Wednesday, July 22, 2009

Pelajaran berharga dari seekor nyamuk

Saat itu waktu menunjukan pukul sepuluh malam, anak-anakku sudah tertidur pulas, istriku sedang sibuk dengan pekerjaannya menyusun silabus untuk semester depan, sedang aku masih asyik mengetik pekerjaan yang harus ku selesaikan untuk esok hari. Segelas kopi moka hangat menemaniku malam itu.

Ketika sedang khusu’ mengetik tiba-tiba aku merasakan lengan kananku digigit nyamuk, refleks aku tepuk dengan telapak kiriku hingga nyamuk itu tewas seketika. Karena merasa terganggu, kutinggalkan sejenak pekerjaanku seraya mengambil raket eletrik pemusnah nyamuk yang belum lama aku beli. Kuputuskan untuk berburu nyamuk dahulu sebelum melanjutkan pekerjaanku.

Satu persatu seluruh kamar aku jelajahi, beberapa nyamuk meregang nyawa dalam raket listrik itu, meledak bagai terkena bom kecil dengan suara berdetak-detak. Raket dengan kekuatan limaribu volt itu memang mampu membuat nyamuk langsung hangus berkeping-keping. Setelah kurang lebih setengah jam, aku berhenti berburu nyamuk dan mencoba menghitung berapa banyak nyamuk yang berhasil aku bunuh.

Saat sedang menghitung nyamuk itu, aku sedikit terhenyak dan tercenung, ku lihat ada dua nyamuk yang masih kecil-kecil ikut terbakar, posisinya seolah menempel dengan induknya. Entah mengapa kemudian aku menjadi terenyuh, aku membayangkan bahwa nyamuk yang kecil itu adalah anak-anak yang sedang mencari nafkah untuk kelangsungan hidupnya. Pikiranku menerawang membaca tamsil dan ibrah yang tersembunyi, betapa hidup seekor nyamuk itu sangat sulit bahkan senantiasa berkalang maut. Untuk bertahan hidup saja, mereka harus mempertaruhkan nyawa mereka dari kejaran manusia dan itu berlangsung setiap saat detik demi detik, berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun sampai tiba masa pembalasan nanti. Tidak memandang bahwa nyamuk itu masih kecil atau sudah dewasa, semua harus mempertahankan hidup masing-masing. Dan itu sudah sunnatullah untuk mereka. Suka atau tidak suka, setuju atau tidak setuju, mereka harus menjalankan takdir seperti itu, hanya keikhlasan yang membuat nyamuk tetap patuh menjalankan perintah Allah, berusaha untuk bertahan hidup atau mati ditangan manusia.

Pikiranku melayang membandingkan dengan sifat manusia yang lemah dan mudah berkeluh kesah. Baru tertimpa musibah sedikit saja sudah merasa sebagai orang paling menderita sedunia. Cobaan sakit, kekurangan uang dan harta, tidak lulus ujian, tidak lulus tender, tidak naik jabatan, tidak terpilih sebagai caleg, ditolak lamaran kerja, ditolak lamaran nikah, belum bertemu jodoh, belum bekerja dan sederet kisah sedih lainnya yang tidak seberapa berat dibandingkan pengorbanan sang nyamuk tadi mampu membuat manusia kehilangan keimanannya, mampu membuat manusia menjadi durhaka atau paling tidak mampu membuat manusia kufur terhadap nikmat Allah. Padahal pengorbanan itu belum membutuhkan pengorbanan nyawa kita sekalipun. Astagfirullah.

Pantaskah manusia yang diberi kekuatan akal, kekuatan fisik, kekuatan hati dan kekuatan fikiran yang begitu sempurna ternyata berlemah-lemah dan berkeluh kesah dihadapan Allah, sedangkan nyamuk yang tidak memiliki kekuatan fisik apapun selain hanya terbang rendah dan hinggap dari satu tempat ketempat lain, yang tidak mempunyai akal fikiran ternyata sabar menerima takdir Allah, betapapun beratnya takdir itu. Siapakah sesungguhnya mahluk yang paling lemah itu? manusia atau nyamukkah?

Begitu banyak nikmat Allah yang mengalir setiap hari, yang mengucur memasuki nadi-nadi manusia, yang menghembus melalui desahan nafas dan belaian lembut rongga-rongga tenggorokan. Mengalun indah lewat indera pendengaran, menusuk-nusuk harumnya indera penciuman, bergetar serasa makna dalam indera peraba, memendar warna-warni dalam indera penglihatan, dan nikmatnya tabularasa dalam indera pengecap, semua terlupakan begitu saja oleh cobaan yang tidak seberapa dahsyatnya dibanding meregangnya nyawa sang nyamuk tadi.

Ya Rabbi, begitu mudahnya hamba mengkufuri nikmatMu, begitu mudahnya hamba melupakan kasih sayangMu, dan begitu mudahnya hamba terperosok kedalam jurang kenistaan, hanya karena lemahnya diri ini, hanya karena lemahnya keimanan ini. Tubuh yang kekar, otak yang cerdas dan fisik yang kuat ternyata tidak membuat hamba lebih baik dari mahluk lemah ciptaan Mu itu. Bagi kami nyamuk adalah mahluk hina yang tidak berguna, tetapi dimata Mu ia adalah mahluk setia yang tidak pernah membantahMu. Ketidakbergunaannya bagi manusia bukan karena dirinya tidak berguna, tetapi karena ia mematuhi perintahMu, ia hanya sebagai vector(pembawa) dari mahluk Allah lainnya yakni virus dan bakteri. Ia merelakan dirinya dihancurkan oleh manusia karena menerima titahMu sebagai inang dari virus dan bakteri pembawa penyakit. Kalaupun Engkau mau, bisa saja dirinya Kau ciptakan bersih dari virus dan bakteri itu, seperti semut atau lebah ciptaan Mu yang terlihat begitu berguna di mata manusia. Tapi tidak, demi menjaga sunnatullah, ia rela menjadi kambing hitam bagi emosi manusia, meski resikonya adalah meregang nyawa. Padahal jika manusia mau sedikit saja sadar diri, bagi mahluk Allah lain semacam hewan di hutan atau binatang ternak, maka manusia juga adalah vector pembawa bencana dan malapetaka di alam semesta. Tapi mereka tidak pernah komplain kepada Allah atas ulah manusia itu, sungguh pun manusia telah menghancurkar anak keturunannya, menghancurkan habitatnya, bahkan menghancurkan alam sekitarnya yang tiada berdaya itu.

Ya Rabbi, kami malu kepada nyamuk itu atas ketabahan mereka menerima takdir Mu.
Kami malu atas alibi yang kami buat dibalik tubuh kuat kami,
Kami malu dengan ketidakberdayaan kami,
Kami malu dengan tingkah pongah dan kesombongan kami,
Kami malu dengan kekuatan otak dan akal fikiran kami,
Jika ternyata kami hanyalah hamba-hambamu yang cengeng dan lemah tak berguna.

Ya Rabbi, Maha benar Engkau yang telah menciptakan segala sesuatu tanpa sia-sia.

Semoga bermanfaat.

No comments:

Post a Comment