Saat itu penghujung desember 2008, saat aku duduk menatap televisi bersama anak lelaki ku yang berusia 51/2 th, aku terhenyak melihat gaza digempur habis-habisan oleh israel dari segala penjuru, kemudian televisi menampilkan wajah-wajah bocah Palestina yang berlumuran darah.
Saat itu aku geram, geram dengan gigi geraham bergeletak, sembari melihat ke arah anakku dan membayangkan kalau korban itu adalah dirinya, aku menangis, aku marah, tetapi tak bisa melakukan apa-apa.
Sang anak bertanya kepada ku, “Abi, mengapa anak-anak Palestina itu dibunuh, mengapa ada orang jahat yang bisa berbuat seperti itu?. Israel itu kok jahat ya bi...”.
“Nak, Allah sedang sayang kepada bocah-bocah itu, mereka sedang berlomba menuju surga.” Jawabku diplomatis tak tahu harus berkata apa. Bagaimana menjelaskan kondisi ini kepada anakku, selain menceritakan tentang sejarah Israel yang berlumuran darah. Aku bukan tipe manusia penghasut, aku biarkan anak-anak ku menilai sendiri tentang manusia-manusia yang baik dan jahat tanpa tendensi apa-apa. Biar mereka mengetahui sendiri dari buku dan televisi tentang sejarah manusia-manusia durjana Israel.
Hari berikutnya, anakku senang sekali menggambar peristiwa perang gaza, Ia membuat jagoan sendiri dengan latar belakang bendera Palestina disatu sisi, dan disisi lain tank-tank israel sedang hancur lebur. Bahkan ketika bermain game beachead, Ia memposisikan sebagai mujahid Palestina, sedangkan musuh-musuh, tank, pesawat dan helikopter yang datang sebagai tentara israel. Begitu bangganya ia. Aku hanya bisa berdoa, semoga Allah selalu memberikan dirinya pemahaman yang benar, pemahaman yang membawanya selamat dunia dan akhirat, baik tentang ilmu dunia, maupun ilmu akhirat. Amin...
Wednesday, January 28, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment