Judul blog ini memang sedikit berbau primordialisme alias kesukuan, apalagi link blog ini www.celotehanakbetawi.blogspot.com dengan terang-terang mengusung nama betawi. Tetapi tidak berarti bahwa blog ini hanya bercerita tentang betawi, atau orang betawi atau hanya orang betawi yang boleh baca. Blog ini bercerita tentang sisi kemanusiaan anak bangsa yang kebetulan lahir dan berdomisili di betawi, enyak babe-nya orang betawi, engkongnya juga orang betawi. Nah dari sisi inilah pandangan-pandangan itu berpijak. Pandangan dengan latarbelakang betawi berikut atribut yg melekat yakni melayu, islam, mayoritas NU, kaum urban, mayoritas kelas menengah kebawah, dan sedikit ganteng, ceilee... :).
Ngomong-ngomong tentang ganteng, saya rasa wajar orang betawi ganteng-ganteng macam si pitung, si dul dan bang foke dengan kumisnya (Bang Foke orang betawi-kan ya?), juga noninya cakep-cakep. Karena suku betawi itu berasal dari campuran berbagai macam suku bangsa, ada arab, cina, jawa sunda dan lain-lain. Nah menurut gregori mendel, penemu tentang gen, gen yang datang dari campuran berbagai jenis itu membuat ras yang unggul, seperti ketahanan fisik terhadap penyakit, kecerdasan, dan bentuk yang bagus. Nah ganteng itu salah satu hasil pencampuran gen. Tapi nih, kalau ente tanya soal kegantengan Bang mandra :) (maaf ya Bang.. cuman buat sample aja kok) saya tidak tahu persis, tanya saja sama istrinya...
Kembali ke Betawi.
Nah dari dulu suku betawi ini terkenal inklusif/terbuka terhadap pendatang dan tidak pernah memiliki sifat arogan. Mereka menganut sikap tamu harus dihormati. Nah arogansi dan sifat penolakan betawi akan muncul jika mereka sudah tidak dihormati atau merasa harga dirinya di injak-injak.
Waktu kerusuhan mei 1998, kebetulah daerah saya dekat Binus dimana mayoritas pendatang adalah mahasiswa chinese, warga sekitar yang mayoritas orang betawi bahu membahu melindungi etnis tionghoa tsb. Sepanjang jalan Kh Syahdan sampai KH Taisir, semua mahasiswa tionghoa disuruh masuk kerumah-rumah warga dan jangan keluar rumah. Sedang kami para pemuda berjaga-jaga didepan mulut jalan dengan membawa senjata tajam untuk menghalau perusuh dari luar dan pita putih diikat dilengan sebagai tanda pengenal, Waktu itu Cing Aji Ali pengurus mesjid darussalam depan binus syahdan ngasih tausiah setelah sholat jumat supaya para pemuda ngejagain kampung karena ada isu penyerbuan dari luar dan katanya sudah sampai di slipi. Alhamdulillah Binus dan sekitarnya aman, meski ada beberapa tempat seperti batusari dan slipi yang hangus dibakar massa, tetapi itu tidak mengurangi penilaian bahwa pada dasarnya orang betawi cinta damai.
Ngomongin soal cinte damai, ada cerita menarik dari keluarga saya. Dahulu almarhum babe punya kenalan dagang seorang etnis tionghoa, namanya Koh Nadin (Apa kabar keluarga koh Nadin, Gong xi fat coi ye). Nah Persahabatan Babe sama Koh Nadin ini sudah ibarat saudara kandung, tiap lebaran enyak kirimin ketupat ke keluarga engkoh, begitu juga tiap imlek, si engkoh selalu kirim kue keranjang, dodol cina dll. Kebiasaan ini berlanjut sampe sekarang, meskipun orangtua-orangtua kami sudah meninggal, tradisi ini tetap kami teruskan, yah sebagai ajang silaturahmi.
