Miris sekali melihat perkembangan pemberantasan korupsi dinegeri ini, keadilan dan nurani dikangkangi oleh gengsi dan balas dendam. Para pencuri dibela, para penegak hukum dipidana. Sungguh bangsa ini sedang mengundang azab untuk datang memporakporandakan negeri ini.
Adalah para petugas KPK yang notabene melaksanakan kewenangannya sebagai penegak hukum malah dijadikan tersangka oleh polisi, pasal yang dikenakannya pun tidak ada hubungannya dengan suap, mencuri, korupsi dan perbuatan bejat lainnya. Sang petugas, Chandra dan Bibit dijadikan tersangka lantaran dianggap melanggar pasal 23 UU No 31/1999 jo pasal 421 KUHP jo pasal 15 UU 20/2001 tentang Tipikor.
Mereka diduga menyalahgunakan wewenang atau sewenang-wenang memakai kekuasaannya memaksa orang untuk membuat, tidak berbuat atau membiarkan barang sesuatu atas penetapan keputusan bepergian ke luar negeri atas nama Joko Chandra dan penetapan keputusan pelarangan berpergian ke luar negeri atas nama Anggoro Widjaja.
Bagi para ahli hukum, hal ini sangat aneh dan menimbulkan geram, apalagi saya yang awam, yang hanya bisa melihat dari apa yang telah mereka lakukan hanyalan sebatas menjalankan undang-undang, tanpa sedikitpun terlibat oleh kasus penyuapan.
Harapan kepada para polisi sang “buaya” sebagai hamba hukum terdepan dalam menegakan supremasi hukum kembali sirna, luruh seiring luruhnya kepercayaan yang mereka pertontonkan dalam bualan-bualan di media massa. Harapan kepada kejaksaan sang “godzila” pun telah musnah sejak dulu kala sejak sang pendekar gedung bundar, Urip sang pendusta dan penginjak martabat adigung terbukti melakukan perbuatan tercela. Lebih-lebih, para begawan digedung bundar itu seperti pembawa virus bagi lembaga lainnya.
Seorang Antasari yang alumni gedung itu, kini menjadi perusak lembaga kepercayaan masyarakat satu-satunya dalam memberantas korupsi. Testimoninya seperti pepatah jawa, rawa-rawa rantas, malang-malang putung. Kalau hancur, hancurlah sekalian. Ia hantam dan fitnah koleganya di KPK. Sepertinya ia tidak ingin membusuk sendirian disana. Terpilihnya Antasari ;dengan rekam jejak yang kurang baik; sebagai anggota dan ketua KPK seperti membawa bencana dan cobaan berat bagi KPK. Sepertinya para anggota dewan yang memilihnya sudah merancang jauh-jauh hari untuk menghancurkan KPK, dengan menempatkan alumni gedung bundar, Antasari sebagai jajaran pimpinan KPK, yang sudah jauh-jauh hari banyak orang yang menolak dan meragukan kapabilitasnya, kini semua keraguan itu seperti terbukti didepan mata.
Para wakil rakyatpun setali tiga uang, malah bersemangat menelanjangi fungsi dan lembaga pemberantas korupsi itu dengan menghilangkan taring penuntutan yang justru disitulah letak ketajaman KPK. Logika sederhana, jika tidak bisa menuntut, untuk apa KPK berdiri, dan KPK berdiri bukankah karena keadaan yang memaksa karena polisi dan kejaksaan telah mandul. Jika penuntutan dikembalikan ke kejaksaan bukankah malah tuntutan itu bisa dimain-mainkan dengan SP3; yang selama ini tidak dikenal di KPK; karena sekali saja seorang menjadi tersangka maka KPK akan terus menuntut sampai keputusan pengadilan di ketok hakim. Korupsi adalah Extraordinary Crime, kejahatan luar biasa yang mampu menghancurkan sendi-sendi bangsa, ia lebih kejam dari terorisme bahkan lebih busuk dari terorisme itu sendiri. Teroris hanya menghancurkan target mereka dengan jelas dan korbannya pun jelas, tetapi korupsi menghancurkan tulang punggung bangsa, merampas hak anak-anak yatim, merebut rezeki orang miskin dan menghancurkan ekonomi rakyat kecil. Sungguh besar dampak kejahatan yang ditimbulkan dari korupsi.
Ketika para wakil rakyat yang telah kehilangan nurani itu bersemangat membonsai fungsi KPK, sang pemimpin negeri ini juga terlihat tampak lugu dan pura-pura tidak tahu, Ia yang peragu, malah membiarkan kejahatan terjadi didepan matanya. Ia membiarkan semua itu karena tak paham, atau sengaja lari dari tanggung jawab. Bukankah sebagai pemimpin seharusnya ia bicara tegas, cukuplah jaminan dari dirinya bahwa ia akan terus mendukung upaya pemberantasan korupsi dengan memberikan support kepada lembaga pemberantas korupsi yang telah dijualnya dalam kampanye politik sehingga mengangkatnya kembali menjadi presiden pada periode kedua. Tapi tidak, ia tidak memberikan support, ia mendiamkan itu semua dengan dalih bukan wewenang seorang presiden.
Jujur saja saya sebagai rakyat merasa ngeri dengan azab yang akan turun berikutnya bagi bangsa ini ketika pemimpin tidak lagi bisa melindungi rakyatnya, ketika pemimpin terlihat zalim ;meski ia tidak merasa melakukan kezaliman karena empatinya telah hilang. Takutlah akan doa para orang yang teraniaya, yang tiada jarak antara doanya dengan Allah. Takutlah akan doa para hamba yang berdoa karena melihat ketidak adilan telah meraja lela di bumi Indonesia. Doa itu mungkin bukan hanya datang dari petugas KPK yg saat ini diposisi teraniaya, tetapi dari kita, rakyat Indonesia yang tergerak hatinya, yang gusar hatinya melihat kemungkaran terjadi kasatmata didepan mata. Ketika doa-doa orang teraniaya mengalir dalam tangisan mereka, ketika tengadah tangan terjulur dari hamba-hamba yang lemah, dari rakyat-rakyat yang tak berdaya maka tiadalah yang akan datang kecuali azab yang akan turun kepada para pemimpin dan wakil rakyat, seperti turunnya azab kepada namrud, atau turunnya azab pada firaun,
Naudzubilah midzalik. Kita berlindung kepada Allah dari yang demikian itu.
Tuesday, September 15, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment