanya masih disebut dalam doa-doanya yang panjang. Bahkan makamnya tak pernah sepi diziarahi.

Cinta memang indah, bagai pelangi yang menyihir kesadaran manusia. Demikian pula, cinta juga sangat perkasa. Ia akan menjadi benteng, yang menghalau segala dorongan yang hendak merusak keindahan cinta yang bersemayam dalam jiwa. Ia akan menjadi penghubung antara dua anak manusia yang terpisah oleh jarak bahkan oleh dua dimensi yang berbeda.

Pada suatu malam, saat kaki tak lagi dapat menyanggah tubuhnya, saat kedua mata tak kuasa lagi menahan kantuknya, saat salam mengakhiri qiyamullailnya, saat itulah dia tertidur. Sang pemuda bermimpi seakan-akan melihat kekasihnya dalam keadaan yang sangat menyenangkan.

“Bagaimana keadaanmu dan apa yang kau dapatkan setelah berpisah denganku?” Tanya Pemuda itu di alam mimpinya.

Gadis kekasihnya itu menjawab dengan menyenandungkan untaian syair:

Kasih…

cinta yang terindah adalah mencintaimu,

sebuah cinta yang membawa kepada kebajikan.

Cinta yang indah hingga angin syurga berasa malu

burung syurga menjauh dan malaikat menutup pintu.

Mendengar penuturan kekasihnya itu, pemuda tersebut lalu bertanya kepadanya, “Di mana engkau berada?”

Kekasihnya menjawab dengan melantunkan syair:

Aku berada dalam kenikmatan

dalam kehidupan yang tiada mungkin berakhir

berada dalam syurga abadi yang dijaga

oleh para malaikat yang tidak mungkin binasa

yang akan menunggu kedatanganmu,

wahai kekasih…

“Di sana aku bermohon agar engkau selalu mengingatku dan sebaliknya aku pun tidak dapat melupakanmu!” Pemuda itu mencoba merespon syair kekasihnya

“Dan demi Allah, aku juga tidak akan melupakan dirimu. Sungguh, aku telah memohon untukmu kepada Tuhanku juga Tuhanmu dengan kesungguhan hati, hingga Allah berkenan memberikan pertolongan kepadaku!” jawab si gadis kekasihnya itu.

“Bilakah aku dapat melihatmu kembali?” Tanya si pemuda menegaskan

“Tak lama lagi engkau akan datang menyusulku kemari,” Jawab kekasihnya.

Tujuh hari sejak pemuda itu bermimpi bertemu dengan kekasihnya, akhirnya Allah mewafatkan dirinya. Allah mempertemukan cinta keduanya di alam baqa, walau tak sempat menghadirkan romantismenya di dunia. Allah mencurahkan kasih sayang-Nya kepada mereka berdua menjadi pengantin syurga.

Subhanallaah! Cinta memiliki kekuatan yang luar biasa. Pantaslah kalau cinta membutuhkan aturan. Tidak lain dan tidak bukan, agar cinta itu tidak berubah menjadi cinta yang membabi buta yang dapat menjerumuskan manusia pada kehidupan hewani dan penuh kenistaan. Bila cinta dijaga kesuciannya, manusia akan selamat. Para pasangan yang saling mencintai tidak hanya akan dapat bertemu dengan kekasih yang dapat memupus kerinduan, tapi juga mendapatkan ketenangan, kasih sayang, cinta, dan keridhaan dari dzat yang menciptakan cinta yaitu Allah SWT. Di negeri yang fana ini atau di negeri yang abadi nanti.

“Dan di antara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya di antara kamu rasa kasih sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar-Ruum : 21).

dari Raja’ bin Umar An-Nakha’i dll.

Tuesday, February 24, 2009

Paradoks Amal


Siang tadi selepas makan siang aku mengantar istri pergi ke gedung walikota, katanya ada yang ingin ditanyakan kepada staf dikti tentang kemungkinan formasi guru SMK negeri yang katanya akan banyak dibutuhkan oleh pemerintah dalam setahun kedepan. Ada dua kisah menarik sepanjang perjalanan dari rumah ke kantor walikota tadi. Yang pertama pemandangan di perempatan permata hijau tepatnya disebelah kiri jalan, disana aku lihat seorang perempuan renta dengan mata yang agak kurang awas sedang mengemis, dan tidak jauh dari situ seorang kakek dengan rebana kecil duduk bersila di trotoar yang sangat panas sambil tangannya menepuk rebana dengan tepukan yang sangat lemah..."pak"......."tung"....."pak"....."tung" dengan jeda waktu yang cukup lama bagi seorang penepuk rebana. Hatiku yang kadang keras ini tersentuh juga oleh pemandangan mengenaskan tsb, bagaimana tidak. Seorang nenek yang seharusnya berada dirumah dengan anak cucu, juga seorang kakek yang harusnya seluruh waktunya ditumpahkan untuk beribadah kepada Allah, terpaksa berada dijalanan untuk menyambung hidupnya. Padahal kondisi fisiknya sudah tidak memungkinkan. Sang nenek terlihat sudah rapuh begitupun sang kakek. Tak sanggup aku membayangkan seandainya kedua orang tua pengemis itu adalah ayah atau ibuku, tak lebih sanggup lagi kalau keduanya itu adalah diriku atau istriku dimasa yang akan datang. Hatiku bergetar, kucoba mengais-ngais uang receh dalam saku celanaku saat nenek tua itu menghampiri ku, untunglah istriku bergerak lebih cepat, ia menyodorkan selembar uang limaribuan kepada nenek itu. Waduh hampir malu aku, ketika aku mencari uang seribuan, ternyata istriku telah memberi dengan uang limaribuan. Ketika aku baru berniat, orang lain lebih cepat. Yah, kadang jiwa yang keras terbentuk dari kebakhilan diri. Ya robbi ampunilah aku. Saat istriku mengulurkan tangannya, ku pandangi raut muka sang nenek, dengan senyum simpul dia mengucapkan terimakasih sambil menguntai do'a untuk kami. Aku hanya bergumam amin, amin ya robbal 'alamin. Saat itu juga pikiran ku langsung berontak melihat pemandangan tsb. Aku tak terbiasa melihat pemandangan yang menyentuh, melainkan aku akan mencari tahu siapa yang bertanggung jawab dengan masalah ini. Sang Nenek, kalau bisa memilih, Ia tidak akan mau berada di jalanan dengan kondisi seperti ini, begitupun sang kakek. Terlepas dari masa lalu kedua orangtua pengemis itu. Tetaplah mereka seharusnya mendapat penghidupan yang layak. Jujur, aku langsung menyalahkan pemimpin saat ini, Ya SBY, ya Foke dan terus kejajarannya sampai kebawah, sampai tingkat kelurahan. Apa yang mereka lakukan saat ini. Apakah mereka sedang menikmati makan siang yang lezat yang dibiayai oleh uang negara. Sempatkah mereka berfikir, bahwa kedua pengemis itu akan menjadi tanggung jawab mereka di akhirat nanti. Sedang Umar bin Abdul Aziz saja sempat khawatir jika ada satu saja anjing yg terlantar diwilayah kekuasaannya, maka ia akan minta ampun kepada Allah, Apatah lagi ini adalah manusia. Saya heran dengan pemimpin dan para calon pemimpin, juga dengan para wakil rakyat dan para calon wakil rakyat di negeri ini, berani sekali mereka menyodorkan diri sebagai pemimpin di negeri dengan jumlah penduduk besar sampai ratusan jiwa ini, apakah mereka tidak tahu bahwa masing-masing dari individu rakyat ini akan menjadi saksi kepemimpinan mereka itu. Sedikit saja mereka aniaya ataupun lupa, maka neraka akan menanti mereka dengan ganasnya. Saya juga heran dengan keberanian para pemimpin untuk memikul tanggung jawab yang besar itu. Sedangkan menurut saya, untuk saat ini belum ada pemimpin sekaliber Umar bin Abdul Aziz yang sanggup memimpin dengan adil, meskipun dari partai yang mengaku partai dakwah sekalipun. Ah..saya pusing sendiri, masih susah mencari pemimpin dinegeri ini yang berjuang semata-mata lilahi ta'ala. Tidak untuk partai nasionalis, tidak juga untuk partai agamis termasuk partai dakwah yg saya lihat sudah mulai kehilangan orientasinya sebagai partai dakwah tetapi mulai menjadi partai plural. Padahal Allah telah berjanji kepada para mukmin yang sabar, bahwa Allah akan menjadikan mereka berkuasa dimuka bumi jika mereka bersabar. Toh kekuasaan bukanlah tujuan, tetapi efeksamping dari keimanan dan kesabaran tsb dan merupakan hadiah dari Allah. Walau bagaimanapun, sebagai seorang mukmin, kita tetap harus bisa memilih mana pemimpin yang ideal, yang berjuang bukan karena kekuasaan, tetapi untuk mengabdi kepada Ummat.

Kisah kedua adalah kisah tentang para aparat,
Tak terasa kami sudah sampai di gedung walikota, istri saya turun dan saya menunggu ditepi jalan, sambil mencari lokasi yang teduh sebagai tempat menunggu, saya berputar arah, menepi kekiri dan memarkir kendaraan ditempat yang cukup nyaman. Saya pun turun dan duduk didepan tanggul besi kali yang menjorok kedalam, saya ambil kamera handphone saya dan saya jepret gedung yang cukup tinggi itu. Cukup lama saya duduk disitu, tak lama kemudian istri saya datang kembali dengan wajah bersungut-sungut, tampak ada rasa kecewa di raut mukanya. Saya bertanya ada apa. Dia bercerita bahwa orang yang dicarinya tidak ada, katanya meeting, yg ada hanya stafnya. Nah stafnya inilah yang membuat wajahnya bersungut-sungut. Staf itu, menurut istri saya merupakan pribadi yang angkuh dan sangat tidak menghormati orang lain. Typical kaum pejabat yang gemar berpongah ria dan tidak menghormati lawan bicaranya. Padahal kedatangan istri saya hanya untuk bertanya, tidak lebih. Saya heran, bagaimana orang seperti itu bisa menjadi abdi rakyat, bukannya melayani rakyat malah melecehkan. Ingin rasanya saya masuk dan menghajar staf yang bekerja di walikota itu, tapi istri saya mencegahnya dan membiarkan saja kejadian itu. Saya tahu, saya tidak akan mungkin melakukan itu, selain hanya bisa beristighfar. Saya hanya bertanya siapa nama lengkap staf itu dan divisi apa. Siapa tahu saya bisa melacaknya. Yaa, sekedar merekam track record para pejabat yang gemar melecehkan orang lain. Tapi menurut istri saya, rata-rata mereka memang tidak menghormati para guru yang dianggap pegawai kelas rendahan. Pernah kolega istri saya seorang guru yg cukup senior ketika mengajukan persyaratan sertifikasi sempat dimarahi oleh staf walikota dengan kata-kata kasar. Katanya data sang guru senior tersebut tidak lengkap sehingga mengganggu pekerjaannya, padahal seumur-umur belum ada pemberitahuan kalau data beliau tidak lengkap. Dengan arogannya sang staf tsb menyuruh mengumpulkan sore ini juga kalau mau sertifikasinya ingin diproses. Weleh-weleh, Karena pekerjaan sendiri yang lambat kok orang lain yang dijadikan kambing hitam. Bukannya bermaksud mengeneralisir aparat, tetapi bagi saya sudah dua kali saya dibohongi oleh aparat edan itu. Pertama waktu saya ingin membeli rumah didaerah srengseng via KPR. Ketika itu pemilik rumah adalah aparat dirjen hukum dan HAM sedang istrinya aparat dinaskertans. Ia bilang kalau rumahnya clean tidak ada masalah yang membuat saya yakin dan mantap untuk membelinya. Ternyata setelah aplikasi KPR saya masukan ke bank dan bank meminta IMB rumah tersebut, ternyata pemilik rumah menyatakan rumah itu tidak ada IMBnya, jadi selama ini beliau membuat sertifikat rumah itu melalui PRONA(Proyek Nasional)- semacam pemutihan akta hak milik-jadi tidak perlu surat macam-macam. Kata sang empunya rumah," tenang saja Pak, gampang kok bikin IMBnya" Jadi beliau memaksa saya untuk melunasi DP sebesar 30%nya. Tapi saya tdk mau sebelum IMBnya itu memang bisa diurus. Lalu saya dikenalkan oleh keponakan saya bahwa mertuanya kerja diwalikota dan terbiasa mengurus IMB itu. Saya serahkan berkas2nya plus uang untuk mengurusnya. Dan dengan jaminan dari mertua keponakan saya itu. Jadilah saya lunasi DP 30% itu. Ternyata...setelah menunggu beberapa bulan, setelah saya sendiri mengecek ke Dinas tatakota Kecamatan, Rumah tsb terkena proyek gorong-gorong pemerintah sebanyak 90%, dan yg tidak kena hanya sekitar 10%. Dan tidak mungkin IMB dikeluarkan jika luas tanah hanya 10% itu. Jadilah saya kena dibohongi lagi bahkan oleh mertua keponakan saya itu. Sebelumnya saya juga sudah feeling, masak ingin tahu kalo IMB bisa diurus saja memakan waktu berbulan2. jawaban staf walikota itu "tar sok, entar besok","orangnya pulang kampung" dsb. Astaghfirullah. Saya marah bukan main, termasuk kepada keponakan saya itu. Saya datangi rumahnya dan saya berteriak-teriak didalam rumahnya (Gila saya emosi benar waktu itu), saya ajak dia kekecamatan untuk membuktikan bahwa IMB itu bisa diurus, Dia beralasan sakitlah, tidak enaklah dan sejuta alasan lainnya. Akhirnya dengan ancaman akan melaporkannya ke polisi karena telah menipu saya, akhirnya mau ikut saya ke kecamatan dan bertemu dengan staf dinas tatakota itu. Sampai disana, staf itu bilang, "Pak, kan saya sudah bilang ke Bapak kalo rumah ini tidak bisa diurus karena kena proyek gorong-gorong pemerintah". Saya lihat mukanya merah padam dan dia diam seribu bahasa. Saya berusaha menahan amarah. Istri saya menenangkan saya agar jangan berbuat aniaya yang bisa berakibat macam-macam. Akhirnya saya hanya berkata kepada mertua keponakan saya itu. "Pak, kalau saja bapak mau jujur dari awal, bahwa rumah itu bermasalah dan saya jangan beli rumah itu" Saya malah merasa senang" karena memang itu yang saya inginkan, tetapi karena uang tak seberapa yang saya sudah kasih ke Bapak, Bapak lupa daratan dan malah menipu saya, bukan hanya bapak yang malu, tetapi seluruh keluarga bapak...". Entah berapa lama saya mengoceh dan meracau saat itu, yang jelas ingin rasanya menggoreng wajah orang itu. Waktu itu almarhum ibu saya masih hidup, beliau hanya menasehati, mungkin ada sesuatu yang salah yg telah kamu lakukan yang membuat rezeki kamu harus hilang dengan cara seperti itu.. Ya saya sadar, saya hanya bisa istighfar, mungkin ada yang salah dengan saya.Mungkin juga saya telah melakukan paradoks amal, hingga datang sebuah kejadian yang membangunkan saya dengan tamparan keras, dan menyakitkan bahwa manusia hanya bisa berusaha, Allahlah yang menentukan. Saya tdk menyalahkan siapapun yang telah menipu saya, saya juga tidak dendam dengan mereka. Justru karena merekalah saya ditegur oleh Allah dengan teguran yang membuat saya tidak bisa tidur selama tiga hari. Saya mengerti Allah masih sayang kepada saya dengan mengirimkan teguran semacam itu toh juga saya hanya kehilangan uang (yg saya kumpulkan bertahun-tahun), Saya tidak bisa bayangkan bagaimana dengan para korban musibah tsunami, dan musibah lain yang memakan harta dan nyawa. Saya masih bersyukur, Justru kalau hidup saya mulus-mulus saja, saya khawatir bahwa sesungguhnya Allah telah membiarkan saya tenggelam dalam dosa yang berkepanjangan. Naudzubillah min dzalik.

Tuesday, February 17, 2009

Nikmatnya Membaca.

Sahabat, membaca adalah hobi saya yang paling nikmat.
Membaca bagi saya seperti orang kecanduan, tak peduli omelan istri atau anak yang suka interupsi ketika saya sedang membaca. Bahkan jaman sebelum menikah dulu, buku saya sempat dibuang oleh bapak(babe) saya, karena saat saya dipanggil bapak, saya tidak menyahut panggilannya, habis seruu banget tuh buku.

Saya juga sempat kena semprot ibu(enyak) saya saat saya sedang berada didalam toilet(wc maksute), karena ibu saya merasa bahwa saya menggunakan toilet sudah lama sekali mungkin sampe satu jam kali ya. Ibu saya memanggil-manggil, karena saya harus patuh pada panggilan ibu dengan berat hati saya selesaikan ritual pagi saya. Ketika saya keluar dengan segepok majalah yang saya baca, ibu saya marah luar biasa... “Jaliii elu udah gila ya masa lagi “pub” baca majalah... pantesan didalam lama sekaliii...emang gak kebauan...” saya pergi saja sambil ngeloyor...”Ya bau sih bau nyak, tapi mau gimana lagi, enak sih...” Mendengar jawaban saya, Ibu saya geram sekali sambil tangannya ngeloyor mau nyubit, saya pun kabur sambil berteriak “ampun nyak ampun, gak lagi-lagi deh”. Meskipun saya tahu saya akan mengulangi lagi ritual nikmat itu. hihihi.

Membaca bagi saya ibarat makan nasi sama opor ayam, nikmat bener. Apalagi jika ada buku yang saya senangi, walah-walah bakalan saya sikat bleh.. membaca bagi saya bukan untuk membuat pintar, tapi sekedar memuaskan jiwa saya yang haus akan dunia luar. Saya bukan tipe memilih-milih dalam membaca. Buku apa saja saya baca, yang penting enak. Semua disiplin ilmu, dari ilmu sastera sampai ilmu budaya dari ilmu ekonomi sampai ilmu teknologi, bahkan dari ilmu agama sampai ilmu sihir...eh nggak ding...ilmu mahir maksute,, yaa mahir membuat sesuatulah. Bahkan waktu SMP dulu saat sedang bangor-bangornya (bandel –red) saya juga sempat membaca novel tentang detektif nick carter karya anny arrow milik teman sebangku saya (gile bener)...Ketika membaca novel itu, saya heran bin kaget dan merasa aneh kok ada yang bikin buku seperti itu ya (sambil terheran-heran pura-pura cuek dan gak butuh padahal berharap benar kalau temen saya bisa pinjamin saya semalaman aja, pliz..deh bro). Setelah saya baca dan saya resapi dalam-dalam sampe merem melek (wajar bro abg gitu loh), saya anggap novel nick carter biasa aja.. bahkan jelek banget.. soalnya gak ada gambarnya sih hi hi hi...coba kalau ada gambarnya pasti saruuu eh seruu... bozz. :)

Selain novel gemblung tadi, saya juga suka membaca apa saja yang saya bisa baca, termasuk koran yg saya pakai sebagai alas sholat jumat waktu belajar kelompok di rumah temen SMP dulu. Nah waktu itu alas yang saya gunakan adalah koran poskota, persis pada kolom Nah Ini Dia menjadi tempat sujud saya. (Bagi saya Nah Ini Dia adalah kolom yg paling favorit pada saat itu—mungkin sampe sekarang kali ya..hihihi). Habis ceritanya aneh bin ajaib. Gak tahu benar apa kagak, yang jelas ketika teman saya komentar tentang khutbah jum’at saya gak inget persis...yang inget malah cerita nah ini dia tadi hehehe, batal gak ya sholat jumat saya waktu itu :(.

Saat paling menyebalkan bagi saya waktu itu adalah ketika sedang seru-serunya membaca, saya disuruh pergi oleh orang tua saya, entah pergi bayar listrik, ke warung atau kemana saja. Dan saat paling menyenangkan adalah saat saya pernah bekerja disuatu perusahaan dimana meja saya berhadap-hadapan dengan boss saya. Saat itu saya pura-pura sibuk didepan meja komputer, seolah-olah sedang bekerja, padahal saya sedang membaca berita online majalah detik, humor, berita dll di internet..Wakakaka kena luh bosz , ane makan gaji bute..

Saat yang paling menyedihkan bagi saya adalah waktu saya sedang asyik membaca, istri saya datang merebut bacaan saya dan saya disuruh menggendong anak saya yang masih balita...walah.walah.. kayaknya istri saya enggak boleh liat orang lagi seneng nih.. hati saya ber-suuzhon. Akhirnya timbul ide, bagaimana sambil menggendong anak, saya tetap bisa membaca buku itu, habis lagi tanggung bro—ente paling gak demen kan kalo lagi tanggung di suruh berhenti, nah lo ngaku aje loe... Saya beralibi pada istri saya kalau anak kecil tuh harus diajar membaca sejak bayi.. sambil memangku bocah saya dan memperlihatkan bacaan saya itu pada anak saya... nah sang bocah hanya bengong gak ngerti apa yang ada dihadapannya, kecuali menarik buku saya dan melumat-lumat kertasnya..waaaaaaa itu buku favorit saya...huhuhu.. Istri saya tertawa terpingkal-pingkal sambil berkata... “lagian mana mungkin anak kecil diajarin bacaan-bacaan berat macam buku kayak gitu, emangnya profesor”....weleh-weleh ketahuan deh..

Bacaan yang paling saya senangi adalah bacaan yang berisi, menghibur hati, membuat hati tentram dan teduh. Sedang bacaan yang paling saya benci adalah bacaan-bacaan dari artikel yang menghasut, menuduh tanpa bukti, serta fitnah-fitnah yang bertebaran tanpa bisa dipertanggungjawabkan. Bacaan yang saya sukai adalah bacaan yang lucu-lucu serta menyenangkan pembacanya. Sedang bacaan yang saya sebal adalah bacaan pada rambu lalulintas pada jalan protokol yang sangat provokatif“Motor wajib lajur kiri – artinya yang miskin minggir”,atau bacaan yang menempel pada kendaraan bermotor yang nadanya mau ngajakin berantem“Yang nyalip gue jitak”, “Kalo udah mirip boleh nyalip” –dengan gambar monyet nyengir kuda—gila nih orang SARA bener, gumam saya..., atau bacaan yang narcist “Awas orang ganteng”, “Yang cantik boleh bonceng”, atau yang bersahaja “Biar jelek milik sendiri” Biar jelek bayar pajak- meskipun yang keren tetap harus bayar pajak juga”, atau yang gak tahu diuntung “Buronan mertua” “Warisan Babe”. Atau bahkan bacaan yang paling berbahaya sekalipun pernah juga saya baca, yakni stiker yang bertulisan “Jika anda dapat membaca tulisan ini berati anda sangat dekat dengan kendaraan ini”- belum selesai saya membaca tulisan tsb tiba-tiba gubrak...tuiing... prang... (sorri gubrak doang ding, gak pake tuiing sama prang—emang piring pecah kale) motor saya menabrak kendaraan didepan, kepala saya pusing dan badan saya memar-memar. “Gila tuh mantera, manjur benar” batin saya.

Selain semua bacaan yang pernah saya baca ada satu hal yang saya tidak bisa lakukan, yakni membaca pikiran orang, sumpah saya bukan romy rafael, apalagi deddy cordbuzer. Membaca bacaan yang sudah jelas tulisannya saja kadang saya salah baca apalagi yang kagak ada tulisannya udah sakti kalee.

Dan terakhir, dalam dunia baca-membaca yang membuat saya harus benar-benar jujur demi keselamatan dan keutuhan keluarga saya adalah “istri saya pandai sekali membaca isi dompet saya...” wuaaaaa huhuhu.. :(

“Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan”

Delapan Kebohongan Ibu

Ternyata adahal yang tidak kita ketahui dari pengorbanan seorang Ibu yang begitu besar. Kita begitu sombong untuk melupakan jasa ibu, meskipun hanya sekedar mendoakannya saja.
ini ada Postingan dari Milis Isnet, sayang kalau tidak dibagi-bagi.


Delapan Kebohongan Ibu

Dalam kehidupan kita sehari-hari, kita percaya bahwa kebohongan akan membuat manusia terpuruk dalam penderitaan yang mendalam, tetapi kisah ini justru sebaliknya. Dengan adanya kebohongan ini, makna sesungguhnya dari kebohongan ini justru dapat membuka mata kita dan terbebas dari penderitaan, ibarat sebuah energi yang mampu mendorong mekarnya sekuntum bunga yang paling indah di dunia.

Cerita bermula ketika aku masih kecil, aku terlahir sebagai seorang anak laki-laki di sebuah keluarga yang miskin. Bahkan untuk makan saja, seringkali kekurangan. Ketika makan, ibu sering memberikan porsi nasinya untukku. Sambil memindahkan nasi ke mangkukku, ibu berkata : "Makanlah nak, aku tidak lapar" - KEBOHONGAN IBU YANG PERTAMA.

Ketika saya mulai tumbuh dewasa, ibu yang gigih sering meluangkan waktu senggangnya untuk pergi memancing di kolam dekiat rumah, ibu berharap dari ikan hasil pancingan, ia bisa memberikan sedikit makanan bergizi untuk petumbuhan. Sepulang memancing, ibu memasak sup ikan yang segar dan mengundang selera. Sewaktu aku memakan sup ikan itu, ibu duduk disamping gw dan memakan sisa daging ikan yang masih menempel di tulang yang merupakan bekas sisa tulang ikan yang aku makan. Aku melihat ibu seperti itu, hati juga tersentuh, lalu menggunakan sumpitku dan memberikannya kepada ibuku. Tetapi ibu dengan
cepat menolaknya, ia berkata : "Makanlah nak, aku tidak suka makan ikan" - KEBOHONGAN IBU YANG KEDUA.

Sekarang aku sudah masuk SMP, demi membiayai sekolah abang dan kakakku, ibu pergi ke koperasi untuk membawa sejumlah kotak korek api untuk ditempel, dan hasil tempelannya itu membuahkan sedikit uang untuk menutupi kebutuhan hidup. Di kala musim dingin tiba, aku bangun dari tempat tidurku, melihat ibu masih bertumpu pada lilin kecil dan dengan gigihnya melanjutkan pekerjaanny menempel kotak korek api. Aku berkata :"Ibu, tidurlah, udah malam, besok pagi ibu masih harus kerja." Ibu tersenyum dan berkata :"Cepatlah tidur nak, aku tidak capek" - KEBOHONGAN IBU YANG KETIGA.

Ketika ujian tiba, ibu meminta cuti kerja supaya dapat menemaniku pergi ujian. Ketika hari sudah siang, terik matahari mulai menyinari, ibu yang tegar dan gigih menunggu aku di bawah terik matahari selama beberapa jam. Ketika bunyi lonceng berbunyi, menandakan ujian sudah selesai. Ibu dengan segera menyambutku dan menuangkan teh yang sudah disiapkan dalam botol yang dingin untukku. Teh yang begitu kental tidak dapat dibandingkan dengan kasih sayang yang jauh lebih kental. Melihat ibu yang dibanjiri peluh, aku segera memberikan gelasku untuk ibu sambil menyuruhnya minum. Ibu berkata :"Minumlah nak, aku tidak haus!" - KEBOHONGAN IBU YANG KEEMPAT.

Setelah kepergian ayah karena sakit, ibu yang malang harus merangkap sebagai ayah dan ibu. Dengan berpegang pada pekerjaan dia yang dulu, dia harus membiayai kebutuhan hidup sendiri. Kehidupan keluarga kita pun semakin susah dan susah. Tiada hari tanpa penderitaan. Melihat kondisi keluarga yang semakin parah, ada seorang paman yang baik hati yang tinggal di dekat rumahku pun membantu ibuku baik masalah besar maupun masalah kecil. Tetangga yang ada di sebelah rumah melihat kehidupan kita yang begitu sengsara, seringkali menasehati ibuku untuk menikah lagi. Tetapi ibu yang memang keras kepala tidak mengindahkan nasehat mereka, ibu berkata : "Saya tidak butuh cinta" -KEBOHONGAN IBU YANG KELIMA.

Setelah aku, kakakku dan abangku semuanya sudah tamat dari sekolah dan bekerja, ibu yang sudah tua sudah waktunya pensiun. Tetapi ibu tidak mau, ia rela untuk pergi ke pasar setiap pagi untuk jualan sedikit sayur untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Kakakku dan abangku yang bekerja di luar kota sering mengirimkan sedikit uang untuk membantu memenuhi kebutuhan ibu, tetapi ibu bersikukuh tidak mau menerima uang tersebut. Malahan mengirim balik uang tersebut. Ibu berkata : "Saya punya duit" -KEBOHONGAN IBU YANG KEENAM.

