Seorang sahabat pernah bertanya dalam statusnya di FaceBook, dalam akad nikah mengapa dengan “kata-kata saja” ;mungkin maksudnya sebuah kalimat; seorang wanita menjadi halal bagi suaminya, sedetik setelah ucapan itu meluncur dari bibir suaminya dan dinyatakan sah oleh penghulu serta para saksi. Sang teman sangat heran betapa sebuah kata-kata dapat menghalalkan sentuhan laki-laki terhadap kulit wanita yang bukan muhrimnya.
Pertanyaannya sekilas sepele, tetapi sebenarnya penuh makna yang dalam, betapa sebuah kata-kata, selanjutnya biar enak dibaca saya ganti dengan sebuah kalimat dapat merubah suatu kondisi atau status dari yang haram menjadi halal.
Kata-kata atau Kalimat, sebuah approach yang dipakai oleh Pencipta untuk berkomunikasi dengan hambanya sekaligus sebagai media komunikasi (baca bahasa) untuk mengajarkan ilmu kepada hamba-hambanya.
Dengan kalimat pula Allah memegang janji para hamba-hambanya jauh ketika masih di alam ruh QS,7:172. 1)
Nabi Isa, ;yang lahir tanpa ayah, tetapi dengan kalimat Allah;disebut sebagai Ruh dan Kalimat Allah. QS,4: 171. 2)
Begitu juga dengan nabi Adam yang lahir tanpa ibu dan bapak, lahir dan tercipta dengan kalimat Allah.
Bukan sekedar kata,
Kalimat secara esensi adalah sebagai media komunikasi antar Pencipta dan mahlukNya atau antar sesama mahluk Allah. Kalimat juga sebagai pengejawantahan sifat Allah “KALAM”, ﻛﻼﻡ yang maha berkata-kata.
Dengan kalimat, terjadi saling pengertian antara mahluk Allah. Malaikat diperintahkan dengan kalimat untuk menjalankan tugasnya di alam semesta ini. Didunia, banyak kalimat yang diucapkan sebagai tasbih oleh mahlkuk Allah, Bumi, matahari, bintang, dan seluruh alam semesta bertasbih dengan kalimatnya.
Kalimat dapat berupa suara dapat pula berupa tulisan atau kode-kode tertentu. DNA manusia yg tersusun dalam untaian basa adenin (dilambangkan A), sitosin (C, dari cytosine), guanin (G), dan timin (T) yang mampu mereflesikan milyaran bahasa pembentukan fungsi tubuh manusia adalah contoh kalimat dalam bentuk kode.
Tulisan dalam kitab-kitab Zabur, Taurat, Injil dan Alqur’an adalah kumpulan kalimat-kalimat Allah yang memiliki makna yang sangat dalam bagi manusia.
Suara-suara guntur, gesekan angin pada dedaunan, nyanyian burung, gemuruh ombak, adalah contoh kalimat Allah dalam bentuk suara.
Dengan kalimat pula semua sistem di alam semesta berjalan sebagaimana mestinya. Manusia pun mulai mengerti bahwa kalimat yang diucapkan mampu membuat sesuatu berubah (berfungsi) seolah-olah sesuai dengan apa yang diinginkan. Sejak Harut dan Marut: dua orang malaikat yang penasaran bagaimana menjadi manusia; turun ke bumi atas izin Allah; mengajarkan sihir kepada manusia, maka mulai saat itu manusia mulai mengerti tentang mantera, sebuah kalimat yg bisa menipu pandangan lahiriah manusia, mengubah visual seolah-olah hakikat. Mengubah bentuk bahkan mampu memberi efek kepada manusia itu sendiri (dengan izin Allah tentunya).
Dari zaman Aladin dengan “Open Sesame” sampai zaman “The Master” dengan sugestinya Mr. Romy Rafael, semua menggunakan untaian kalimat.
Bahkan di zaman komputer ini, tidak ada system yang berjalan sendiri tanpa kernel pada Operating System (OS) yg memicu kehidupan peralatan elektronik itu sendiri, hatta mesin sekecil kalkulator sekalipun. Juga Password yang ampuh untuk menjalankan aplikasi. Semua adalah untaian kata-kata.
Ada sebuah ilustrasi menarik, pernahkah anda melihat film robocop yang dalam adegan terakhir sang penjahat tidak bisa dibunuh karena ia adalah petinggi OCP yang dalam aturan nomor sekian menyatakan bahwa robocop tidak bisa melukai bahkan membunuh karyawan OCP sekalipun dia bersalah; Anyway ketika pendiri OCP mengatakan “You Are Fired”, “kamu saya pecat”, otomatis status sang penjahat berubah menjadi orang biasa lantas dengan mudah sang robocop mengarahkan senjata kepadanya dan matilah ia.
Adahal menarik mengapa sebuah kalimat mempunyai posisi begitu penting bagi manusia bahkan alam semesta. Sebab sebuah kalimat mampu menjadi sebuah triger/pemicu dari perjalanan penciptaan alam semesta itu sendiri. Sebab Allah mencipta semesta hanya dengan kalimat “Kun Faya Kun”, “jadi, maka jadilah.”
Sebagai penutup, jika dalam paragraph pertama diatas menjelaskan bahwa hanya dengan kalimat seorang wanita menjadi halal, maka dengan ucapan kalimat pula seorang wanita menjadi haram baginya. Ucapan “cerai” yg dilontarkan secara sadar oleh suami meskipun dilakukan dengan bercanda atau dalam keadaan emosi, mampu memisahkan keduanya dengan segera, dengan ucapan itu pula maka jatuhlah talak satu kepadannya. Ucapan yang kelihatannya remeh tetapi mampu mengetarkan Arsy.
Jadi berhati-hatilah dengan kata-kata anda, dan pandai-pandailah menjaga lidah anda. Sebab lidah mampu menusuk lebih tajam dari pedang, lebih panas dari api yang membara. Dengan lidah pula sang fitnah menjadi lebih kejam dari pembunuhan.
Wallahu alam bishowab.
Catatan:
1) QS,7:172. “Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"”
2)QS,4: 171. “Wahai Ahli Kitab, janganlah kamu melampaui batas dalam agamamu, dan janganlah kamu mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sesungguhnya Al Masih, Isa putera Maryam itu, adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya. Maka berimanlah kamu kepada Allah dan rasul-rasul-Nya dan janganlah kamu mengatakan: "(Tuhan itu) tiga", berhentilah (dari ucapan itu). (Itu) lebih baik bagimu. Sesungguhnya Allah Tuhan Yang Maha Esa, Maha Suci Allah dari mempunyai anak, segala yang di langit dan di bumi adalah kepunyaan-Nya. Cukuplah Allah menjadi Pemelihara.”
Monday, June 29, 2009
Friday, June 26, 2009
Baracuda Expedition II, Part 3 - Selesai
Cerita 2 Sahabat..
Setelah mendapatkan tempat yang cocok, Pak Ardi segera menginstrusikan untuk menurunkan kail pancing bagi yang ingin memancing. Segeralah masing-masing dari kami mengambil pancing yang telah disiapkan oleh ABK. Disini kami sedang membuktikan siapa kira-kira yang memiliki rezeki yang bagus atau yang paling “berkah” dalam tanda kutip, maksudnya siapa yg paling banyak dapat ikan begitu. Para awak kapal juga ikut membantu memancing, termasuk Pak Ardi sang kapten kapal.
Sebenarnya jika kondisi keempat orang yang “nembak” tadi bagus alias fit, pasti kegiatan ini akan terasa lebih seru lagi, tetapi karena kondisi yang tidak menguntungkan, jadilah kegiatan itu dilakukan bergantian. Kecuali Labib, Pak Awi, Pak Harno dan Mr. Jevi, yang tetap tegar menghadapi gelombang, keempat orang itu melakukan kegiatan mancing disela-sela mual mereka. Ketika dirasakan tubuh mulai enak, maka mereka memancing kembali, jika dirasakan mulai mual dan muntah-muntah, maka rebahan dan tidur lagi. Sedangkan saya, hahaha, mancing cukup sekali, sisanya rebahan dan tidur, nyam-nyam-nyam.
Diantara keempat orang yg cemen itu saya lihat hanya Pak Yuli yg tetap semangat ghirah memancingnya. Begitu beliau selesai “nembak”, segera saja mengambil kail dan mancing kembali. Begitu seterusnya; jadi; kalau saya tidak salah hitung, pak Yuli tujuh kali nembak, tujuh kali tidur dan tujuh kali mancing, haha keren khan. Sedangkan Pak Bowo, mudah sekali menyuruh beliau untuk memegang tali kail dan memancing, caranya ,lecehkan saja beliau dengan kata-kata manis, maka meskipun kepala berat, perut melilit, beliau akan sigap berdiri, dan sepertinya beliau hanya akan memancing jika harga dirinya “diinjak-injak” oleh rekan-rekan terutama oleh Mr. Jevi, hahaha. Meskipun lagi flying abis tetap saja dibela-belain megang tali pancing demi sekeping harga diri, hahaha.
Bicara tentang harga diri, harga diri Pak Peter mungkin lebih tinggi lagi. Meskipun beliau belum mendapatkan ikan satupun, tetapi jika ada rekannya yang mendapatkan ikan, maka segera diambilnya dan minta diabadikan untuk diperlihatkan kepada anaknya, Dzikri sambil berteriak “Abang Dzik, ini loh hasil tangkapan ayah keren kan..., hahaha” demi harga diri dihadapan anak, terpaksa mengakui milik orang lain, hahaha, setelah itu, Pak Peter dengan nyamannya tidur lagi, zzzzz.
Hasil tangkapan merupakan indikator sukses atau tidaknya kegiatan memancing itu, semakin banyak hasil tangkapan, berarti semakin sukses pula memancingnya.
Refleksi dari “hasil tangkapan” ini saya iibaratkan dengan seberapa besar seorang manusia berikhtiar mencari rezekinya. Ada kisah tentang dua orang sahabat yang berprofesi sebagai nelayan dalam mencari rezeki. Sahabat yang pertama katakanlah si A bertipe realistis,. sedang yang kedua bertipe perfeksionis dalam artian ia akan berbuat jika kondisinya mendukung, katakanlah si B.
Sahabat kita si A ini, setiap hari selalu menjemput rezekinya, ia selalu pergi melaut, meskipun dia tahu bahwa tidak setiap hari dia bisa mendapatkan rezeki sesuai dengan harapannya. Sedangkan sahabat kita si B, Ia menjemput rezekinya jika difikirnya hari ini akan ada banyak rezeki yang akan didapatnya, diluar itu ia tidak mau membuang hari-harinya dengan kegiatan yang kira-kira tidak mendapatkan hasil sesuai dengan keinginannya. Dalam benaknya Ia pun menanamkan tekad, Ia akan rajin melaut jika sudah mempunyai kapal motor sendiri, karena menurutnya jika melaut memakai sampan/perahu kecil hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga serta ikan yang didapatpun tidak seberapa.
Hari demi hari berlalu, Si A selalu mendapatkan apa yang diusahakannya, meski dengan sampan kecil, Allah selalu memberikan rezeki terhadap hamba-hambanya yang telah berusaha. Hasil dari melaut dengan sampan kecil itu ia gunakan untuk membeli sampan yang lebih besar, hasil dari sampan yang lebih besar ia gunakan untuk membeli kapal bermotor, begitu seterusnya hingga lewat dua puluh tahun. Sampai akhirnya si A telah menjadi nelayan sukses dengan armada kapal nelayan yang besar dengan ABK berpuluh-puluh orang. Sedang si B, karena selalu berfikir, besok saja kalau sudah punya perahu besar baru rajin melaut, besok saja kalau sudah punya kapal motor baru rajin melaut, begitu saja hingga tak terasa hari-hari telah berlalu begitu cepat, dan kondisi si B tetap sama dengan kondisi dua puluh tahun lalu. Ia tidak memiliki apa-apa selain usia yang mulai renta dan rambut yang mulai memutih.
Relevansinya dengan kisah diatas, jika kita berfikiran akan mau berusaha jika sudah punya modal, akan mau bekerja keras setelah menikah dan punya anak, akan mau rajin bekerja setelah punya waktu luang dan alasan-alasan lain maka yang ada hanyalah penyesalan dan penyesalan. Dalam konteks ibadah dan mencari ilmu juga sama seperti itu, jika kita berfikiran, akan belajar ngaji jika ada waktu luang, akan rajin sholat jika sudah berumah tangga, akan menjadi suami yang soleh jika sudah punya anak dan alasan lain sebagainya, bersiap-siaplah kita hanya hidup dalam angan-angan. Tanpa terasa kulit sudah keriput, rambut mulai beruban dan mata mulai buram, tinggallah penyesalan mendalam yang tak pernah bisa dimaafkan. Masa muda tak pernah bisa kembali kepada kita. Ulama salaf pernah berkata “Jarak yang paling dekat dengan diri kita adalah kematian dan jarak yang paling jauh adalah masa lalu”.
Kembali ke memancing, atas dasar pemikiran dan motivasi diatas, barulah saya sadar kalau saya terus menunggu sampai kondisi badan benar-benar fit, kapan saya bisa memancing, kapan saya bisa membuktikan kalau saya juga bisa menjadi fisherman sejati. Toh juga saya tidak menengetahui apakah mual-mual ini sebentar saja atau mungkin malah berlangsung lama. Akhirnya menjelang matahari tepat di atas kepala, saya bangkit mengambil kail pancing, mengaitkan umpan berupa cumi-cumi yg sudah dipotong-potong kedalam kail dan melemparnya ke dalam lautan. Ditemani Pak Harno, Labib dan ABK yg masih setia memancing, sementara kawan-kawan lain terlihat tidur karena kelelahan.
Pada uluran kail yg pertama, saya merasakan benang kail terasa ada yang menarik-narik. Segera saja saya angkat dengan perasaan senang, mudah-mudahan ikan baracuda yang menjadi telur pertama saya. Dengan hati gembira karena bakal mendapat rezeki nomplok, saya tarik benang kail dengan kekuatan penuh, sepenuh semangat para pejuang kemerdekaan, dan ketika benang terangkat semua, “HAH” kosong! mana ikannya?, “tapi kok berasa berat ya?” gumam saya, Pak Harno tertawa terpingkal-pingkal, sambil menjelaskan “Pemberat timah kalo ditarik-tarik seperti itu rasanya juga seperti ikan yang menarik-narik” wuahahaha kaciaaaan deh gue....
Akhirnya saya ulurkan kembali benang pancing saya. Dengan harap-harap cemas saya menunggu moment yang paling membahagiakan dalam hidup saya, ceile segitunye. Beberapa menit telah berlalu, tik tik tik, waktu begitu lambat saya rasakan, hembusan angin juga seakan melambat, tiba-tiba saya merasakan kail ada yang menarik-narik, tetapi saya cuekin saja, daripada malu, mendingan cuek, keledai aja enggak mungkin masuk lubang dua kali, apalagi saya. Setelah agak lama barulah saya menyadari bahwa yang menarik-narik itu adalah benar-benar ikan, karena beda rasanya gitu loh. Segera saya angkat kail itu dengan semangat 45, mudah-mudahan kali ini benar-benar ikan, dan ternyata “Bingo” seekor ikan baracuda menatap tajam kepada saya, seakan-akan ia marah mengapa dari tadi saya cuekin saja, padahal ia sudah berenang kesana kemari meminta pertolongan. Alhasil, karena saya tidak tega untuk mencabut ujung kail dari mulut ikan itu, akhirnya saya meminta tolong pak Ardi untuk melepaskannya. Setelah selesai, saya memasukan kembali umpan dan mulai mengulurkan benang kembali. Sejurus kemudian saya kembali menunggu dengan was-was, lima menit telah berlalu, saya masih tahan, lima belas menit berlalu, saya juga masih tahan, setengah jam berlalu, saya masih berusaha bertahan, tetapi mual dari perut saya yang tidak tahan, akhirnya saya merebahkan diri sambil tangan kiri tetap memegang benang pancing. Setelah itu saya tak sadarkan diri karena tertidur pulas, sampai pak Ardi membangunkan saya, sambil berkata “Pak pancing nya saya pindahkan dulu ya karena makan siang sudah matang.” Hehehe saking gak sabarnya, mancing saja sampe ketiduran.
Begitu saya bangun, ternyata mual belum hilang, jadi saat teman-teman asyik bersantap makan siang, saya kembali rebahan. Pak Awi dan rekan lainnya siap-siap melakukan sholat zuhur beserta ashar di jama’. Dan saya masih asik tidur meneruskan mimpi yang tadi. Weleh-weleh.
Saya terbangun saat perut terasa perih, untung ada pepaya yang dibawa oleh teman saya, sudah dikupas dan tinggal makan lagi, wuih nyam-nyam-nyam, adem banget, mak nyos. Setelah itu saya segera berwudhu dan bersiap-siap untuk sholat dzuhur dan ashar.
“Abang Dzik, Ayah Pulang”
Hari menjelang pukul tiga, ternyata kami sudah berkeliling ke berbagai karang, terlihat hasil pancing sudah lumayan banyak, meski menurut Pak Awi, tidak sebanyak pada ekspedisi pertama. Tapi lumayanlah. Pak Ardi juga mengisyaratkan kalau kita akan segera mendarat, ada usulan apakah mau berenag dulu di pulau Untung Jawa, tapi sebagian menolak, terutama para bapak-bapak yang cemen itu. Mendengar kita akan mendarat, mendadak mual-mual saya hilang, hahaha, dan saya merasakan seperti tidak terjadi apa-apa, segar bugar saja, sugesti kali ya?. Sugesti itu pula yang membuat Pak Peter mampu melakukan tugasnya sebagai manusia seutuhnya, ketika perut kenyang, dan usus sudah tidak lagi mampu menampung, apakah yang harus dilakukan oleh seorang manusia selain pergi kebelakang. Masalahnya, disini bukan dirumah yang nyaman, bukan juga di toilet yang setelah selesai tinggal pencet, serrr, air langsung mengalir. Disini kalo mau kebelakang, ya bener-bener kebelakang. Langsung nempel sama air laut. Hahaha. Kata pak Peter, butuh dua perjuangan untuk menuntaskan hasrat itu. Perjuangan pertama, adalah bagaimana agar bisa mengebom dengan nyaman, selain membuang rasa malu karena dilihat oleh mahluk-mahluk penghuni perahu, juga menahan keseimbangan dan mentargetkan sasaran tembak agar tepat jatuh kelubangnya, tidak kekepala rekannya yaitu saya sendiri, karena posisi tidur saya ada dibelakang pak Peter, hahaha sial bener nasib saya kali ini. Perjuangan kedua adalah bagaimana cara bersucinya, posisi yg bergoyang-goyang ditambah mengambil air dgn ciduk dari air laut yang mengalir deras, adalah sebuah kesulitan tersendiri. Untunglah pak Peter berhasil melewati itu semua dengan hebat, sebagai seorang pemula, buang air besar di perahu yang sedang berjalan, ditambah ombak yang datang menerjang bukankah merupakan sebuah prestasi tersendiri tuh, hahaha, karena ada rekan kita yang untuk buang air kecil saja tidak sanggup bahkan harus menunggu 18 jam hingga tiba di daratan, hehehe piss deh.
Setelah selesai dengan hajatnya, pak Peter pun kembali keposisinya, mengetahui perahu akan segera mendarat, beliau berteriak “Abang Dzik, ayah pulaaang!”..halah kayak disinetron aje hehehe.
Mendarat
Setelah melewati hampir satu jam perjalanan pulang, barulah terlihat kesibukan nelayan dan jalur penyebrangan Jakarta pulau seribu, nun disana terlihat sangat kecil hotel-hotel di pesisir ancol berdiri, di depan kami terlihat perahu penyebrangan semacam feri, bergerak sangat cepat, mengantar penduduk bermobilisasi. Di kiri dan kanan kami, terlihat perahu-perahu nelayan yang seukuran dengan kami, dengan penumpang yang juga baru pulang melaut. Burung-burung camar terbang rendah berkejar-kejaran melintasi ombak yang perlahan menghilang, burung belibis juga terbang rendah sambil berkelompok-kelompok melewati kapal kami. Ikan-ikan kecil entah ikan apa namanya terlihat melompat-lompat dari satu ombak ke ombak lainnya. Deru perahu motor terdengar jernih, sejernih perasaan kami yang merasa bersyukur, bahwa kegiatan ini alhamdulilah berjalan dengan lancar, meski ada sedikit gangguan pencernaan, yang kami anggap sebagai kewajaran bagi seorang pemula. Cerahnya cuaca pantai menyambut kedatangan kami, secerah hati kami yang merasa tak sabar untuk menginjakkan kaki kembali kedaratan, juga secerah hati teman kami yang telah menahan pipis sehari semalam, hehehe. 18 jam di ombang-ambing laut, merupakan pengalaman yang tak terlupakan. Tapi itu tidak membuat kami jera, karena yang kami cari adalah kebersamaan sebagai seorang sahabat.
Pukul 4.00 pm sore Perahu telah merapat, satu persatu kami beranjak melompati dek belakang. Semua barang-barang diperiksa agar tidak ketinggalan, Pak Awi melunasi kewajiban kita kepada sang pemilik kapal. Selesai bersalam-salaman kami berangkat kembali pulang. Mobil kembali meluncur meninggalkan Tanjung Pasir, dikemudikan oleh Mr, Jevi, kita segera menemui sanak keluarga. Sebelum itu kita sempat berbincang-bincang mengenai kesan dan pesan, intinya kita siap dengan Ekspedisi Baracuda ke III, insya allah dilain waktu. Sebelum sampai dirumah, kita mampir sebentar di warung nasi bebek dan ayam bakar yang berlokasi dekat pintu masuk Bandara Soekarno Hatta.
Sekitar pukul 5.00pm sore, kami segera kembali ke mobil. Mobilpun meluncur dan memasuki area bandara, lalu memasuki tol bandara, kemudian menuju tol dalam kota, dan terus melaju mengantar kami ketempat pertama kali kami berkumpul dan kembali kepada keluarga tercinta.
Selesai.
Dan inilah sedikit rekaman tentang ekspedisi itu (dengan back ground music asal comot yg penting rame)
Selamat menikmati.
"Ting Nong"
"Perhatian-perhatian, pintu teater 2 akan segera di buka..
Bagi penonton yg masih diluar silahkan memasuki ruangan teater 2...
Film terbesar abad ini Baracuda Expedition II akan segera dimulai..
Klik Play untuk melanjutkan.."
"Ting Nong"
Setelah mendapatkan tempat yang cocok, Pak Ardi segera menginstrusikan untuk menurunkan kail pancing bagi yang ingin memancing. Segeralah masing-masing dari kami mengambil pancing yang telah disiapkan oleh ABK. Disini kami sedang membuktikan siapa kira-kira yang memiliki rezeki yang bagus atau yang paling “berkah” dalam tanda kutip, maksudnya siapa yg paling banyak dapat ikan begitu. Para awak kapal juga ikut membantu memancing, termasuk Pak Ardi sang kapten kapal.
Sebenarnya jika kondisi keempat orang yang “nembak” tadi bagus alias fit, pasti kegiatan ini akan terasa lebih seru lagi, tetapi karena kondisi yang tidak menguntungkan, jadilah kegiatan itu dilakukan bergantian. Kecuali Labib, Pak Awi, Pak Harno dan Mr. Jevi, yang tetap tegar menghadapi gelombang, keempat orang itu melakukan kegiatan mancing disela-sela mual mereka. Ketika dirasakan tubuh mulai enak, maka mereka memancing kembali, jika dirasakan mulai mual dan muntah-muntah, maka rebahan dan tidur lagi. Sedangkan saya, hahaha, mancing cukup sekali, sisanya rebahan dan tidur, nyam-nyam-nyam.
Diantara keempat orang yg cemen itu saya lihat hanya Pak Yuli yg tetap semangat ghirah memancingnya. Begitu beliau selesai “nembak”, segera saja mengambil kail dan mancing kembali. Begitu seterusnya; jadi; kalau saya tidak salah hitung, pak Yuli tujuh kali nembak, tujuh kali tidur dan tujuh kali mancing, haha keren khan. Sedangkan Pak Bowo, mudah sekali menyuruh beliau untuk memegang tali kail dan memancing, caranya ,lecehkan saja beliau dengan kata-kata manis, maka meskipun kepala berat, perut melilit, beliau akan sigap berdiri, dan sepertinya beliau hanya akan memancing jika harga dirinya “diinjak-injak” oleh rekan-rekan terutama oleh Mr. Jevi, hahaha. Meskipun lagi flying abis tetap saja dibela-belain megang tali pancing demi sekeping harga diri, hahaha.
Bicara tentang harga diri, harga diri Pak Peter mungkin lebih tinggi lagi. Meskipun beliau belum mendapatkan ikan satupun, tetapi jika ada rekannya yang mendapatkan ikan, maka segera diambilnya dan minta diabadikan untuk diperlihatkan kepada anaknya, Dzikri sambil berteriak “Abang Dzik, ini loh hasil tangkapan ayah keren kan..., hahaha” demi harga diri dihadapan anak, terpaksa mengakui milik orang lain, hahaha, setelah itu, Pak Peter dengan nyamannya tidur lagi, zzzzz.
Hasil tangkapan merupakan indikator sukses atau tidaknya kegiatan memancing itu, semakin banyak hasil tangkapan, berarti semakin sukses pula memancingnya.
Refleksi dari “hasil tangkapan” ini saya iibaratkan dengan seberapa besar seorang manusia berikhtiar mencari rezekinya. Ada kisah tentang dua orang sahabat yang berprofesi sebagai nelayan dalam mencari rezeki. Sahabat yang pertama katakanlah si A bertipe realistis,. sedang yang kedua bertipe perfeksionis dalam artian ia akan berbuat jika kondisinya mendukung, katakanlah si B.
Sahabat kita si A ini, setiap hari selalu menjemput rezekinya, ia selalu pergi melaut, meskipun dia tahu bahwa tidak setiap hari dia bisa mendapatkan rezeki sesuai dengan harapannya. Sedangkan sahabat kita si B, Ia menjemput rezekinya jika difikirnya hari ini akan ada banyak rezeki yang akan didapatnya, diluar itu ia tidak mau membuang hari-harinya dengan kegiatan yang kira-kira tidak mendapatkan hasil sesuai dengan keinginannya. Dalam benaknya Ia pun menanamkan tekad, Ia akan rajin melaut jika sudah mempunyai kapal motor sendiri, karena menurutnya jika melaut memakai sampan/perahu kecil hanya akan membuang-buang waktu dan tenaga serta ikan yang didapatpun tidak seberapa.
Hari demi hari berlalu, Si A selalu mendapatkan apa yang diusahakannya, meski dengan sampan kecil, Allah selalu memberikan rezeki terhadap hamba-hambanya yang telah berusaha. Hasil dari melaut dengan sampan kecil itu ia gunakan untuk membeli sampan yang lebih besar, hasil dari sampan yang lebih besar ia gunakan untuk membeli kapal bermotor, begitu seterusnya hingga lewat dua puluh tahun. Sampai akhirnya si A telah menjadi nelayan sukses dengan armada kapal nelayan yang besar dengan ABK berpuluh-puluh orang. Sedang si B, karena selalu berfikir, besok saja kalau sudah punya perahu besar baru rajin melaut, besok saja kalau sudah punya kapal motor baru rajin melaut, begitu saja hingga tak terasa hari-hari telah berlalu begitu cepat, dan kondisi si B tetap sama dengan kondisi dua puluh tahun lalu. Ia tidak memiliki apa-apa selain usia yang mulai renta dan rambut yang mulai memutih.
Relevansinya dengan kisah diatas, jika kita berfikiran akan mau berusaha jika sudah punya modal, akan mau bekerja keras setelah menikah dan punya anak, akan mau rajin bekerja setelah punya waktu luang dan alasan-alasan lain maka yang ada hanyalah penyesalan dan penyesalan. Dalam konteks ibadah dan mencari ilmu juga sama seperti itu, jika kita berfikiran, akan belajar ngaji jika ada waktu luang, akan rajin sholat jika sudah berumah tangga, akan menjadi suami yang soleh jika sudah punya anak dan alasan lain sebagainya, bersiap-siaplah kita hanya hidup dalam angan-angan. Tanpa terasa kulit sudah keriput, rambut mulai beruban dan mata mulai buram, tinggallah penyesalan mendalam yang tak pernah bisa dimaafkan. Masa muda tak pernah bisa kembali kepada kita. Ulama salaf pernah berkata “Jarak yang paling dekat dengan diri kita adalah kematian dan jarak yang paling jauh adalah masa lalu”.
Kembali ke memancing, atas dasar pemikiran dan motivasi diatas, barulah saya sadar kalau saya terus menunggu sampai kondisi badan benar-benar fit, kapan saya bisa memancing, kapan saya bisa membuktikan kalau saya juga bisa menjadi fisherman sejati. Toh juga saya tidak menengetahui apakah mual-mual ini sebentar saja atau mungkin malah berlangsung lama. Akhirnya menjelang matahari tepat di atas kepala, saya bangkit mengambil kail pancing, mengaitkan umpan berupa cumi-cumi yg sudah dipotong-potong kedalam kail dan melemparnya ke dalam lautan. Ditemani Pak Harno, Labib dan ABK yg masih setia memancing, sementara kawan-kawan lain terlihat tidur karena kelelahan.
Pada uluran kail yg pertama, saya merasakan benang kail terasa ada yang menarik-narik. Segera saja saya angkat dengan perasaan senang, mudah-mudahan ikan baracuda yang menjadi telur pertama saya. Dengan hati gembira karena bakal mendapat rezeki nomplok, saya tarik benang kail dengan kekuatan penuh, sepenuh semangat para pejuang kemerdekaan, dan ketika benang terangkat semua, “HAH” kosong! mana ikannya?, “tapi kok berasa berat ya?” gumam saya, Pak Harno tertawa terpingkal-pingkal, sambil menjelaskan “Pemberat timah kalo ditarik-tarik seperti itu rasanya juga seperti ikan yang menarik-narik” wuahahaha kaciaaaan deh gue....
Akhirnya saya ulurkan kembali benang pancing saya. Dengan harap-harap cemas saya menunggu moment yang paling membahagiakan dalam hidup saya, ceile segitunye. Beberapa menit telah berlalu, tik tik tik, waktu begitu lambat saya rasakan, hembusan angin juga seakan melambat, tiba-tiba saya merasakan kail ada yang menarik-narik, tetapi saya cuekin saja, daripada malu, mendingan cuek, keledai aja enggak mungkin masuk lubang dua kali, apalagi saya. Setelah agak lama barulah saya menyadari bahwa yang menarik-narik itu adalah benar-benar ikan, karena beda rasanya gitu loh. Segera saya angkat kail itu dengan semangat 45, mudah-mudahan kali ini benar-benar ikan, dan ternyata “Bingo” seekor ikan baracuda menatap tajam kepada saya, seakan-akan ia marah mengapa dari tadi saya cuekin saja, padahal ia sudah berenang kesana kemari meminta pertolongan. Alhasil, karena saya tidak tega untuk mencabut ujung kail dari mulut ikan itu, akhirnya saya meminta tolong pak Ardi untuk melepaskannya. Setelah selesai, saya memasukan kembali umpan dan mulai mengulurkan benang kembali. Sejurus kemudian saya kembali menunggu dengan was-was, lima menit telah berlalu, saya masih tahan, lima belas menit berlalu, saya juga masih tahan, setengah jam berlalu, saya masih berusaha bertahan, tetapi mual dari perut saya yang tidak tahan, akhirnya saya merebahkan diri sambil tangan kiri tetap memegang benang pancing. Setelah itu saya tak sadarkan diri karena tertidur pulas, sampai pak Ardi membangunkan saya, sambil berkata “Pak pancing nya saya pindahkan dulu ya karena makan siang sudah matang.” Hehehe saking gak sabarnya, mancing saja sampe ketiduran.
Begitu saya bangun, ternyata mual belum hilang, jadi saat teman-teman asyik bersantap makan siang, saya kembali rebahan. Pak Awi dan rekan lainnya siap-siap melakukan sholat zuhur beserta ashar di jama’. Dan saya masih asik tidur meneruskan mimpi yang tadi. Weleh-weleh.
Saya terbangun saat perut terasa perih, untung ada pepaya yang dibawa oleh teman saya, sudah dikupas dan tinggal makan lagi, wuih nyam-nyam-nyam, adem banget, mak nyos. Setelah itu saya segera berwudhu dan bersiap-siap untuk sholat dzuhur dan ashar.
“Abang Dzik, Ayah Pulang”
Hari menjelang pukul tiga, ternyata kami sudah berkeliling ke berbagai karang, terlihat hasil pancing sudah lumayan banyak, meski menurut Pak Awi, tidak sebanyak pada ekspedisi pertama. Tapi lumayanlah. Pak Ardi juga mengisyaratkan kalau kita akan segera mendarat, ada usulan apakah mau berenag dulu di pulau Untung Jawa, tapi sebagian menolak, terutama para bapak-bapak yang cemen itu. Mendengar kita akan mendarat, mendadak mual-mual saya hilang, hahaha, dan saya merasakan seperti tidak terjadi apa-apa, segar bugar saja, sugesti kali ya?. Sugesti itu pula yang membuat Pak Peter mampu melakukan tugasnya sebagai manusia seutuhnya, ketika perut kenyang, dan usus sudah tidak lagi mampu menampung, apakah yang harus dilakukan oleh seorang manusia selain pergi kebelakang. Masalahnya, disini bukan dirumah yang nyaman, bukan juga di toilet yang setelah selesai tinggal pencet, serrr, air langsung mengalir. Disini kalo mau kebelakang, ya bener-bener kebelakang. Langsung nempel sama air laut. Hahaha. Kata pak Peter, butuh dua perjuangan untuk menuntaskan hasrat itu. Perjuangan pertama, adalah bagaimana agar bisa mengebom dengan nyaman, selain membuang rasa malu karena dilihat oleh mahluk-mahluk penghuni perahu, juga menahan keseimbangan dan mentargetkan sasaran tembak agar tepat jatuh kelubangnya, tidak kekepala rekannya yaitu saya sendiri, karena posisi tidur saya ada dibelakang pak Peter, hahaha sial bener nasib saya kali ini. Perjuangan kedua adalah bagaimana cara bersucinya, posisi yg bergoyang-goyang ditambah mengambil air dgn ciduk dari air laut yang mengalir deras, adalah sebuah kesulitan tersendiri. Untunglah pak Peter berhasil melewati itu semua dengan hebat, sebagai seorang pemula, buang air besar di perahu yang sedang berjalan, ditambah ombak yang datang menerjang bukankah merupakan sebuah prestasi tersendiri tuh, hahaha, karena ada rekan kita yang untuk buang air kecil saja tidak sanggup bahkan harus menunggu 18 jam hingga tiba di daratan, hehehe piss deh.
Setelah selesai dengan hajatnya, pak Peter pun kembali keposisinya, mengetahui perahu akan segera mendarat, beliau berteriak “Abang Dzik, ayah pulaaang!”..halah kayak disinetron aje hehehe.
Mendarat
Setelah melewati hampir satu jam perjalanan pulang, barulah terlihat kesibukan nelayan dan jalur penyebrangan Jakarta pulau seribu, nun disana terlihat sangat kecil hotel-hotel di pesisir ancol berdiri, di depan kami terlihat perahu penyebrangan semacam feri, bergerak sangat cepat, mengantar penduduk bermobilisasi. Di kiri dan kanan kami, terlihat perahu-perahu nelayan yang seukuran dengan kami, dengan penumpang yang juga baru pulang melaut. Burung-burung camar terbang rendah berkejar-kejaran melintasi ombak yang perlahan menghilang, burung belibis juga terbang rendah sambil berkelompok-kelompok melewati kapal kami. Ikan-ikan kecil entah ikan apa namanya terlihat melompat-lompat dari satu ombak ke ombak lainnya. Deru perahu motor terdengar jernih, sejernih perasaan kami yang merasa bersyukur, bahwa kegiatan ini alhamdulilah berjalan dengan lancar, meski ada sedikit gangguan pencernaan, yang kami anggap sebagai kewajaran bagi seorang pemula. Cerahnya cuaca pantai menyambut kedatangan kami, secerah hati kami yang merasa tak sabar untuk menginjakkan kaki kembali kedaratan, juga secerah hati teman kami yang telah menahan pipis sehari semalam, hehehe. 18 jam di ombang-ambing laut, merupakan pengalaman yang tak terlupakan. Tapi itu tidak membuat kami jera, karena yang kami cari adalah kebersamaan sebagai seorang sahabat.
Pukul 4.00 pm sore Perahu telah merapat, satu persatu kami beranjak melompati dek belakang. Semua barang-barang diperiksa agar tidak ketinggalan, Pak Awi melunasi kewajiban kita kepada sang pemilik kapal. Selesai bersalam-salaman kami berangkat kembali pulang. Mobil kembali meluncur meninggalkan Tanjung Pasir, dikemudikan oleh Mr, Jevi, kita segera menemui sanak keluarga. Sebelum itu kita sempat berbincang-bincang mengenai kesan dan pesan, intinya kita siap dengan Ekspedisi Baracuda ke III, insya allah dilain waktu. Sebelum sampai dirumah, kita mampir sebentar di warung nasi bebek dan ayam bakar yang berlokasi dekat pintu masuk Bandara Soekarno Hatta.
Sekitar pukul 5.00pm sore, kami segera kembali ke mobil. Mobilpun meluncur dan memasuki area bandara, lalu memasuki tol bandara, kemudian menuju tol dalam kota, dan terus melaju mengantar kami ketempat pertama kali kami berkumpul dan kembali kepada keluarga tercinta.
Selesai.
Dan inilah sedikit rekaman tentang ekspedisi itu (dengan back ground music asal comot yg penting rame)
Selamat menikmati.
"Ting Nong"
"Perhatian-perhatian, pintu teater 2 akan segera di buka..
Bagi penonton yg masih diluar silahkan memasuki ruangan teater 2...
Film terbesar abad ini Baracuda Expedition II akan segera dimulai..
Klik Play untuk melanjutkan.."
"Ting Nong"
Tuesday, June 23, 2009
Baracuda Expedition II, Part 2
Perjuangan Baru Dimulai.
Setelah menikmati santapan tengah malam di dermaga Pulau Untung Jawa, saya, pak Awi, Labib dan pak Yuli berkeliling dermaga sebentar, sementara yang lain asyik ngobrol di bangku dermaga. Setelah selesai berkeliling, saya kembali menemui teman2, tetapi karena pada jam-jam seperti itu adalah waktu tidur saya, maka segera saja saya mencari posisi nyaman dibangku dermaga untuk meneruskan naluri alamiah saya, tidur sambil selonjoran, muantap hehehe. Sayup-sayup terdengar derai tawa teman-teman saya yang entah ngomongin apa.
Kira-kira pukul tiga, ada ajakan kembali ke kapal untuk membeli umpan. Dengan terpaksa saya bangkit dari kursi dengan mata masih terpejam. Dalam pikiran saya membeli umpan pasti di pasar ikan, ternyata kami pergi menuju ke tengah laut dimana banyak Kapal Bagan membuang sauh. Kapal Bagan adalah kapal khusus yang menjual umpan-umpan untuk nelayan. Kapal Bagan ini mempunyai ciri khas yang unik, kapal ini berhiaskan banyak lampu ribuan watt yang terpasang pada atapnya yang berbentuk cadik, dimana posisi cadik ini berada di sisi kanan dan kiri kapal, sehingga kapal tetap tenang meski ombak besar datang menerpa. Dari jauh Kapal Bagan ini terlihat seperti lampu stadion yang menyala terang ditengah laut, seolah-olah kita sedang berada ditengah lapangan sepak bola pada malam hari.
Gelombang oh gelombang.
Pada saat kapal kami merapat ke Kapal Bagan, saya merasakan gelombang laut mulai terasa membesar,mungkin sekitar 1 sampai 2 meter. Kapal kami terasa kesulitan untuk merapat ke Kapal Bagan ini. Pak Ardi berusaha sampai dua kali memutar kapal untuk kembali merapat, teryata tetap tidak bisa karena tingginya gelombang. Saya yang pemula, yang belum pernah melihat secara langsung hantaman gelombang setinggi itu menjadi ciut. Terpikir oleh saya untuk memakai pelampung yang dibawa oleh Pak Awi. Tetapi saya kalah cepat, ternyata Pak Bowo memiliki pikiran yang sama dengan saya, Ia segera menyuruh Labib untuk memberikan pelampung kepadanya, meski karena gengsi, pelampung itu hanya dipegang-pegang saja, dan tidak dipakainya, hahaha, Wo, wo, bisa aje lu. Seingat saya jumlah pelampung ada dua, saya tidak tahu yang satu lagi ada dimana, saya ingin menanyakan kepada Labib, tetapi karena gengsi, saya lebih baik pura-pura cuek saja dengan keadaan seperti itu. (Gila, lebih suka gengsi dari pada nyawa terancam hehehe). Pikiran saya kalo ada apa-apa saya tinggal rebut saja pelampung yang dipegang-pegang oleh pak Bowo, habis dipegang doang sih kagak dipakai, hehehe bukannya gampang ngerebutnya kalo sudah begitu, hihihi.
Setelah mencoba berkali-kali dan gagal merapat kepada Kapal Bagan, Pak Ardi, sang nahkoda memutuskan untuk pergi mencari Kapal Bagan lain. Terlihat nun jauh disana ada lampu-lampu terang yang berdiri tegak, segera beliau memacu kapal untuk mendekati Kapal Bagan kedua itu. Alhamdulillah meski dengan susah payah, dan atas perintah keras Pak Ardi kepada awaknya untuk segera melompat ke cadik Kapal Bagan itu akhirnya kami berhasil merapat dan membeli umpan, meskipun umpan itu berupa cumi-cumi yang berukuran kecil dan beberapa udang. “Tidak apa-apa beli saja” kata Pak Ardi kepada anak buahnya. “Dari pada tidak ada sama sekali” ujarnya.
Setelah sedikit tegang akibat drama Kapal Bagan, kami pun memutar haluan dan pergi menuju karang jawir, tempat pertama yang akan kami kunjungi, sekitar dua jam perjalanan dari sini.
Ketika hati tiba-tiba menjadi khusu’.
Perahu melaju pelan, ombak-ombak besar masih setia mengiringi perjalanan kami menuju karang jawir, tetapi setelah dicek oleh Pak Ardi dengan alat dan instingnya, tempat itu dirasa tidak bagus, kemudian kami berpindah ke karang becak; nama becak mungkin dari lokasi tempat becak dijadikan rumpon, IMHO*);. Hati saya pun masih berdegup kencang tak karuan, melihat ombak besar bergulung-gulung dari depan, samping dan belakang, seolah-olah ingin melumat kapal kami. Saya yang pemula langsung saja berfikiran macam-macam, saya menjadi begitu mellow saat itu, teringat istri dirumah, teringat anak yang lucu-lucu, teringat para sahabat dan rekan-rekan difacebook, teringat utang yg belum lunas; walah; teringat ajal yang terasa sangat dekat, lebih dekat dari urat leher sendiri, huhuhu, semua bersatu padu bersenyawa dalam fikiran saya. Tinggallah kepasrahan yang saya miliki. Ketika rekan-rekan saya yang lain hanyut terbawa mimpi. Saya terjaga dengan rasa tak karuan. Hanya bisa berdzikir dalam gumam yang membasahi bibir, meminta ampun dan keselamatan pada illahi robbi. Saya jadi teringat kisah dalam alqur’an, dimana sifat manusia yang mudah mengingat Allah ketika badai datang dan mudah lupa ketika badai menghilang, perumpamaannya seperti seorang yang berlayar dengan kapal ditengah samudera., Dan saya, disini ditengah lautan, di dalam ombak yang silih berganti menerjang, sedang menjadi perumpamaan itu. Subhanaka laailaha illa anta astaghfiruka, inni kuntu minadzhalimiin, Maha suci Allah, tiada tuhan selain Engkau, ampunilah kami, sesungguhnya kami termasuk orang-orang yang dzalim.(Doa Nabi Yunus ketika berada dalam perut ikan), terus mengalir dari bibir ini sepanjang perjalanan menjelang pagi itu. Dan tiba-tiba saja hati ini menjadi khusu’ mengingat mu ya Allah. Subhanallah.
Saat pagi tiba.
Ketika kaki langit mulai memerah, dan benang hitam mulai terlihat jelas dari benang putih, meskipun lengkung langit masih terlihat gelap, terlihat di ufuk timur sang surya mulai meraba-raba. Saya tersadar bahwa fajar akan segera tiba, saya segera membangunkan Pak Awi, yang segera saja bangkit seraya menanyakan apakah waktu subuh sudah masuk. Saya bilang sudah, karena sudah pukul lima lewat lima menit. Segera saja Pak Awi berteriak menyuruh kita untuk sholat subuh. Teman-teman yang lain yang mulai kebelet pipis mulai bangkit dari tidurnya. Saya pun termasuk orang yang kebelet pipis, bahkan sejak satu jam lalu, karena kondisi saya sedang tidak fokus karena khusu’ tadi (nyari alibi neh, hehehe), akhirnya saya tahan saja keadaan itu. Barulah ketika Pak Yuli mulai melakukannya, kita semua baru melakukan hal yang sama. Tetapi pak Jevi nyeletuk, bahwa ia sudah kebelet pipis sejak beberapa jam lalu, tetapi karena tidak enak melewati posisi tidur kami, beliau tahan saja keadaan itu sampai pagi, hahaha alasan aja lu Jev.
Selanjutnya kami sholat subuh satu persatu, karena tempat sangat sempit dan tidak memungkinkan untuk berjamaah. Kami sholat dengan keadaan duduk, karena sholat berdiri tidak mungkin mengingat perahu bergoyang-goyang kuat akibat terpaan gelombang. Kami berwudhu dengan air laut, menggunakan ciduk/gayung yang ada pada kapal. Satu persatu tubuh kami basuh dengan tangan yang masih memegang kuat pada pinggiran kapal, karena takut jatuh begitu loh bro.
“Nembak”
Selesai sholat subuh, perjalanan masih berlanjut, mungkin sekitar lima belas menit lagi sampai. Sambil menunggu waktu, kami sarapan dengan lontong yang dibawa oleh Pak Awi, dan para awak kapal pun telah menyediakan mi instant untuk kami. Sampai disini perjalanan saya anggap mulus tak ada gangguan berarti, sampai suatu saat, beberapa menit sebelum sampai di karang becak, tiba-tiba Pak Bowo mual-mual dan langsung “nembak” alias muntah. Alasannya karena ia sedang tidak enak badan. Padahal seingat saya setelah meninggalkan dermaga semalam, kami sempat minum obat anti mabuk laut. Dan hasilnya ternyata tidak mempan.
Disinilah efek domino berlaku efektif, ketika satu orang muntah, ternyata mempengaruhi kondisi orang lain untuk muntah juga, jadilah muntah berjamaah, yakni, Bowo sebagai imam, saya, Peter, dan Yuli sebagai makmumnya, hahaha.
Ternyata efek muntah ini mempengaruhi aktifitas-aktifitas berikutnya. Suasana mancing jadi kurang seru, karena beberapa kru tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai fisherman sejati akibat kondisi badan yang tidak mendukung karena mual-mual dan muntah tadi, termasuk saya yang hampir seluruh perjalanan memancing saya gunakan untuk rebahan dan tidur, guna menstabilkan kondisi badan akibat mual yang teramat sangat. Hahaha cemen banget ya. Justru saya sangat salut dengan Labib, anak pak Awi, bocah kelas tiga SD yg ikut trip ini, dengan gagah perkasanya dia melakukan aktifitas tanpa terganggu dengan erangan dan lenguhan para bapak-bapak cemen ini bak seorang profesional sejati. Anak ini memang patut di acungi jempol, selain profesional dalam memancing, konon ia juga sudah hapal 3 juz, ternyata buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Tinggallah bapak-bapak cemen ini menjadi bahan tertawaan para kru lainnya termasuk ABKnya Pak Ardi. Terserah deh pak, mau ketawa, mau ngakak, mau nyengir kuda sekalipun gpp, urat malu udah putus, hahaha.
Disinilah saya sangat berterima kasih kepada Bowo, jabatannya sebagai provokator ternyata sukses. Setelah berhasil memprovokator kita untuk ikut dalam ekspedisi ini, beliau juga sukses memprovokatori kita dalam gerakan muntah berjamaah. Tapi untuk yang kedua, justru menjadi bumerang buat Mr.Bowo sendiri, karena sepanjang perjalanan dari rumah sampai Tanjung Pasir, dilanjutkan sampai dermaga pulau Untung Jawa, beliaulah yang selalu berkelakar memancing tawa dan sesumbar tentang ekpedisi ini. Hasilnya beliaulah yang jadi bahan guyonan Pak Jevi dan Pak Harno, dan kawan-kawan lainnya.
Hasil pertama yang didapat adalah ikan selar yg didapat Labib, berikutnya ikan baracuda yang diperoleh Pak Awi, selanjutnya Pak Ardi dan krunya mendapatkan berbagai macam jenis ikan lainnya. Juga pak Harno dan pak Yuli, yg berhasil memecahkan telur pertamanya. Saya, Jevi, Bowo dan Peter belum berhasil memecahkan telur pertama.
Selanjutnya karena dirasakan ikan susah didapat, Pak Ardi melanjutkan pencarian ketempat lain disebut juga dengan karang, entah karang apa namanya saya lupa, yg jelas ada beberapa karang yang kami kunjungi.
Yang jadi pertanyaan saya, bagaimana Pak Ardi bisa mengetahui nama suatu tempat, sedangkan tidak ada satupun petunjuk yang terlihat, karena sepanjang mata menandang hanya laut dan laut, dan bagaimana pula bisa kembali ketempat semula. Jawabnya sederhana, ternyata Pak Ardi memiliki satu alat yang disebut Global Positioning System (GPS) type 60. Peralatan yang dipandu satelit dan sebesar handphone itu memberikan data lengkap tentang posisi lingkar dan bujur bumi tempat kita berada, alat itu juga menunjukan arah semacam kompas.
*)
IMHO: In My Humble Opinion; Opini dari dasar hati yang paling dalam...
Cerita 2 Sahabat..
Bersambung...
Setelah menikmati santapan tengah malam di dermaga Pulau Untung Jawa, saya, pak Awi, Labib dan pak Yuli berkeliling dermaga sebentar, sementara yang lain asyik ngobrol di bangku dermaga. Setelah selesai berkeliling, saya kembali menemui teman2, tetapi karena pada jam-jam seperti itu adalah waktu tidur saya, maka segera saja saya mencari posisi nyaman dibangku dermaga untuk meneruskan naluri alamiah saya, tidur sambil selonjoran, muantap hehehe. Sayup-sayup terdengar derai tawa teman-teman saya yang entah ngomongin apa.
Kira-kira pukul tiga, ada ajakan kembali ke kapal untuk membeli umpan. Dengan terpaksa saya bangkit dari kursi dengan mata masih terpejam. Dalam pikiran saya membeli umpan pasti di pasar ikan, ternyata kami pergi menuju ke tengah laut dimana banyak Kapal Bagan membuang sauh. Kapal Bagan adalah kapal khusus yang menjual umpan-umpan untuk nelayan. Kapal Bagan ini mempunyai ciri khas yang unik, kapal ini berhiaskan banyak lampu ribuan watt yang terpasang pada atapnya yang berbentuk cadik, dimana posisi cadik ini berada di sisi kanan dan kiri kapal, sehingga kapal tetap tenang meski ombak besar datang menerpa. Dari jauh Kapal Bagan ini terlihat seperti lampu stadion yang menyala terang ditengah laut, seolah-olah kita sedang berada ditengah lapangan sepak bola pada malam hari.
Gelombang oh gelombang.
Pada saat kapal kami merapat ke Kapal Bagan, saya merasakan gelombang laut mulai terasa membesar,mungkin sekitar 1 sampai 2 meter. Kapal kami terasa kesulitan untuk merapat ke Kapal Bagan ini. Pak Ardi berusaha sampai dua kali memutar kapal untuk kembali merapat, teryata tetap tidak bisa karena tingginya gelombang. Saya yang pemula, yang belum pernah melihat secara langsung hantaman gelombang setinggi itu menjadi ciut. Terpikir oleh saya untuk memakai pelampung yang dibawa oleh Pak Awi. Tetapi saya kalah cepat, ternyata Pak Bowo memiliki pikiran yang sama dengan saya, Ia segera menyuruh Labib untuk memberikan pelampung kepadanya, meski karena gengsi, pelampung itu hanya dipegang-pegang saja, dan tidak dipakainya, hahaha, Wo, wo, bisa aje lu. Seingat saya jumlah pelampung ada dua, saya tidak tahu yang satu lagi ada dimana, saya ingin menanyakan kepada Labib, tetapi karena gengsi, saya lebih baik pura-pura cuek saja dengan keadaan seperti itu. (Gila, lebih suka gengsi dari pada nyawa terancam hehehe). Pikiran saya kalo ada apa-apa saya tinggal rebut saja pelampung yang dipegang-pegang oleh pak Bowo, habis dipegang doang sih kagak dipakai, hehehe bukannya gampang ngerebutnya kalo sudah begitu, hihihi.
Setelah mencoba berkali-kali dan gagal merapat kepada Kapal Bagan, Pak Ardi, sang nahkoda memutuskan untuk pergi mencari Kapal Bagan lain. Terlihat nun jauh disana ada lampu-lampu terang yang berdiri tegak, segera beliau memacu kapal untuk mendekati Kapal Bagan kedua itu. Alhamdulillah meski dengan susah payah, dan atas perintah keras Pak Ardi kepada awaknya untuk segera melompat ke cadik Kapal Bagan itu akhirnya kami berhasil merapat dan membeli umpan, meskipun umpan itu berupa cumi-cumi yang berukuran kecil dan beberapa udang. “Tidak apa-apa beli saja” kata Pak Ardi kepada anak buahnya. “Dari pada tidak ada sama sekali” ujarnya.
Setelah sedikit tegang akibat drama Kapal Bagan, kami pun memutar haluan dan pergi menuju karang jawir, tempat pertama yang akan kami kunjungi, sekitar dua jam perjalanan dari sini.
Ketika hati tiba-tiba menjadi khusu’.
Perahu melaju pelan, ombak-ombak besar masih setia mengiringi perjalanan kami menuju karang jawir, tetapi setelah dicek oleh Pak Ardi dengan alat dan instingnya, tempat itu dirasa tidak bagus, kemudian kami berpindah ke karang becak; nama becak mungkin dari lokasi tempat becak dijadikan rumpon, IMHO*);. Hati saya pun masih berdegup kencang tak karuan, melihat ombak besar bergulung-gulung dari depan, samping dan belakang, seolah-olah ingin melumat kapal kami. Saya yang pemula langsung saja berfikiran macam-macam, saya menjadi begitu mellow saat itu, teringat istri dirumah, teringat anak yang lucu-lucu, teringat para sahabat dan rekan-rekan difacebook, teringat utang yg belum lunas; walah; teringat ajal yang terasa sangat dekat, lebih dekat dari urat leher sendiri, huhuhu, semua bersatu padu bersenyawa dalam fikiran saya. Tinggallah kepasrahan yang saya miliki. Ketika rekan-rekan saya yang lain hanyut terbawa mimpi. Saya terjaga dengan rasa tak karuan. Hanya bisa berdzikir dalam gumam yang membasahi bibir, meminta ampun dan keselamatan pada illahi robbi. Saya jadi teringat kisah dalam alqur’an, dimana sifat manusia yang mudah mengingat Allah ketika badai datang dan mudah lupa ketika badai menghilang, perumpamaannya seperti seorang yang berlayar dengan kapal ditengah samudera., Dan saya, disini ditengah lautan, di dalam ombak yang silih berganti menerjang, sedang menjadi perumpamaan itu. Subhanaka laailaha illa anta astaghfiruka, inni kuntu minadzhalimiin, Maha suci Allah, tiada tuhan selain Engkau, ampunilah kami, sesungguhnya kami termasuk orang-orang yang dzalim.(Doa Nabi Yunus ketika berada dalam perut ikan), terus mengalir dari bibir ini sepanjang perjalanan menjelang pagi itu. Dan tiba-tiba saja hati ini menjadi khusu’ mengingat mu ya Allah. Subhanallah.
Saat pagi tiba.
Ketika kaki langit mulai memerah, dan benang hitam mulai terlihat jelas dari benang putih, meskipun lengkung langit masih terlihat gelap, terlihat di ufuk timur sang surya mulai meraba-raba. Saya tersadar bahwa fajar akan segera tiba, saya segera membangunkan Pak Awi, yang segera saja bangkit seraya menanyakan apakah waktu subuh sudah masuk. Saya bilang sudah, karena sudah pukul lima lewat lima menit. Segera saja Pak Awi berteriak menyuruh kita untuk sholat subuh. Teman-teman yang lain yang mulai kebelet pipis mulai bangkit dari tidurnya. Saya pun termasuk orang yang kebelet pipis, bahkan sejak satu jam lalu, karena kondisi saya sedang tidak fokus karena khusu’ tadi (nyari alibi neh, hehehe), akhirnya saya tahan saja keadaan itu. Barulah ketika Pak Yuli mulai melakukannya, kita semua baru melakukan hal yang sama. Tetapi pak Jevi nyeletuk, bahwa ia sudah kebelet pipis sejak beberapa jam lalu, tetapi karena tidak enak melewati posisi tidur kami, beliau tahan saja keadaan itu sampai pagi, hahaha alasan aja lu Jev.
Selanjutnya kami sholat subuh satu persatu, karena tempat sangat sempit dan tidak memungkinkan untuk berjamaah. Kami sholat dengan keadaan duduk, karena sholat berdiri tidak mungkin mengingat perahu bergoyang-goyang kuat akibat terpaan gelombang. Kami berwudhu dengan air laut, menggunakan ciduk/gayung yang ada pada kapal. Satu persatu tubuh kami basuh dengan tangan yang masih memegang kuat pada pinggiran kapal, karena takut jatuh begitu loh bro.
“Nembak”
Selesai sholat subuh, perjalanan masih berlanjut, mungkin sekitar lima belas menit lagi sampai. Sambil menunggu waktu, kami sarapan dengan lontong yang dibawa oleh Pak Awi, dan para awak kapal pun telah menyediakan mi instant untuk kami. Sampai disini perjalanan saya anggap mulus tak ada gangguan berarti, sampai suatu saat, beberapa menit sebelum sampai di karang becak, tiba-tiba Pak Bowo mual-mual dan langsung “nembak” alias muntah. Alasannya karena ia sedang tidak enak badan. Padahal seingat saya setelah meninggalkan dermaga semalam, kami sempat minum obat anti mabuk laut. Dan hasilnya ternyata tidak mempan.
Disinilah efek domino berlaku efektif, ketika satu orang muntah, ternyata mempengaruhi kondisi orang lain untuk muntah juga, jadilah muntah berjamaah, yakni, Bowo sebagai imam, saya, Peter, dan Yuli sebagai makmumnya, hahaha.
Ternyata efek muntah ini mempengaruhi aktifitas-aktifitas berikutnya. Suasana mancing jadi kurang seru, karena beberapa kru tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai fisherman sejati akibat kondisi badan yang tidak mendukung karena mual-mual dan muntah tadi, termasuk saya yang hampir seluruh perjalanan memancing saya gunakan untuk rebahan dan tidur, guna menstabilkan kondisi badan akibat mual yang teramat sangat. Hahaha cemen banget ya. Justru saya sangat salut dengan Labib, anak pak Awi, bocah kelas tiga SD yg ikut trip ini, dengan gagah perkasanya dia melakukan aktifitas tanpa terganggu dengan erangan dan lenguhan para bapak-bapak cemen ini bak seorang profesional sejati. Anak ini memang patut di acungi jempol, selain profesional dalam memancing, konon ia juga sudah hapal 3 juz, ternyata buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Tinggallah bapak-bapak cemen ini menjadi bahan tertawaan para kru lainnya termasuk ABKnya Pak Ardi. Terserah deh pak, mau ketawa, mau ngakak, mau nyengir kuda sekalipun gpp, urat malu udah putus, hahaha.
Disinilah saya sangat berterima kasih kepada Bowo, jabatannya sebagai provokator ternyata sukses. Setelah berhasil memprovokator kita untuk ikut dalam ekspedisi ini, beliau juga sukses memprovokatori kita dalam gerakan muntah berjamaah. Tapi untuk yang kedua, justru menjadi bumerang buat Mr.Bowo sendiri, karena sepanjang perjalanan dari rumah sampai Tanjung Pasir, dilanjutkan sampai dermaga pulau Untung Jawa, beliaulah yang selalu berkelakar memancing tawa dan sesumbar tentang ekpedisi ini. Hasilnya beliaulah yang jadi bahan guyonan Pak Jevi dan Pak Harno, dan kawan-kawan lainnya.
Hasil pertama yang didapat adalah ikan selar yg didapat Labib, berikutnya ikan baracuda yang diperoleh Pak Awi, selanjutnya Pak Ardi dan krunya mendapatkan berbagai macam jenis ikan lainnya. Juga pak Harno dan pak Yuli, yg berhasil memecahkan telur pertamanya. Saya, Jevi, Bowo dan Peter belum berhasil memecahkan telur pertama.
Selanjutnya karena dirasakan ikan susah didapat, Pak Ardi melanjutkan pencarian ketempat lain disebut juga dengan karang, entah karang apa namanya saya lupa, yg jelas ada beberapa karang yang kami kunjungi.
Yang jadi pertanyaan saya, bagaimana Pak Ardi bisa mengetahui nama suatu tempat, sedangkan tidak ada satupun petunjuk yang terlihat, karena sepanjang mata menandang hanya laut dan laut, dan bagaimana pula bisa kembali ketempat semula. Jawabnya sederhana, ternyata Pak Ardi memiliki satu alat yang disebut Global Positioning System (GPS) type 60. Peralatan yang dipandu satelit dan sebesar handphone itu memberikan data lengkap tentang posisi lingkar dan bujur bumi tempat kita berada, alat itu juga menunjukan arah semacam kompas.
*)
IMHO: In My Humble Opinion; Opini dari dasar hati yang paling dalam...
Cerita 2 Sahabat..
Bersambung...
Baracuda Expedition II, Part 1
Alhamdulilah setelah sekian lama menunggu (uhuy,kayak lagu Ridho Rhoma aje), saya akhirnya diberi kesempatan mengikuti kegiatan yang cukup membuat saya menjadi lebih “bertakwa” saat mengikutinya, yakni kegiatan memburu ikan baracuda di tengah laut, alias mancing ikan. Kegiatan yang bagi saya sebagai seorang pendatang baru dalam dunia laut melaut, merupakan tantangan tersendiri, apalagi saya memang tidak memiliki keahlian apapun yang bisa dibanggakan, termasuk berenang, yaelah cemen banget. Tapi dengan modal nekat, nyali yang ditiup agar membesar plus sedikit cerita "tak jujur" kepada istri bahwa mancingnya cuman di teluk Jakarta, jadilah saya berangkat diiringi doa restu dari anak dan istri semoga mendapatkan ikan yang banyak, keimanan yang kuat dan rezeki yang paling nikmat. Amin.
Kami para kru Ekspedition Baracuda II yakni; Ust. Alwi Agan sebagai komandan, Bowo sebagai komandang II plus provokator, Jevi Jonamora sebagai Driver(sori pren, dari pada supir kan lebih keren driver), saya (Rojali Dahlan) dan tiga orang lagi yakni Peter Handayani, Suharno Wibowo dan Mr. Yuli sebagai awak alias penggembira. Oh ya satu lagi Si Labib bin Alwi Agan, sebagai kapten kecil, sekaligus pembeda antara seorang bocah yang profesional dengan para bapak-bapak cemen yg tidak profesional; salut dua jempol buat elu tong..
Setelah Ba’da Isya, kami janjian berkumpul di depan SD Al Azhar Kemandoran Jakarta Selatan,; Di rumah setelah beres-beres dan packing-packing saya berangkat mengambil mobil, diiringi dengan perasaan riang gembira dan hati senang membayangkan apa yang akan terjadi, semoga menjadi pengalaman yang menyenangkan dan tak terlupakan seumur hidup. Ketika mengecek kesiapan mobil, ternyata sang mobil sepertinya tidak ikhlas melihat kepergian saya, salah satu ban belakangnya bocor sekempes-kempesnya, jadilah saya berjibaku dengan keringat mengganti ban serep yang saya yakin telah menanti cukup lama untuk digunakan sebagaimana mestinya, karena kelihatannya dia senang sekali ketika saya turunkan dari bawah dashboard belakang mobil,loncat-loncat sampai menggelinding saking senangnya begitu. Setelah satu jam menghabiskan waktu dengan kunci dan debu ban itu, tibalah saya meluncur ke arah tempat perjanjian yang telah disepakati. Dalam perjalanan menuju tempat itu saya sempat digoda oleh syaiton dengan membisiki hati saya; jangan-jangan ban kempes itu pertanda yang tidak baik, awas hati-hati banyak pertanda disekeliling kita, tiba-tiba ciiiiiit, saya mengerem mendadak untuk menyadarkan pikiran dan menghilangkan prasangka yang bisa menyebabkan seorang muslim keluar keimanannya karena mempercayai takhayul. Untunglah iman saya cukup kuat, jadi saya tidak terpengaruh, ceilee. Lah iya lah apa hubungannya ban bocor sama melaut.
Persis jam 8.30 saya tiba di depan SD Al azhar, disambut senyum ramah ustadz kita yang ganteng, ustadz Awi agan. “Sudah lama nunggu Pak”, dimana yang lain, kayaknya baru saya doang, nih”. “Mereka sedang menuju kemari, tunggu saja” kata Pak Awi. Setelah ngobrol sebentar, Pak Awi pamit untuk mengambil peralatan di rumahnya yang tak jauh dari tempat ini, seperti joran, kail, timah pemberat, dan Ice Box. Tak lupa saya mengingatkan Pak Awi untuk membawa barang yang saya pesan khusus untuk saya yakni “Pelampung” hehehe. “Beres bos” kata Pak Awi. Bagi sebagian orang mungkin itu adalah hal yang sepele, tapi bagi saya, permintaan saya ini adalah permintaan serius karena menyangkut nyawa manusia, nyawa seorang manusia yang tidak bisa berenang jika berada di tengah lautan luas; dan hanya bisa diselamatkan oleh benda kecil bernama pelampung, dengan izin Allah tentunya, dan itu fakta yang tak bisa dibantah. Bahkan salah satu sebab saya mendapatkan izin melaut karena saya bilang tentang pelampung itu kepada istri saya, hahaha tragis bener ya.
Sambil menunggu Pak Awi dan rekan yang lain, tiba-tiba perut mulai terasa lapar, kebetulan disebelah ada gerobak nasi goreng dan ketoprak. Saya sempat tertegun untuk memilih menu yang mana yang tepat untuk mengantisipasi keadaan, akhirnya pilihan saya jatuh ke nasigoreng, karena nasi goreng lebih padat dari pada ketoprak, sehingga lebih tahan lama didalam perut, toh kalau ada apa-apa khan masih bisa bertahan dengan nasi goreng itu (Walah mikirnya sampe jauh banget, sampe segitunye).
Ketika sedang menunggu nasi goreng, datanglah rombongan "sirkus" yang akan mengikuti kegiatan ini, Pak Bowo dengan perbekalan dan sembako yang telah disiapkan, Pak Jevi dengan Nokia baru kreditan dengan fitur GPS yg konon katanya memang disiapkan secara khusus untuk melaut, ceilee, (padahal ketika ditengah laut HP tidak berfungsi apa-apa karena tidak ada sinyal satupun jiaahaha) dan Pak Harno dengan ransel beratnya. Sejurus kemudian menyusul Mr. Peter dengan peralatan lampu daruratnya.
Setelah sekian lama ngobrol ngalor ngidul, ternyata ada satu sohib yang belum tiba, yakni Pak Yuli, katanya beliau ikut pengajian dulu, syukurlah bro, kalo ada satu yang berbuat baik kan mendingan, pergi jadi berasa aman, mudah-mudahan dapat barokahnya.
Tepat jam 10.15, kami berangkat menuju Teluk Naga, Tanjung Pasir, setelah menitipkan motor kami dirumah Pak Ari Kuncoro; thanks friend, kalo gak ada ente itu motor semua ane suruh bakar aja, habis ngerepotin aja, hehehe piss.
Diperjalanan, hal yang dibahas adalah tentang izin yang diberikan oleh istri, dan bagaimana cara mendapatkannya. Pertama Mr Jevi, kelihatannya beliau sangat berkuasa sekali dirumah, jadi tidak ada masalah dengan izin dari istri, mungkin istrinya kali yang minta izin kepadanya untuk memberikan izin melaut, hehehe; Pak Bowo, karena istri sedang hamil, agak berat juga izin turun, untunglah ada saudaranya yang mau menemani sang istri ditambah alasan mengaku sudah bayar, jadi mau tak mau istri merelakannya. Pak Awi, beliau patut dicontoh, meskipun anak sedang sakit cacar, karena sudah janji dengan kita-kita dan beliau komitmen, bismilah tetap ekpedisi harus tetap jalan. Pak Harno, karena beliau seorang pengusaha, mudah sekali menerima izin dari sang istri, mungkin sang istri takut suaminya kayak Suhaebi, istrinya Cici Paramida hahaha. Sedang kan Pak Yuli, informasi izin beliau gelap tuh, hehehe. Kalau saya; seperti yang sudah saya ceritakan diatas, sedikit kepercayaan dan manipulasi fakta hahaha.
Kira-kira jam 11.05, kami tiba di Tanjung Pasir. Saat itu parkiran kosong melompong dan terlihat sepi. Saya khawatir juga dan bertanya kepada Pak Awi, apakah tempat ini aman. Menurut beliau insya allah aman, karena pada ekspedisi pertama dulu, parkir juga ditempat ini, dan menjelang pagi biasanya tambah ramai.
Setelah menurunkan semua barang, lalu saya berinisiatif untuk mengunci mobil dengan kunci stang (meskipun saya jarang sekali melakukannya). Akibatnya saya tidak bisa menguncinya hingga dibantu oleh Pak Yuli. Tetapi karena kunci stang terlalu dekat dengan klakson, jadilah klakson berbunyi berkali-kali yang membuat penduduk sekitar menjadi marah sambil berteriak “Woooi jangan maenin klakson berisik udah malam” hihihi. Karena merasa tidak enak, kita serempak berkata “Maaf gak sengaja kena pencet”.
Sejurus kemudian Pak Awi menelpon kapten kapal, Pak Ardi namanya lalu beliau mengerahkan anak buahnya untuk mengambil gerobak yg digunakan untuk mengangkut peralatan menuju kapal. Setelah berjalan kurang lebih 10 menit, tibalah kita di dermaga kecil tempat kapal nelayan berlabuh. Saya sempat syok juga melihat ukuran kapal yang kelihatan tidak begitu besar; maklum pemula; lalu saya berpura-pura bertanya, yang mana kapal yang akan kita pakai untuk melaut. Saya pikir kecil tenyata setelah didekati cukup luas seukuran 2, 3M X 12 M, yah rata-rata ukuran kapal nelayan, dengan satu mesin bermotor.
Tepat pukul 12.05, setelah semua siap, mulailah petualangan mencari baracuda jilid dua dilakukan. Saya berdoa, ditengah keheningan malam, dibawah gemerlap bintang-bintang, diiringi desir angin dan debur ombak yang bersahutan, saya menyerahkan semua kepada sang pencipta, semoga apa yang diharapkan berjalan sesuai dengan rencana.
Perahu berjalan perlahan ketengah lautan, rumah-rumah penduduk telah hilang dari pandangan, yang ada hanya lampu-lampu kecil seolah kunang-kunang yg bertebaran dipinggir lautan. Tujuan pertama kami adalah mengunjungi pulau Untung Jawa sekedar melepas lelah dan rehat sebentar sambil menunggu waktu pagi. Diperjalanan, saya merebahkan badan sambil menengadah ke langit, terlihat pemandangan yang sangat menakjubkan yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Bagaimana manusia terasa sangat kecil dihadapan sang pencipta. Seorang diri ditengah laut tanpa ada keriuhan dan keramaian, hanya ditemani bintang-bintang dan deru ombak, serta suara mesin kapal yang menderu-deru. Pikiran saya terus melaju, menaiki ruang angkasa dan menghitung bintang satu demi satu, melihat lebih jelas ciptaan Allah yang diabadikan dalam surah Al Buruuj, demi gugusan bintang-bintang. Tepat diatas kepala ada satu bintang yang paling besar yang seolah-olah melindungi bintang lain yang lebih kecil dalam kelompoknya, dibawahnya sekitar 45 derajat kearah barat, ada juga bintang seukuran sama, tetapi ia agak menyendiri, sepertinya bintan itu lebih menyukai kesendiriannya. Saya tidak tahu itu bintang apa, yang jelas disana, dilangit sana, para mahluk Allah sedang berzikir tanpa henti memuji kekuasaan Allah yang tidak pernah sia-sia. Saat sedang asyik menghitung bintang, tiba-tiba saya sekilas melihat bintang jatuh, tidak besar memang, tetapi cukup jelas untuk dilihat, tetapi karena bergerak dengan sangat cepat saya tidak sempat mengabadikan moment itu pada HandyCam saya.
Angin bertiup semilir, ombak bergulung-gulung, melambungkan para penumpang kapal dalam buaian, masing-masing terlelap dalam tidurnya kecuali pak Ardi sebagai nakhoda dan awaknya yang tetap terjaga.
Satu jam kemudian kami dibangunkan oleh Pak Ardi, “Kita sudah sampai di Pulau Untung Jawa silahkan yg mau turun untuk turun dan yang mau tidur silahkan tidur”. Kami segera bangun, sambil anak buah pak Ardi menambatkan kapal, kami bersiap-siap melompat kedermaga. Dipinggir dermaga Mr, Jevi dan kawan-kawan telah membuka bekal nasi putih ikan asin plus sambil balado khas padang, serta dua bungkus nasi goreng yang siap kita santap bersama-sama. Baru kali ini saya merasakan, di tengah malam buta kira-kira jam dua pagi, merasakan begitu nikmatnya makan bersama-sama dalam suasana hangat, bukan karena lezat dan nikmatnya menu yang disajikan, tetapi karena semua pada laper, hahaha.
Perjuangan Baru Dimulai.
Bersambung..
Kami para kru Ekspedition Baracuda II yakni; Ust. Alwi Agan sebagai komandan, Bowo sebagai komandang II plus provokator, Jevi Jonamora sebagai Driver(sori pren, dari pada supir kan lebih keren driver), saya (Rojali Dahlan) dan tiga orang lagi yakni Peter Handayani, Suharno Wibowo dan Mr. Yuli sebagai awak alias penggembira. Oh ya satu lagi Si Labib bin Alwi Agan, sebagai kapten kecil, sekaligus pembeda antara seorang bocah yang profesional dengan para bapak-bapak cemen yg tidak profesional; salut dua jempol buat elu tong..
Setelah Ba’da Isya, kami janjian berkumpul di depan SD Al Azhar Kemandoran Jakarta Selatan,; Di rumah setelah beres-beres dan packing-packing saya berangkat mengambil mobil, diiringi dengan perasaan riang gembira dan hati senang membayangkan apa yang akan terjadi, semoga menjadi pengalaman yang menyenangkan dan tak terlupakan seumur hidup. Ketika mengecek kesiapan mobil, ternyata sang mobil sepertinya tidak ikhlas melihat kepergian saya, salah satu ban belakangnya bocor sekempes-kempesnya, jadilah saya berjibaku dengan keringat mengganti ban serep yang saya yakin telah menanti cukup lama untuk digunakan sebagaimana mestinya, karena kelihatannya dia senang sekali ketika saya turunkan dari bawah dashboard belakang mobil,loncat-loncat sampai menggelinding saking senangnya begitu. Setelah satu jam menghabiskan waktu dengan kunci dan debu ban itu, tibalah saya meluncur ke arah tempat perjanjian yang telah disepakati. Dalam perjalanan menuju tempat itu saya sempat digoda oleh syaiton dengan membisiki hati saya; jangan-jangan ban kempes itu pertanda yang tidak baik, awas hati-hati banyak pertanda disekeliling kita, tiba-tiba ciiiiiit, saya mengerem mendadak untuk menyadarkan pikiran dan menghilangkan prasangka yang bisa menyebabkan seorang muslim keluar keimanannya karena mempercayai takhayul. Untunglah iman saya cukup kuat, jadi saya tidak terpengaruh, ceilee. Lah iya lah apa hubungannya ban bocor sama melaut.
Persis jam 8.30 saya tiba di depan SD Al azhar, disambut senyum ramah ustadz kita yang ganteng, ustadz Awi agan. “Sudah lama nunggu Pak”, dimana yang lain, kayaknya baru saya doang, nih”. “Mereka sedang menuju kemari, tunggu saja” kata Pak Awi. Setelah ngobrol sebentar, Pak Awi pamit untuk mengambil peralatan di rumahnya yang tak jauh dari tempat ini, seperti joran, kail, timah pemberat, dan Ice Box. Tak lupa saya mengingatkan Pak Awi untuk membawa barang yang saya pesan khusus untuk saya yakni “Pelampung” hehehe. “Beres bos” kata Pak Awi. Bagi sebagian orang mungkin itu adalah hal yang sepele, tapi bagi saya, permintaan saya ini adalah permintaan serius karena menyangkut nyawa manusia, nyawa seorang manusia yang tidak bisa berenang jika berada di tengah lautan luas; dan hanya bisa diselamatkan oleh benda kecil bernama pelampung, dengan izin Allah tentunya, dan itu fakta yang tak bisa dibantah. Bahkan salah satu sebab saya mendapatkan izin melaut karena saya bilang tentang pelampung itu kepada istri saya, hahaha tragis bener ya.
Sambil menunggu Pak Awi dan rekan yang lain, tiba-tiba perut mulai terasa lapar, kebetulan disebelah ada gerobak nasi goreng dan ketoprak. Saya sempat tertegun untuk memilih menu yang mana yang tepat untuk mengantisipasi keadaan, akhirnya pilihan saya jatuh ke nasigoreng, karena nasi goreng lebih padat dari pada ketoprak, sehingga lebih tahan lama didalam perut, toh kalau ada apa-apa khan masih bisa bertahan dengan nasi goreng itu (Walah mikirnya sampe jauh banget, sampe segitunye).
Ketika sedang menunggu nasi goreng, datanglah rombongan "sirkus" yang akan mengikuti kegiatan ini, Pak Bowo dengan perbekalan dan sembako yang telah disiapkan, Pak Jevi dengan Nokia baru kreditan dengan fitur GPS yg konon katanya memang disiapkan secara khusus untuk melaut, ceilee, (padahal ketika ditengah laut HP tidak berfungsi apa-apa karena tidak ada sinyal satupun jiaahaha) dan Pak Harno dengan ransel beratnya. Sejurus kemudian menyusul Mr. Peter dengan peralatan lampu daruratnya.
Setelah sekian lama ngobrol ngalor ngidul, ternyata ada satu sohib yang belum tiba, yakni Pak Yuli, katanya beliau ikut pengajian dulu, syukurlah bro, kalo ada satu yang berbuat baik kan mendingan, pergi jadi berasa aman, mudah-mudahan dapat barokahnya.
Tepat jam 10.15, kami berangkat menuju Teluk Naga, Tanjung Pasir, setelah menitipkan motor kami dirumah Pak Ari Kuncoro; thanks friend, kalo gak ada ente itu motor semua ane suruh bakar aja, habis ngerepotin aja, hehehe piss.
Diperjalanan, hal yang dibahas adalah tentang izin yang diberikan oleh istri, dan bagaimana cara mendapatkannya. Pertama Mr Jevi, kelihatannya beliau sangat berkuasa sekali dirumah, jadi tidak ada masalah dengan izin dari istri, mungkin istrinya kali yang minta izin kepadanya untuk memberikan izin melaut, hehehe; Pak Bowo, karena istri sedang hamil, agak berat juga izin turun, untunglah ada saudaranya yang mau menemani sang istri ditambah alasan mengaku sudah bayar, jadi mau tak mau istri merelakannya. Pak Awi, beliau patut dicontoh, meskipun anak sedang sakit cacar, karena sudah janji dengan kita-kita dan beliau komitmen, bismilah tetap ekpedisi harus tetap jalan. Pak Harno, karena beliau seorang pengusaha, mudah sekali menerima izin dari sang istri, mungkin sang istri takut suaminya kayak Suhaebi, istrinya Cici Paramida hahaha. Sedang kan Pak Yuli, informasi izin beliau gelap tuh, hehehe. Kalau saya; seperti yang sudah saya ceritakan diatas, sedikit kepercayaan dan manipulasi fakta hahaha.
Kira-kira jam 11.05, kami tiba di Tanjung Pasir. Saat itu parkiran kosong melompong dan terlihat sepi. Saya khawatir juga dan bertanya kepada Pak Awi, apakah tempat ini aman. Menurut beliau insya allah aman, karena pada ekspedisi pertama dulu, parkir juga ditempat ini, dan menjelang pagi biasanya tambah ramai.
Setelah menurunkan semua barang, lalu saya berinisiatif untuk mengunci mobil dengan kunci stang (meskipun saya jarang sekali melakukannya). Akibatnya saya tidak bisa menguncinya hingga dibantu oleh Pak Yuli. Tetapi karena kunci stang terlalu dekat dengan klakson, jadilah klakson berbunyi berkali-kali yang membuat penduduk sekitar menjadi marah sambil berteriak “Woooi jangan maenin klakson berisik udah malam” hihihi. Karena merasa tidak enak, kita serempak berkata “Maaf gak sengaja kena pencet”.
Sejurus kemudian Pak Awi menelpon kapten kapal, Pak Ardi namanya lalu beliau mengerahkan anak buahnya untuk mengambil gerobak yg digunakan untuk mengangkut peralatan menuju kapal. Setelah berjalan kurang lebih 10 menit, tibalah kita di dermaga kecil tempat kapal nelayan berlabuh. Saya sempat syok juga melihat ukuran kapal yang kelihatan tidak begitu besar; maklum pemula; lalu saya berpura-pura bertanya, yang mana kapal yang akan kita pakai untuk melaut. Saya pikir kecil tenyata setelah didekati cukup luas seukuran 2, 3M X 12 M, yah rata-rata ukuran kapal nelayan, dengan satu mesin bermotor.
Tepat pukul 12.05, setelah semua siap, mulailah petualangan mencari baracuda jilid dua dilakukan. Saya berdoa, ditengah keheningan malam, dibawah gemerlap bintang-bintang, diiringi desir angin dan debur ombak yang bersahutan, saya menyerahkan semua kepada sang pencipta, semoga apa yang diharapkan berjalan sesuai dengan rencana.
Perahu berjalan perlahan ketengah lautan, rumah-rumah penduduk telah hilang dari pandangan, yang ada hanya lampu-lampu kecil seolah kunang-kunang yg bertebaran dipinggir lautan. Tujuan pertama kami adalah mengunjungi pulau Untung Jawa sekedar melepas lelah dan rehat sebentar sambil menunggu waktu pagi. Diperjalanan, saya merebahkan badan sambil menengadah ke langit, terlihat pemandangan yang sangat menakjubkan yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Bagaimana manusia terasa sangat kecil dihadapan sang pencipta. Seorang diri ditengah laut tanpa ada keriuhan dan keramaian, hanya ditemani bintang-bintang dan deru ombak, serta suara mesin kapal yang menderu-deru. Pikiran saya terus melaju, menaiki ruang angkasa dan menghitung bintang satu demi satu, melihat lebih jelas ciptaan Allah yang diabadikan dalam surah Al Buruuj, demi gugusan bintang-bintang. Tepat diatas kepala ada satu bintang yang paling besar yang seolah-olah melindungi bintang lain yang lebih kecil dalam kelompoknya, dibawahnya sekitar 45 derajat kearah barat, ada juga bintang seukuran sama, tetapi ia agak menyendiri, sepertinya bintan itu lebih menyukai kesendiriannya. Saya tidak tahu itu bintang apa, yang jelas disana, dilangit sana, para mahluk Allah sedang berzikir tanpa henti memuji kekuasaan Allah yang tidak pernah sia-sia. Saat sedang asyik menghitung bintang, tiba-tiba saya sekilas melihat bintang jatuh, tidak besar memang, tetapi cukup jelas untuk dilihat, tetapi karena bergerak dengan sangat cepat saya tidak sempat mengabadikan moment itu pada HandyCam saya.
Angin bertiup semilir, ombak bergulung-gulung, melambungkan para penumpang kapal dalam buaian, masing-masing terlelap dalam tidurnya kecuali pak Ardi sebagai nakhoda dan awaknya yang tetap terjaga.
Satu jam kemudian kami dibangunkan oleh Pak Ardi, “Kita sudah sampai di Pulau Untung Jawa silahkan yg mau turun untuk turun dan yang mau tidur silahkan tidur”. Kami segera bangun, sambil anak buah pak Ardi menambatkan kapal, kami bersiap-siap melompat kedermaga. Dipinggir dermaga Mr, Jevi dan kawan-kawan telah membuka bekal nasi putih ikan asin plus sambil balado khas padang, serta dua bungkus nasi goreng yang siap kita santap bersama-sama. Baru kali ini saya merasakan, di tengah malam buta kira-kira jam dua pagi, merasakan begitu nikmatnya makan bersama-sama dalam suasana hangat, bukan karena lezat dan nikmatnya menu yang disajikan, tetapi karena semua pada laper, hahaha.
Perjuangan Baru Dimulai.
Bersambung..
Monday, June 15, 2009
Nasehat Untuk Putriku
Ini ada tulisan khusus buat anak gadis, sebuah saduran dari kitab “Yaa Binti” (Terj), Syaikh Ali Thanthawi. Semoga bermanfaat.
Putriku tercinta aku seorang yang telah berusia renta. Hilang sudah masa remaja, impian dan khayalan. Aku telah banyak mengunjungi banyak negeri, dan barjumpa dengan banyak orang. Aku juga telah merasakan pahit getirnya dunia. Oleh karena itu dengarlah nasihat-nasehatku. Dimana engkau belum pernah mendengar dari orang lain.
Kami telah menulis dan mengajak kepada perbaikan moral, menghapus kebejatan dan mengekang hawa nafsu, sampai pena tumpul dan mulut letih. Dan kami tidak menghasilkan apa-apa. Tidak ada kemungkaran yang dapat kami berantas, bahkan bertambah, kerusakan mewabah, pakaian yang terbuka dan merangsang semakin merajalela dan semakin meluas. Berkembang dari satu negeri ke negeri yang lain, sampai tidak ada satu negeri Islam pun menurut dugaanku terhindar dari wabah itu. Negeri-negeri Syam (Syria, Yordania, Libanon, Palestina) sendiri dulu benar-benar bersih, menutup aurat, sangat menjaga kehormatan wanitanya, kini para wanita itu keluar dengan pakaian merangsang, terbuka bagian lengan dan lehernya.
Kami belum berhasil, kami kira tidak akan berhasil. Tahukah engkau kenapa ?
Karena sampai saat ini, kami belum tahu jalannya. Sesungguhnya jalan kebaikan itu ada di depanmu, putriku! Kuncinya berada di tanganmu. Bila engkau percaya bahwa kunci itu ada, lalu engkau meng-gunakannya untuk masuk, maka keadaan akan baik.
Benar bahwa laki-lakilah yang memulai langkah pertama dalam lorong dosa, wanita tidak akan pernah memulainya. Tetapi bila engkau tidak setuju, laki-laki itu tidak akan berani, dan andaikan bukan lantaran lemah gemulaimu, lelaki tidak akan bertambah parah. Engkaulah yang membukakan pintu dia masuk, kau katakan pada si pencuri itu : “Silahkan…..,ketika ia telah mencuri, engkau berteriak : “Maling….! Tolong….Tolong saya kemali-ngan”. Bila engkau mengerti bahwa semua laki-laki serigala dan engkau adalah domba, niscaya engkau akan lari dari mereka, sebagaimana domba lari dari serigala. Kalau kau sadar bahwa mereka pencuri, engkau pun akan berhati-hati sebagimana seorang pelit takut kecurian.
Ya demi Allah… tidaklah seorang pemuda melihat gadis kecuali gadis itu dihayalkannya dalam keadaan telanjang tanpa pakaian.
Demi Allah, begitulah. Jangan kau percaya apa yang dikatakan lelaki, bahwa dia tidak akan melihat gadis kecuali akhlak dan budi bahasanya. Ia akan berbicara sebagai seorang shahabat, ia akan mencintainya sebagai seorang kawan. Demi Allah dia telah bohong! Bila engkau mendengar obrolan diantara anak-anak muda dalam kesepian mereka, engkau akan mendengar-kan sesuatu yang mengerikan, senyuman yang diberikan pemuda kepadamu, kehalu-san budi bahasa dan perhatian, semua itu tidak lain hanyalah merupakan perangkap rayuan untuk mencapai tujuannya.
Setelah itu apa yang terjadi? Apa, wahai putriku? Coba kau pikirkan!
Kalian berdua sesaat dalam kenikmatan, kemudian engkau ditinggalkan, dan engkau selamanya akan tetap merasakan penderitaan akibat kenikmatan itu. Pemuda itu akan terus mencari mangsa lain untuk di-terkam kehormatannya, sedang engkau yang menanggung beban kehamilan dalam perutmu. Jiwamu menangis, keningmu tercoreng. Masyarakat yang zholim dapat mengampuni pemuda itu, dengan mengatakan : “Ia anak muda yang sesat lalu bertaubat”. Tetapi engkau, selama hidupmu tetap berkubang kehinaan dan keaiban, masyarakat tidak akan mengampunimu selama-lamanya.
Namun jika engkau bertemu pemuda, kau palingkan muka, kau tunjukkan kepri-badian dan menghindar … dan kalau pengganggumu itu belum mengindahkan, sampai berbuat lancang lewat perkataan atau tangan yang usil, kau lepaskan sepatu dari kakimu lalu kau lemparkan ke kepalanya, bila semua ini engkau lakukan, maka semua orang di jalan akan membela. Setelah itu, anak-anak nakal takkan mengganggu gadis-gadis lagi.
Dan tentu, jika ia seorang pemuda yang shalih, ia akan datang kepadamu untuk minta maaf dan tidak mengulangi perbuatannya. Selanjutnya ia akan meng-harapkan hubungan yang baik dan halal. Ia akan mendatangi orang tuamu untuk melamarmu.
Wanita, bagaimanapun status sosial, kekayaan, popularitas dan prestasinya tidak akan mendapatkan sesuatu yang sangat diangan-angankan dan kebahagiaan, kecu-ali dalam perkawinan. Menjadi istri yang baik, seorang ibu yang terhormat dan mendidik keluarganya. Baik wanita itu seorang ratu, putri raja atau seorang bintang film kenamaan yang penuh dengan gemerlapan dan mempesona kebanyakan wanita.
Tak ada seorangpun yang mau menikahi pelacur, sekalipun ia lelaki hidung belang, apabila akan menikah tidak akan memilih wanita jalang (nakal), akan tetapi ia akan memilih wanita yang baik karena ia tidak rela bila ibu rumah tangga dan ibu putra-putrinya adalah wanita amoral.
Sesungguhnya krisis pernikahan terjadi disebabkan kalian kaum wanita! Krisis pernikahan terjadi disebabkan perbuatan wanita-wanita asusila, sehingga para pemuda tidak membutuhkan istri, akibatnya banyak para gadis berusia cukup untuk menikah tidak mendapatkan suami. Mengapa wanita-wanita yang baik belum juga sadar ? Mengapa kalian tidak berusaha memberantas malapetaka ini? Kalianlah yang lebih patut dan lebih mampu dari pada kaum laki-laki untuk melakukan usaha itu, karena kalian telah mengerti bahasa wanita dan cara menyadarkan mereka, dan oleh kerena yang menjadi korban kerusakan ini adalah kalian, para wanita mulia dan beragama.
Maka hendaklah kalian mengajak mereka agar bertaqwa kepada Allah, bila mereka tidak mau bertaqwa, peringatkanlah mereka akan akibat yang buruk dari perzinaan seperti terjangkitnya suatu penyakit. Bila mereka masih membangkang maka beritahukanlah akan kenyataan yang ada, katakan kepada mereka : “Kalian adalah gadis-gadis remaja putri yang cantik, oleh karena itu banyak pemuda yang menda-tangi kalian dan berebut di sekitar kalian, akan tetapi apakah keremajaan dan kecantikan itu akan kekal ?. Semua mahluk di dunia ini tidak ada yang kekal. Bagaimana kelanjutannya, bila kalian sudah menjadi nenek dengan punggung bungkuk dan wa-jah keriput? Saat itu, siapakah yang akan memperhatikan? Siapa yang akan simpati?”
Tahukah kalian, siapa yang memperhatikan, menghormati dan mencintai seorang nenek ? Mereka adalah anak dan para cucunya, saat itulah nenek tersebut menjadi seorang ratu di tengah rakyatnya. Duduk diatas singgasana dengan memakai mahkota, tetapi bagaimana dengan nenek yang lain, yang masih belum bersuami itu? Kalian sendiri lebih tahu apa yang terjadi dengan nenek itu.
Di Brussel, di sebuah trotoar yang ada di persimpangan jalan, aku menyaksikan se-orang nenek tua yang tak mampu me-nyangga kedua kakinya, anggota tubuhnya bergetar karena dimakan usia. Perempuan tua itu ingin menyebrang, sementara mobil-mobil di sekelilingnya hampir saja melindasnya, tetapi tak seorangpun yang mau menggandeng tangannya.
Maka aku katakan kepada pemuda yang bersamaku: “Hendaknya salah seorang dari kalian menghampiri dan menolongnya”
Waktu itu kami bersama seorang kawan yaitu Ustadz Nadim Zhubayyan, ia telah tinggal di Brussel lebih dari 40 tahun. Beliau berkata kepadaku: ”Tahukah anda bahwa nenek tua itu dulunya adalah se-orang primadona negeri dan banyak memberikan fitnah bagi manusia? Para lelaki selalu menguntitnya dengan segenap hati (dan apa yang di kantong mereka) untuk sekedar mendapatkan pandangan atau sentuhannya. Tetapi ketika masa bunganya telah habis dan kecantikannya sirna, tak seorang pun yang anda lihat mau menyentuh tangannya.