Ada kejadian lucu waktu remaja dulu, ketika saya mengantarkan ketupat lebaran kerumah engkoh bersama Abang ipar saya. Rumah si engkoh terletak di deretan taupekong Palmerah, persis dibelakang Pasar Palmerah, rumah itu terletak dalam satu kompleks, kalau sekarang orang menyebutnya town house kali ye. Nah di kompleks itu mayoritas punya piaraan anjing. Abang Ipar saya paling takut sama anjing. Sewaktu masuk gerbang kompleks, kita celingak celinguk aman apa kagak, ternyata anjing-anjing itu enggak ada,so langsung motor kita selonong boy ke rumah si engkoh. Begitu sampai didepan rumah si engkoh, motor langsung saya parkir, Abang ipar saya langsung ketuk pintu dengan semangatnya, tok tok tok, begitu pintu dibuka yang keluar duluan malah dua anjing tinggi besar sambil menggongong dengan manisnya, bruuaar, bruuar (aneh juga saya dengernya, kok anjing bunyinya enggak guk guk, tapi bruar bruar...) Abang Ipar saya langsung kaku tak bergerak sambil ngoceh "tolong ada anjing", "tolong ada anjing" wakakakak saya tertawa terbahak-bahak. Mungkin gak enak sama abang saya yang empunya rumah langsung berteriak: "masuk-masuk, masuk-masuk". Enggak tahu dia nyuruh saya atau nyuruh anjingnya, yang jelas ketika saya mau masuk, anjingnya juga langsung masuk sambil menundukan kepala, nguk nguk. weleh-weleh.
Sejak kejadian itu Abang ipar saya kuuaapook gak mau nganterin lagi. Nah lu kalo mau jadi ipar harus tahu dulu tradisi keluarga wekekekek.
Cerita mengenai si engkoh, Babe bilang keluarga si engkoh ada di Tangerang, katanya sih cina benteng. Cina Benteng adalah istilah orang cina yang dianggap pinggiran, bukan kelas menengah keatas, tetapi mereka lebih baik dari cina atas, karena mereka mau bergaul dan bergotong royong dengan pribumi. Kehidupannya tidak jauh beda dengan pribumi lah. Bedanya mereka wong cino, itu aja. Saya juga baru tahu kalau orang cina tidak semuanya kaya raya. Banyak orang cina yang hidup prihatin, apalagi sejak pemberontakan PKI dan Pemerintah menarik jarak dengan RRC, wah tambah kasihan saja kehidupan cina benteng. Untunglah reformasi bisa merubah itu semua, jadi etnis cina sekarang bisa bebas melaksanakan kepercayaannya.
Dulu, cerita Babe, jalan ke rumah si engkoh masih tanah, kalau hujan kaki pada debel-debel (debel itu tanah becek dan tebal nempel dikaki, kalo jalan kayak robocop), tapi itu masih mending, di sekitar rumah engkoh orang masih berternak babi, dan babi itu kadang dilepas kejalan, nah bisa dibayangin kan kalo jalan becek plus kotoran babi, baunya kayak apa. Babe sempat mau pingsan katanya. Gak papa Beh, demi silaturahmi.
Hari ini mungkin Tangerang sudah berubah, mungkin jalan sudah diaspal semua apalagi si Dul sudah jadi wakil bupati disana, mudah-mudahan Dul mengerti aspirasi warga tangerang.
Bersambung...
Wednesday, January 28, 2009
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
Pada dasarnya emang inklusif, cuman, ane jujur aje gak suka ormas kedaerahan macem Forkabi, Ibetras, apelagi Forum Betawi Rempug yang sekarang ngejamur. Ane juga miris ngeliat sodare betawi kita nyang kurang gairah belajar, banyak yang cukupin SMA/SMU/ALiyah. Sementara ke perguruan tinggi masih mundur maju. Semoga kedepan makin bergairah nuntut ilmu (apa saja yg baik utk dunia akherat), jangan sekedar yg sekedar "berbau syar'i Ritual" aja.
ReplyDeleteYoi, ormas kedaerahan berfungsi jika mereka berada dinegeri seberang untuk mengikat tali persaudaran semacam ikatan mahasiswa daerah begitu. Tetapi kalau untuk gagah-gagahan macem forkabi, fbr, juga dari daerah lain macem pemuda banten, pemuda pasundan, atau yg lain jadi kurang produktif. Bahkan cenderung berpecah belah atau malah jadi perang suku, bahaya gak tuh.
ReplyDelete