Setelah lulus dari S1, aku pun melanjutkan studi ke S2 dan kemudian memperoleh gelar master di sebuah universitas ternama di Amerika berkat sebuah beasiswa di sebuah perusahaan. Akhirnya aku pun bekerja di perusahaan itu. Dengan gaji yang lumayan tinggi, aku bermaksud membawa ibuku untuk menikmati hidup di Amerika. Tetapi ibu yang baik hati, bermaksud tidak mau merepotkan anaknya, ia berkata kepadaku "Aku tidak terbiasa" - KEBOHONGAN IBU YANG KETUJUH.

Setelah memasuki usianya yang tua, ibu terkena penyakit kanker lambung, harus dirawat di rumah sakit, aku yang berada jauh di seberang samudra atlantik langsung segera pulang untuk menjenguk ibunda tercinta. Aku melihat ibu yang terbaring lemah di ranjangnya setelah menjalani operasi. Ibu yang keliatan sangat tua, menatap aku dengan penuh kerinduan. Walaupun senyum yang tersebar di wajahnya terkesan agak kaku karena sakit yang ditahannya. Terlihat dengan jelas betapa penyakit itu menjamahi tubuh ibuku sehingga ibuku terlihat lemah dan kurus kering. Aku sambil menatap ibuku sambil berlinang air mata. Hatiku perih, sakit sekali melihat ibuku dalam kondisi seperti ini. Tetapi ibu dengan tegarnya berkata : "Jangan menangis anakku, Aku tidak kesakitan" - KEBOHONGAN IBU YANG KEDELAPAN.

Setelah mengucapkan kebohongannya yang kedelapan, ibuku tercinta menutup matanya untuk yang terakhir kalinya.

Coba dipikir-pikir teman, sudah berapa lamakah kita tidak menelepon ayah ibu kita? Sudah berapa lamakah kita tidak menghabiskan waktu kita untuk berbincang dengan ayah ibu kita? Di tengah-tengah aktivitas kita yang padat ini, kita selalu mempunyai beribu-ribu alasan untuk meninggalkan ayah ibu kita yang kesepian. Kita selalu lupa akan ayah dan ibu yang ada di rumah. Jika dibandingkan dengan pasangan kita, kita pasti lebih peduli dengan pasangan kita. Buktinya, kita selalu cemas akan kabar pasangan kita, cemas apakah dia sudah makan atau belum, cemas apakah dia bahagia bila di samping kita. Namun, apakah kita semua pernah mencemaskan kabar dari ortu kita? Cemas apakah ortu kita sudah makan atau belum? Cemas apakah ortu kita sudah bahagia atau belum? Apakah ini benar? Kalau ya, coba kita renungkan kembali lagi..

Di waktu kita masih mempunyai kesempatan untuk membalas budi ortu kita, lakukanlah yang terbaik.

Monday, February 16, 2009

Palentin dan Betawi

Tanggal 14 februari 2009 lalu anak muda ramai merayakan palentin (valentine) yang katanya hari kasih sayang. Pada hari itu anak muda sibuk mengungkapkan kasih sayang dengan saling memberi hadiah, cokelat, bunga dan yang kebablasan kesuciannya untuk sang kekasih. Bagi saya yang berlatarbelakang betawi tidak begitu paham mengapa ada hari semacam itu. Enyak dan Babe saya tidak pernah cerita kalau ada hari kasih sayang, mereka cuma bercerita tentang bukit kasih sayang (jabal rohmah) waktu ziarah pergi haji ke sana. Jabal rohmah adalah bukit tempat bertemunya Nabi Adam dan Hawa ketika berpisah kurang lebih selama seribu tahun selepas diturunkan dari sorga. Begitulah mengapa bukti itu dinamakan bukit kasih sayang (jabal rohmah). Perayaan palentin saya tahu ketika menginjak usia kelas satu smp. Waktu itu sekolah pulang dipercepat sekitar jam 3 sore. Entah ada hubungan atau tidak ketika saya bertanya kepada teman saya mengapa kita pulang lebih awal, teman saya menjawab "sekarang kan hari palentin".
Palentin? Hari apaan tuh batin saya. Kok sejak sd saya tidak pernah diberitahu kalo ada hari palentin?, yg ada hari ibu, hari pahlawan, hari kemerdekaan dan hari libur?. Ah persetan dengan istilah itu, pokoknya saya senang pulang cepat.
Penjelasan tentang palentin baru saya dapat dengan segamblang-gamblangnya ketika saya kelas satu SMA. Saat itu saya bergabung dengan ekskul pendalaman agama Islam (PAI), ya semacam extendnya ROHIS. Valentine itu nama martir yang dibunuh oleh tentara romawi karena paham-pahamnya tentang kasih dan sayang alias cinta. Begini cerita lengkapnya :

"Asal mula Valentine itu berkaitan dengan St. Valentine. Ia adalah seorang pria Roma yang menolak melepaskan agama Kristen yang diyakininya.
Ia meninggal pada 14 Februari 269 Masehi, bertepatan dengan hari yang dipilih sebagai pelaksaan ‘undian cinta’. Legenda juga mengatakan bahwa St. Valentine sempat meninggalkan ucapan selamat tinggal kepada putri seorang narapidana yang bersahabat dengannya. Di akhir pesan itu, ia menuliskan : “Dari Valentinemu”.
Sementara itu sebuah cerita lain mengatakan bahwa Saint Valentine adalah seorang pria yang membaktikan hidupnya untuk melayani Tuhan di sebuah kuil pada masa pemerintahan Kaisar Claudius. Ia dipenjarakan atas kelancangannya membantah titah sang kaisar. Baru pada tahun 496 Masehi, pendeta Gelasius menetapkan 14 Februari sebagai hari penghormatan bagi Valentine.
Akhirnya secara bertahap 14 Februari menjadi hari khusus untuk bertukar surat cinta dan St. Valentine menjadi idola para pecinta. Datangnya tanggal itu ditandai dengan pengiriman puisi cinta dan hadiah sederhana, semisal bunga. Sering juga untuk merayakan hari kasih sayang ini dilakukan acara pertemuan besar atau bahkan permainan bola.
Di AS, Miss Esther Howland tercatat sebagai orang pertama yang mengirimkan kartu valentine pertama. Acara Valentine mulai dirayakan besar-besaran semenjak tahun 1800 dan pada perkembangannya, kini acara ini menjadi sebuah ajang bisnis yang menguntungkan.
Perlahan semarak hari kasih sayang ini merebak keluar dan menular pada masyarakat di seluruh dunia dibumbui dengan versi sentimentak tentang makna valentine itu sendiri. Bahkan anak-anak kecil pun tertular dengan wabah ini, mereka saling berkirim kartu dengan teman-temannya di sekolah untuk menunjukkan rasa sayang mereka.
Sejarah Hari Valentine
Asal mula hari Valentine tercipta pada jaman kerajaan Romawi. Menurut adat Romawi, 14 Februari adalah hari untuk menghormati Juno. Ia adalah ratu para dewa dewi Romawi. Rakyat Romawi juga menyebutnya sebagai dewi pernikahan. Di hari berikutnya, 15 Februari dimulailah perayaan ‘Feast of Lupercalia.’
Pada masa itu, kehidupan belum seperti sekarang ini, para gadis dilarang berhubungan dengan para pria. Pada malam menjelang festival Lupercalia berlangsung, nama-nama para gadis ditulis di selembar kertas dan kemudian dimasukkan ke dalam gelas kaca. Nantinya para pria harus mengambil satu kertas yang berisikan nama seorang gadis yang akan menjadi teman kencannya di festival itu.
Tak jarang pasangan ini akhirnya saling jatuh cinta satu sama lain, berpacaran selama beberapa tahun sebelum akhirnya menikah. Dibawah pemerintahan Kaisar Claudius II, Romawi terlibat dalam peperangan. Claudius yang dijuluki si kaisar kejam kesulitan merekrut pemuda untuk memperkuat armada perangnya.
Ia yakin bahwa para pria Romawi enggan masuk tentara karena berat meninggalkan keluarga dan kekasihnya. Akhirnya ia memerintahkan untuk membatalkan semua pernikahan dan pertunangan di Romawi. Saint Valentine yang saat itu menjadi pendeta terkenal di Romawi menolak perintah ini.
Ia bersama Saint Marius secara sembunyi-sembunyi menikahkan para pasangan yang sedang jatuh cinta. Namun aksi mereka diketahui sang kaisar yang segera memerintahkan pengawalnya untuk menyeret dan memenggal pendeta baik hati tersebut.
Ia meninggal tepat pada hari keempat belas di bulan Februari pada tahun 270 Masehi. Saat itu rakyat Romawi telah mengenal Februari sebagai festival Lupercalia, tradisi untuk memuja para dewa. Dalam tradisi ini para pria diperbolehkan memilih gadis untuk pasangan sehari.
Dan karena Lupercalia mulai pada pertengahan bulan Februari, para pastor memilih nama Hari Santo Valentinus untuk menggantikan nama perayaan itu. Sejak itu mulailah para pria memilih gadis yang diinginkannya bertepatan pada hari Valentine.
Kisah St. Valentine
Valentine adalah seorang pendeta yang hidup di Roma pada abad ketiga. Ia hidup di kerajaan yang saat itu dipimpin oleh Kaisar Claudius yang terkenal kejam. Ia sangat membenci kaisar tersebut, dan ia bukan satu-satunya. Claudius berambisi memiliki pasukan militer yang besar, ia ingin semua pria di kerajaannya bergabung di dalamya.
Namun sayangnya keinginan ini bertepuk sebelah tangan. Para pria enggan terlibat dalam perang. Karena mereka tak ingin meninggalkan keluarga dan kekasihnya. Hal ini membuat Claudius sangat marah, ia pun segera memerintahkan pejabatnya untuk melakukan sebuah ide gila.
Ia berfikir bahwa jika pria tak menikah, mereka akan dengan sennag hati bergabung dengan militer. Lalu Claudius melarang adanya pernikahan. Para pasangan muda menganggap keputusan ini sangat tidak manusiawi. Karena menganggap ini adalah ide aneh, St. Valentine menolak untuk melaksanakannya.
Ia tetap melaksanakan tugasnya sebagai pendeta, yaitu menikahkan para pasangan yang tengah jatuh cinta meskipun secara rahasia. Aksi ini diketahui kaisar yang segera memberinya peringatan, namun ia tak bergeming dan tetap memberkati pernikahan dalam sebuah kapel kecil yang hanya diterangi cahaya lilin, tanpa bunga, tanpa kidung pernikahan.
Hingga suatu malam, ia tertangkap basah memberkati sebuah pasangan. Pasangan itu berhasil melarikan diri, namun malang ia tertangkap. Ia dijebloskan ke dalam penjara dan divonis mati. Bukannya dihina, ia malah dikunjungi banyak orang yang mendukung aksinya. Mereka melemparkan bunga dan pesan berisi dukungan di jendela penjara.
Salah satu dari orang-orang yang percaya pada cinta itu adalah putri penjaga penjara. Sang ayah mengijinkannya untuk mengunjungi St. Valentine di penjara. Tak jarang mereka berbicara selama berjam-jam. Gadis itu menumbuhkan kembali semangat sang pendeta itu. Ia setuju bahwa St. Valentine telah melakukan hal yang benar.
Di hari saat ia dipenggal,14 Februari, ia menyempatkan diri menuliskan sebuah pesan untuk gadis itu atas semua perhatian, dukungan dan bantuannya selama ia dipenjara. Diakhir pesan itu, ia menuliskan : “Dengan Cinta dari Valentinemu.”
Pesan itulah yang kemudian merubah segalanya. Kini setiap tanggal 14 Februari orang di berbagai belahan dunia merayakannya sebagai hari kasih sayang. Orang-orang yang merayakan hari itu mengingat St. Valentine sebagai pejuang cinta, sementara kaisar Claudius dikenang sebagai seseorang yang berusaha mengenyahkan cinta."

Nah, kalo cerita tentang valentine itu cerita tentang perjuangan cinta, anehnya para pemuda melegalkannya dengan berjualdiri karena cinta. Berapa banyak para pemuda yang memanfaatkannya untuk kepentingan sesaat, melakukan yg seharusnya tidak pantas untuk dan atas nama cinta. Jadilah si Mila perutnya gendut tanpa ada suaminya, atau si Kokom yang terpaksa menggugurkan kandungan karena keluarganya malu menanggung aib. Menurut saya sudah banyak gadis-gadis yang menjadi korban atas nama palentin. Gadis-gadis yang lugu yang disuruh berkorban atas nama cinta pada hari palentin. Pengorbanan kesucian yang seharusnya diserahkan pada saat yang tepat dan dengan suami yang syah. Kiranya perlu kita luruskan makna palentin bagi anak cucu kita. Agar mereka mengetahui bahwa cinta dan kasih sayang itu murni tidak bisa dicampur baur dengan nafsu. Dan di Betawi, sudah ada tradisi mengungkapkan cinta dan kasih sayang, yakni pada saat lebaran kumpul sama orangtua, sanak saudara, juga anak istri sambil mengucapkan taqoballahu mina wa minkum. Toh kalau mau mengucapkan sayang juga tidak perlu harus menunggu waktunya. Katakan saja setiap hari sewaktu anak mau sekolah, sewaktu mau tidur, atau sewaktu pulang bekerja. Kata-kata salam dan pujian terhadap keluarga, teman dan handai taulan juga merupakan ungkapan kasih sayang bukan??. Atau yang ingin lebih dalam lagi ungkapan cinta kepada Allah seperti Mahabah cintanya Rabiattul Adawiyah.. silahkan saja.


Bang Jali.
(orang yg punya cinta juga)

Sunday, February 08, 2009

Family Contemplation

Waktu menunjukan pukul sebelas malam, diluar lalu lalang kendaraan sudah hampir tak terdengar, hanya beberapa orang anak muda berbicara riuh sambil sekali-kali tertawa didepan warung indomie milik tetangga. Badan sudah terasa letih, tetapi pekerjaan kantor yang terpaksa aku bawa kerumah belum kelar-kelar juga, padahal pekerjaan ini harus selesai esok hari sesuai kontrak yang telah ditandatangani. Program yang dipesan client harus sudah siap running dan aku harus menyelesaikannya malam ini juga. Huh benar-benar menyebalkan. Sebagai seorang profesional harusnya aku menaati time table. Tetapi sebagai programmer yang bekerja berdasarkan mood, sulit bagiku untuk menargetkan hal itu. Sama seperti seniman yang tidak mungkin bisa dipaksa menuntaskan karyanya jika tidak sedang menemukan harmoni baru, atau penulis yang sedang merasa jumud sehingga ide-ide kreatifnya menjadi tumpul atau bahkan pencipta lagu yang tak bisa menumpahkan nuansa-nuansa nada yang tepat untuk lagu-lagunya, semua akan merasa jengkel dan sebal dalam kondisi seperti itu. Tapi mengingat tiket ke Jogja sudah dibeli, dan client sudah menunggu disana, aku menjadi tak enak, terpaksa ku coba menuntaskan itu semua, semampuku. Untuk membuat suasana terasa nyaman, ku putar lagu “The Moment”nya Kenny G, sejurus kemudian suara saxopone mendayu-dayu memenuhi seluruh ruangan. Nah ini baru nyaman, kondisi seperti ini yang bisa membantu pikiran menjadi jernih. Ya, kadang musik bisa membuat pikiran terkonsentrasi atau malah sebaliknya. Sohib lama teman sekolah SMU dulu, pernah bercerita, bahwa ia baru bisa belajar jika ditemani musik, ada yang senang mendengarkan musik sendunya Katon Bagaskara dengan “Semoga”nya atau malah musik cadas bin keras seperti Metalica atau Sepultura. Untuk jenis musik terakhir malah dipakai untuk menginterogasi tahanan Guantanamo oleh agen-agen CIA. Ya musik memang dapat digunakan untuk apa saja.

Malam semakin larut, lagu-lagu MP3 yang aku putar sudah berputar-ulang beberapa kali. Aku sudah tidak sanggup lagi berpikir. Aku harus menemukan triger baru untuk membuatku tetap semangat. Ku dengar suara tangis kecil dari kamar anakku. Terpaksa aku bangkit dari tempat duduk, pergi kekamar anak-anakku untuk memastikan mereka tidur dengan nyenyak. Ya, sedikit perhatian kepada anak sanggup membuatku bertahan hidup dalam kondisi apapun. Kali ini kutatapi wajah-wajah mereka satu persatu. Kata orang, jika engkau ingin menumpahkan rasa sayang pada keluargamu, pada anak dan istrimu, lihatlah waktu mereka sedang tidur, niscaya engkau akan iba kepada mereka.
Perlahan kutatapi wajah si sulung, seorang gadis kecil yang cantik dengan rambut ikal sebahu. Aku menerawang kepada waktu silam ketika ia balita, ketika ia bayi, bahkan ketika ia belum lahir. Aku berusaha mengingat-ingat kejadian itu satu persatu, seperti menguntai mutiara dari satu baris kebaris yang lain. Ya si sulunglah penumpang pertama dalam bahtera rumah tangga kami. Jarak kelahirannya cukup lama dari hari pernikahan kami. Istriku mengandungnya ketika usia pernikahan kami beranjak bulan kesembilan. Masa sembilan bulan itu bagiku merupakan penantian yang cukup lama. Karena aku sangat berharap bahwa ia akan menjadi pengikat rumah tangga kami, aku takut kalau-kalau aku tidak memiliki keturunan meskipun aku tahu bahwa kekhawatiran ku itu berlebihan. Masih banyak pasangan-pasangan lain yang baru mempunyai anak setelah dua, tiga sampai lima tahun, bahkan setahuku Pak Amin Rais baru mempunyai anak setelah sebelas tahun pernikahan beliau. Tapi tetap saja aku khawatir karena aku sangat merindukan anakku yang pertama.

Ketika Ia lahir, kubuatkan puisi indah untuk menyambutnya, kurangkai kata-kata manis dalam janjiku untuknya, janji seorang ayah yang akan menumpahkan segala kasih sayang yang ia miliki untuk anaknya tersayang.
Kutatap kembali wajahnya dengan seksama. “Nak, ternyata kamu sekarang sudah besar. Tak berasa aku melihat pertumbuhanmu, engkau kini sudah bukan lagi balita, engkau kini seorang gadis berusia delapan tahun dengan bakat kecantikan yang engkau warisi dari ibumu”. Wajahmu ayu dan kulitmu putih bersih dengan sedikit noda-noda hitam di pahanya. Astagfirullah,Aku terhenyak, mengapa ada bekas luka di pahanya. Pikiran ku coba menebak-nebak apa yang terjadi padanya, tak terasa air mata meleleh ketika aku tersadar bahwa akulah yang melakukan itu semua, Aku menangis mengingat kesalahanku padanya belakangan ini. Ya, semenjak ia memasuki usia sekolah dasar, aku kerap memperlakukannya sebagai orang dewasa, aku keras kepadanya jika ia melanggar perintahku, bahkan tak segan-segan aku mencubitnya jika ia membantah. Aku tak sadar bahwa ia hanyalah seorang anak yang kebetulan lahir pada urutan pertama dan itupun atas kehendak Allah, kalaupun ia bisa memilih, mungkin ia tak akan mau memilih aku sebagai orangtuanya. Astagfirullah ya robbi, kemana perginya rasa sayangku kepadanya, kemana janji-janjiku untuk memanjanya ketika ia lahir. Mengapa aku begitu egois, tidak mau sedikitpun mengalah mendengarkan keinginannya. Nak, maafkan ayahmu ini, ayah tidak bermaksud menyakitimu, ayah sangat sayang padamu.
Ku belai rambutnya perlahan, dan kuusap pipinya dengan punggung tanganku sambil membereskan selimutnya. Aku menerawang jauh, menembus kegelapan malam. Pikiranku melampaui sejarah masa silam,masa-masa jahiliah dijazirah arabia dimana para quraisy membunuh anak-anak perempuan mereka karena merasa bahwa anak perempuan adalah aib bagi keluarga. Aku menangis mengingat cerita Umar Bin Khatab ra (Tokoh kedua setelah Nabi yg saya kagumi) saat masih jahiliyah dimana beliau telah membunuh anak perempuannya. Ketika itu Umar ra membeli dan memakaikan baju baru kepada anak perempuannya yang usianya kira-kira sebaya dengan usia anakku. Umar ra ingin mengajak anak perempuannya pergi jalan-jalan. Betapa senangnya hati sang anak diajak pergi jalan-jalan oleh ayahnya tanpa berfirasat apapun. Ketika sampai di sebuah lubang yang sudah dipersiapkan, dilemparnya anak itu dan dikuburnya hidup-hidup. Sang anak menjerit dan berteriak, ayah apa salah kami, mengapa kau bohongi kami, mengapa engkau mengubur kami hidup-hidup. Apalah arti teriakan seorang anak kecil dibandingkan tangan kekar sang ayah. Sang anak tewas dengan tubuh terkubur hidup-hidup. Setelah masuk Islam, Umar ra selalu menangis mengingat kejadian itu bahkan pernah berkali-kali pingsan mengetahui besarnya dosa yang pernah dilakukan terhadap anak perempuannya. Tak terasa airmataku mengalir deras membayangkan apa yang telah aku lakukan, mungkin tidak sama persis dengan Apa yang diperbuat Umar ra(Semoga Allah merahmati beliau), tetapi tetap saja aku telah menzhalimi anakku bahkan aku lupa tentang hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah ra tentang keutamaan anak perempuan dimana pada suatu masa Aisyah ra melihat seorang pengemis tua bersama seorang anak perempuannya. Sang anak meminta makanan kepada ibunya sedangkan sang ibu hanya memiliki sebutir kurma, lalu dibelahduanya kurma itu, sebagian untuknya sebagian lain diberikan kepada anak perempuannya. Ketika Ia hendak mengunyah makanannya, sang anak meminta kembali makanan itu. Akhirnya seluruh potongan kurma itu diberikan kepada anak perempuannya. Aku (Aisyah ra) menceritakan kepada nabi kejadian itu. Kata Nabi "Barang siapa diberi Anak Perempuan dan Ia merawatnya dengan sungguh-sungguh maka baginya surga firdaus- mutafaq alaih". Sungguh Nabipun mengajarkan kita memuliakan anak-anak perempuan kita. “Nak... maafkan kekhilafan ayah mu”.

