Thursday, November 19, 2009

Iblis pun berkorban

Life is struggle and every struggle needs sacrifice and the real sacrifice is do sincere with disinterested

Hidup adalah perjuangan dan setiap perjuangan membutuhkan pengorbanan dan pengorbanan yang sesungguhnya adalah melakukan dengan tulus tanpa pamrih (ikhlas)

Dalam perjalanan hidupnya didunia sebagai tempat persinggahan menuju tujuan akhir yakni akhirat, manusia senantiasa dihadapkan kepada satu hal yang tidak bisa dihindari yakni bahwa hidup didunia harus dengan susah payah.

Alquran dengan jelas menerangkan hal itu.
QS:90, 4. Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah.

Jadi secara pabrikan (OEM) standard manusia dibuat dengan kondisi bersusahpayah, tinggal pemaknaan dan penerimaan rasa dari setiap individu yang berbeda-beda.
Karena takdir, ada yang sejak bayi sudah menjadi konglomerat, karena takdir pula ada yang lahir dalam kondisi terbuang dan tak diinginkan. Seiring dengan perjalanan mengisi kehidupan, barulah masing-masing individu diberikan akal dan fikiran yang berguna untuk menentukan arah masing-masing, apakah ia senang bermalas-malasan sehingga tetap menjadi miskin, atau apakah ia akan rajin dan merubah nasibnya sendiri sehingga ia menjadi kaya raya. Tapi tetap itu semua tidak menghindarkan manusia untuk tetap bersusah payah dalam segala aktifitas kehidupannya.

Dalam kondisi bersusahpayah itu, Allah pun menguji manusia untuk memberikan pengorbanannya sebagai ujian untuk mengetahui mana emas dan mana loyang, mana beriman dan mana yang kafir.
Dalam tahap pengorbanan itulah manusia dihadapkan dalam satu kondisi yang tidak enak, karena memberikan sebagian nikmatnya untuk mahluk lain. Disini keikhlasan hadir sebagai keyword, sebagai kata kunci yang membedakan pengorbanan seorang manusia dengan manusia lainnya, seperti perbedaan qurbannya habil dengan qobil.

Keikhlasan Kuadrat

Ketika manusia dalam kondisi sulit, ketika manusia dalam kondisi dibawah titik nadhir, sesungguhnya itu adalah saat yang tepat untuk menghadirkan dua keikhlasan. Pertama, ikhlas menerima takdir bahwa saat itu nasib sedang berada dilevel bawah, dimana tidak ada manusiapun yang mau jika diberikan kondisi seperti itu. Kedua; ketika dalam kondisi dibawah, tetap mampu berkorban dengan ikhlas untuk orang lain. Pengorbanan yang tidak harus berbentuk ternak, tetapi berbentuk materi atau hal lain seperti tenaga dan kesabaran.

Jika kita merasa sebagai orang yang paling menderita (baca: merasa dititik nadhir), apakah kita sudah membandingkan dengan orang lain disekeliling kita, apakah rasa menderita itu karena kita yang kurang sabar atau karena kita belum bisa menghadirkan keikhlasan atas kondisi itu, bagaimana mungkin kita bisa memberikan pengorbanan lain, jika untuk diri sendiri saja kita belum ikhlas. Bagaimana bisa mendapatkan ikhlas kuadrat sedang menghadirkan ikhlas yang pertama saja tidak sanggup.

Karena Perbuatan Sendiri

Jika seorang yang jatuh karena kemaksiatannya, jika seorang kini berada dititik nadhir karena kejahatannya, lantas ia merasa telah berkorban karena menerima hukuman dari Allah atas perbuatannya, dan merasa ikhlas dalam menerima hukuman itu, maka apakah pantas dikatakan ia telah berkorban, padahal peristiwa itu terjadi akibat perbuatannya sendiri. Jika seorang pejabat merasa dizhalimi, jika seorang pembesar merasa dibenci, sedangkan hujatan masyarakat itu datang atas perbuatan dirinya sendiri, pantaskan sang pembesar merasa menjadi korban, kemana nurani yg dulu ditinggalkan saat berbuat curang kepada ummat dan masyarakat
Jika para koruptor itu merasa dirinya telah berkorban maka bisa dikatakan iblispun telah berkorban bukankah demikian?.


Wallahualam Bishowab.

No comments:

Post a Comment