Aku tahu, mendidik anak perempuan tidaklah semudah mendidik anak lelaki, anak perempuan bagaikan tiara yang terbuat dari kaca. Tidak boleh di pegang dengan keras, nanti akan pecah, tidak boleh juga dipegang terlalu lunak, nanti akan jatuh berkeping-keping. Aku tahu, jalan yang engkau hadapi akan berliku-liku, engkau akan menjadi tiang negeri ini. Pada rahimmu akan lahir generasi generasi pengganti, engkau adalah madrasah keluarga karena dari didikanmulah akan lahir para pembela kebenaran. Puteriku, engkau akan menjadi wanita mulia jika engkau mematuhi Allah dan Rasulmu.

Setelah puas memandangi sisulung, aku beralih kepada anak yang nomor dua, seorang anak lelaki menginjak usia 5.5 tahun, duduk di TKB. Dialah anak lelaki yang pada kelahiranya membuat duniaku bergetar. Kuharap ia akan menjadi penggantiku untuk melindungi keluarga, melindungi ibunya, melindungi kakaknya dan melindungi adiknya.
Aku memang begitu mengharapkan anak lelaki. Bahkan mungkin bukan cuma aku, Semua orang pasti sangat bangga dengan anak lelakinya. Sikap ini memang tidak baik bahkan harus diluruskan. Bukankah sikap para quraisy yang berlebihan menyanjung anak lelaki menyebabkan mereka membunuh anak-anak perempuannya. Tapi aku tidak bermaksud membeda-bedakan anak lelaki dan perempuan. Aku hanya menegaskan, laki-laki berbeda dengan wanita secara fisik, dan perbedaan itu diikuti pula dengan tanggungjawab yang berbeda. Secara naluriah laki-laki lebih kuat dan perempuan lebih lemah. Untuk itulah laki-laki ditugaskan untuk melindungi wanita. Hanya para pengecut yang tega menganiaya wanita dan hanya para suami pecundang yang mampu menyakiti istrinya. Sedang Nabi pernah bersabda “Semulia-mulianya manusia adalah manusia yang memuliakan wanita (istrinya), dan akulah orang yang paling sayang terhadap keluargaku”.
Kembali kepada anak lelaki ku, kepadanya aku mengharap agar ia mampu untuk mandiri sejak dini, karena kemandirian akan membentuknya menjadi laki-laki yang bertanggung jawab. Laki-laki yang memahami bahwa hidup di dunia ini bukanlah sekedar bermain, tetapi akan diminta pertanggungjawabanya kelak di akhirat nanti. Sebagai lelaki kelak ia akan sendiri, ia akan berkeluarga dan membawa istrinya pergi entah kemana. Tanggung jawab yang besar yang menanti dipundaknya harus dipersiapkan sejak dini.Ia harus mengerti bahwa dirinyalah yang menentukan arah jalan hidupnya, bukan orang lain. Orangtua hanya bisa berdoa kepada Allah, agar anak-anaknya diberi jalan yang lurus bukan jalan bengkok nan berliku penuh dengan dosa dan hina (“Ihdinas shirotol mustaqim, shirotol ladzina a’n amta ‘alihim, ghoiril maghdubi ‘alaihim waladdholliin”).

Cerita tentang laki-laki, tentu aku sangat bangga menceritakan tentang kisah Umar ra kepada anak laki-laki ku. Ya, Umar ra bagi ku adalah laki-laki sejati, berkarakter tegas tetapi memiliki hati selembut sutra. Pendapatnya dibenarkan alqur’an, sepak terjangnya di bela Allah. Setan pun menyingkir mendengar derap langkah kakinya. Karena kekuatan karakternya pula khamar yang dipegang oleh arab badui berubah menjadi susu. Itulah ciri mukmin sejati. Malam bagaikan rahib di lembah syahdu, siang bagai singa diraja. Ciri mukmin yang mendapat poin plus-plus dari Allah ajja wajalla.

Selimut yang tergeser oleh kaki anak lelaki ku telah aku rapikan, sekali-sekali aku tepuk nyamuk yang mencoba datang untuk menggigit. Lama kupandangi wajah lucunya, aku hanya bisa bergumam, semoga apa yang aku cita-citakan tentang kemulyaan hidup baginya dikabulkan Allah Subhanawata’ala.

Setelah kupastikan kedua anakku tidur dengan nyenyak, aku beranjak ke kamar dimana istriku sedang menemani anak bayi ku yang ketiga, umurnya baru sembilan bulan tetapi karakternya seolah-olah bukan bayi lagi. Ia tidak mau makanan bayi, maunya nasi. Kalau nangis tidak seperti tangis bayi, tetapi seperti tangis anak kecil, berteriak-teriak sambil guling-guling. Suka berteman dengan teman-teman kakaknya, bahkan ingin main bersama mereka. Aku tak habis fikir, bocah jaman sekarang bagiku cukup ajaib.

Setelah puas berdoa untuk bayiku, aku mengalihkan pandangan kepada istriku. Orang yang sangat berjasa bagiku selama sembilan tahun pernikahan ini. Bagaimana tidak, pernikahan bagiku adalah sebuah “perbudakan”, dan ia rela menyerahkan dirinya untuk menjadi “budak” bagi kehidupanku selanjutnya. Istilah apalagi yang pantas disebut kalau bukan “budak”, seseorang yang mengabdi pada orang lain, tanpa meminta balasan hanya keridhoan dari Allah, dan minta diceraikan kalau pelayanannya bagiku tidak memuaskan diriku. Adakah manusia seperti itu kalau bukan “budak?”. Ya, berbahagialah kedua orangtuanya yang memiliki anak yang sholehah dan patuh kepada suami. Terima kasih bapak/ibu mertua yang memberikan anaknya yang baik kepadaku dan aku mohon maaf jika aku belum bisa memberikan kebahagiaan seperti yang diinginkannya. Untukmu istriku, maaf jika aku tidak sabar, ketika engkau meminta keridhoan padaku, aku sudah berikan sebelum engkau memintanya, aku tahu engkaulah yang paling banyak berkorban untuk keluarga ini. Engkau yang paling dapat menentramkan keluarga jika riak-riak gelombang dan panas kehidupan mulai menyusup kedalam keutuhan keluarga kita. Aku tahu sejak pertama kali kita berjumpa, bahwa aku tidak akan salah pilih tentang kamu. Semoga Allah meridhoi langkah-langkah kaki kita. Amin. Ya allah bantu aku untuk meneladani Nabimu dalam memuliakan istri, semoga engkau tetap merapatkan barisan rumah tangga ini dalam menuju ridhoMu.

Malam semakin larut, sedikit kontemplasi tentang keluarga membuat ghirahku terbakar kembali. Semangat untuk memberikan yang terbaik untuk keluarga memacuku untuk menuntaskan semua pekerjaan ini. Tiadalah yang diberikan oleh suami kepada keluarganya akan sia-sia, melainkan dimata Allah dihitung sebagai pahala jihad.

Robbana hablana minadzwazina wadzuriati qurrota a’yun, wajalana limutaqimma imaaman.

In the midle of the Night.