Apakah kelezatan itu sebanding dengan penderitaan di atas? Apakah akibat itu akan kita tukar dengan kelezatan sementara?
Berilah nasehat-nasehat yang serupa, saya yakin kalian tidak perlu petunjuk orang lain serta tidak kehabisan cara untuk menasehati saudari-saudari yang sesat dan patut di kasihani. Bila kalian tidak dapat mengatasi mereka, berusahalah untuk menjaga wanita-wanita baik, gadis-gadis yang sedang tumbuh agar mereka tidak menempuh jalan yang salah.
Saya tidak meminta kalian untuk mengubah secara drastis mengembalikan wanita masa kini menjadi kepribadian muslimah yang benar, tidak. Kami tahu bahwa perubahan cepat itu mustahil, ibarat malam yang gelap gulita dan pagi yang cerah bercahaya. Allah tidak akan memindahkan dari kegelapan kepada cahaya dalam sekejap. Tetapi dia memasukkan siang ke dalam malam dan engkau tidak merasa-kan perubahan itu. Demikian pula perubahan manusia dari masa kanak-kanak ke masa remaja, dari masa remaja ke masa tua. Sama halnya dengan perubahan se-buah negeri dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain. Akan tetapi kembalilah ke jalan yang benar setapak demi setapak sebagaimana kalian menerima kerusakan setapak demi setapak, kalian memendek-kan pakaian sedikit demi sedikit. Kalian pertipis kerudung dan sabar melalui masa yang panjang. Kalian lakukan perubahan ini sedang lelaki shalih tidak menyadari. Di universitas-universitas Islam, mahasiswa muslim duduk dengan mahasiswi muslimah dengan aurat terbuka. Tak seorang pun orang tua muslim mengingkari.
Hal semacam ini banyak. Tidak dapat diatasi hanya dalam waktu sehari, atau dalam waktu singkat, melainkan dengan kembali ke jalan yang benar, jalan yang semula kita lewati untuk menuju kejelekan. Walaupun jalan itu sekarang telah jauh. Orang yang tidak mau menempuh jalan yang panjang yang hanya satu-satunya ini, tidak akan pernah sampai. Kami mulai dengan memberantas pergaulan bebas, ketika seorang gadis bercampur baur dengan yang selain mahramnya, seorang istri menyambut kawan suami di rumahnya atau menyalaminya bila bertemu di kereta, bertemu di jalan. Atau seorang gadis menjabat tangan pria di universitas, berbin-cang-bincang, berjalan seiring, belajar bersama untuk ujian dan lupa bahwa Allah menjadikan ia sebagai wanita dan si kawan sebagai pria, satu dengan yang lain dapat saling terangsang. Baik wanita, pria atau seluruh penduduk dunia tidak akan mampu mengubah ciptaan Allah, menyamakan dua jenis atau menghapus rangsangan seks dari jiwa mereka.
Kata mereka :”Pergaulan bebas itu dapat mengurangi nafsu birahi, mendidik watak dan dapat menekan kegiatan seksualitas di dalam jiwa”. Untuk menjawab ini saya limpahkan pada mereka yang telah mencoba pergaulan bebas di sekolah-sekolah yaitu Amerika! Apakah mereka belum membaca bahwa problem Amerika, adalah semakin meningkatnya siswi-siswi hamil ?. Karena itu, mereka mengajarkan pelajaran seks di sekolah-sekolah, artinya mereka menuangkan bensin ke dalam api. Sebab mereka menjelaskan kepada para gadis yang suci dan tak mengerti soal seksualitas, apa yang tersembunyi dari aurat laki-laki, serta apa yang di lakukan laki-laki jika sedang berduaan dengan wanita. Sementara ada setan-setan dari jenis munusia yang mengajak agar kita melakukan seperti apa yang mereka lakukan. Sebagaimana mereka juga membiasakan dan melatih para siswi sekolah-sekolah menengah untuk menggunakan pil pencegah kehamilan.
Saya tidak berbicara kepada para pe-muda. Saya tidak ingin mereka mendengar. Saya tahu bahwa mungkin mereka menyanggah dan menertawakan saya. Karena saya telah menghalangi mereka menikmati kelezatan yang benar-benar mereka peroleh. Akan tetapi saya berbicara kepada kalian, putri-putriku. Wahai putriku yang beriman dan beragama! Putriku yang ter-hormat dan terpelihara ! Ketahuilah bahwa yang menjadi korban semua ini bukan orang lain kecuali engkau. Oleh karena itu jangan berikan diri kalian sebagai korban Iblis. Jangan dengarkan ucapan mereka yang merayumu dengan pergaulan bebas demi kebebasan, modernisasi, kemajuan dan kehidupan kampus. Sungguh keba-nyakan orang yang terlaknat itu tidak beristri dan tidak punya anak, mereka sama sekali tidak peduli dengan kalian, mereka menganggap kalian sebagai pemuas kelezatan sementara. Sedang saya adalah seorang ayah dari beberapa gadis. Bila saya membela kalian, berarti saya membela putri-putriku sendiri. Aku ingin kalian bahagia seperti yang aku inginkan untuk putri-putriku.
Bila anak putri telah jatuh, tak seorang pun diantara mereka mau membimbing tangannya atau mengangkat dari lembah kejatuhan. Yang engkau dapati, mereka saling memperebutkan kecantikan gadis itu, selama kecantikan itu masih ada. Bila sudah hilang, mereka pun pergi mening-galkan anak putri tersebut. Sebagaimana anjing-anjing meninggalkan bangkai yang tak berdaging sedikit pun.
Inilah nasehat padamu, putriku. Inilah kebenaran, selain ini jangan percaya. Sadarlah bahwa di tanganmulah, bukan ditangan kaum lelaki kunci pintu kebaikan. Bila mau, perbaikilah diri kalian, dengan demikian umat pun akan menjadi baik.
Putriku tercinta aku seorang yang telah berusia renta. Hilang sudah masa remaja, impian dan khayalan. Aku telah banyak mengunjungi banyak negeri, dan barjumpa dengan banyak orang. Aku juga telah merasakan pahit getirnya dunia. Oleh karena itu dengarlah nasihat-nasehatku. Dimana engkau belum pernah mendengar dari orang lain.
Kami telah menulis dan mengajak kepada perbaikan moral, menghapus kebejatan dan mengekang hawa nafsu, sampai pena tumpul dan mulut letih. Dan kami tidak menghasilkan apa-apa. Tidak ada kemungkaran yang dapat kami berantas, bahkan bertambah, kerusakan mewabah, pakaian yang terbuka dan merangsang semakin merajalela dan semakin meluas. Berkembang dari satu negeri ke negeri yang lain, sampai tidak ada satu negeri Islam pun menurut dugaanku terhindar dari wabah itu. Negeri-negeri Syam (Syria, Yordania, Libanon, Palestina) sendiri dulu benar-benar bersih, menutup aurat, sangat menjaga kehormatan wanitanya, kini para wanita itu keluar dengan pakaian merangsang, terbuka bagian lengan dan lehernya.
Kami belum berhasil, kami kira tidak akan berhasil. Tahukah engkau kenapa ?
Karena sampai saat ini, kami belum tahu jalannya. Sesungguhnya jalan kebaikan itu ada di depanmu, putriku! Kuncinya berada di tanganmu. Bila engkau percaya bahwa kunci itu ada, lalu engkau meng-gunakannya untuk masuk, maka keadaan akan baik.
Benar bahwa laki-lakilah yang memulai langkah pertama dalam lorong dosa, wanita tidak akan pernah memulainya. Tetapi bila engkau tidak setuju, laki-laki itu tidak akan berani, dan andaikan bukan lantaran lemah gemulaimu, lelaki tidak akan bertambah parah. Engkaulah yang membukakan pintu dia masuk, kau katakan pada si pencuri itu : “Silahkan…..,ketika ia telah mencuri, engkau berteriak : “Maling….! Tolong….Tolong saya kemali-ngan”. Bila engkau mengerti bahwa semua laki-laki serigala dan engkau adalah domba, niscaya engkau akan lari dari mereka, sebagaimana domba lari dari serigala. Kalau kau sadar bahwa mereka pencuri, engkau pun akan berhati-hati sebagimana seorang pelit takut kecurian.
Ya demi Allah… tidaklah seorang pemuda melihat gadis kecuali gadis itu dihayalkannya dalam keadaan telanjang tanpa pakaian.
Demi Allah, begitulah. Jangan kau percaya apa yang dikatakan lelaki, bahwa dia tidak akan melihat gadis kecuali akhlak dan budi bahasanya. Ia akan berbicara sebagai seorang shahabat, ia akan mencintainya sebagai seorang kawan. Demi Allah dia telah bohong! Bila engkau mendengar obrolan diantara anak-anak muda dalam kesepian mereka, engkau akan mendengar-kan sesuatu yang mengerikan, senyuman yang diberikan pemuda kepadamu, kehalu-san budi bahasa dan perhatian, semua itu tidak lain hanyalah merupakan perangkap rayuan untuk mencapai tujuannya.
Setelah itu apa yang terjadi? Apa, wahai putriku? Coba kau pikirkan!
Kalian berdua sesaat dalam kenikmatan, kemudian engkau ditinggalkan, dan engkau selamanya akan tetap merasakan penderitaan akibat kenikmatan itu. Pemuda itu akan terus mencari mangsa lain untuk di-terkam kehormatannya, sedang engkau yang menanggung beban kehamilan dalam perutmu. Jiwamu menangis, keningmu tercoreng. Masyarakat yang zholim dapat mengampuni pemuda itu, dengan mengatakan : “Ia anak muda yang sesat lalu bertaubat”. Tetapi engkau, selama hidupmu tetap berkubang kehinaan dan keaiban, masyarakat tidak akan mengampunimu selama-lamanya.
Namun jika engkau bertemu pemuda, kau palingkan muka, kau tunjukkan kepri-badian dan menghindar … dan kalau pengganggumu itu belum mengindahkan, sampai berbuat lancang lewat perkataan atau tangan yang usil, kau lepaskan sepatu dari kakimu lalu kau lemparkan ke kepalanya, bila semua ini engkau lakukan, maka semua orang di jalan akan membela. Setelah itu, anak-anak nakal takkan mengganggu gadis-gadis lagi.
Dan tentu, jika ia seorang pemuda yang shalih, ia akan datang kepadamu untuk minta maaf dan tidak mengulangi perbuatannya. Selanjutnya ia akan meng-harapkan hubungan yang baik dan halal. Ia akan mendatangi orang tuamu untuk melamarmu.
Wanita, bagaimanapun status sosial, kekayaan, popularitas dan prestasinya tidak akan mendapatkan sesuatu yang sangat diangan-angankan dan kebahagiaan, kecu-ali dalam perkawinan. Menjadi istri yang baik, seorang ibu yang terhormat dan mendidik keluarganya. Baik wanita itu seorang ratu, putri raja atau seorang bintang film kenamaan yang penuh dengan gemerlapan dan mempesona kebanyakan wanita.
Tak ada seorangpun yang mau menikahi pelacur, sekalipun ia lelaki hidung belang, apabila akan menikah tidak akan memilih wanita jalang (nakal), akan tetapi ia akan memilih wanita yang baik karena ia tidak rela bila ibu rumah tangga dan ibu putra-putrinya adalah wanita amoral.
Sesungguhnya krisis pernikahan terjadi disebabkan kalian kaum wanita! Krisis pernikahan terjadi disebabkan perbuatan wanita-wanita asusila, sehingga para pemuda tidak membutuhkan istri, akibatnya banyak para gadis berusia cukup untuk menikah tidak mendapatkan suami. Mengapa wanita-wanita yang baik belum juga sadar ? Mengapa kalian tidak berusaha memberantas malapetaka ini? Kalianlah yang lebih patut dan lebih mampu dari pada kaum laki-laki untuk melakukan usaha itu, karena kalian telah mengerti bahasa wanita dan cara menyadarkan mereka, dan oleh kerena yang menjadi korban kerusakan ini adalah kalian, para wanita mulia dan beragama.
Maka hendaklah kalian mengajak mereka agar bertaqwa kepada Allah, bila mereka tidak mau bertaqwa, peringatkanlah mereka akan akibat yang buruk dari perzinaan seperti terjangkitnya suatu penyakit. Bila mereka masih membangkang maka beritahukanlah akan kenyataan yang ada, katakan kepada mereka : “Kalian adalah gadis-gadis remaja putri yang cantik, oleh karena itu banyak pemuda yang menda-tangi kalian dan berebut di sekitar kalian, akan tetapi apakah keremajaan dan kecantikan itu akan kekal ?. Semua mahluk di dunia ini tidak ada yang kekal. Bagaimana kelanjutannya, bila kalian sudah menjadi nenek dengan punggung bungkuk dan wa-jah keriput? Saat itu, siapakah yang akan memperhatikan? Siapa yang akan simpati?”
Tahukah kalian, siapa yang memperhatikan, menghormati dan mencintai seorang nenek ? Mereka adalah anak dan para cucunya, saat itulah nenek tersebut menjadi seorang ratu di tengah rakyatnya. Duduk diatas singgasana dengan memakai mahkota, tetapi bagaimana dengan nenek yang lain, yang masih belum bersuami itu? Kalian sendiri lebih tahu apa yang terjadi dengan nenek itu.
Di Brussel, di sebuah trotoar yang ada di persimpangan jalan, aku menyaksikan se-orang nenek tua yang tak mampu me-nyangga kedua kakinya, anggota tubuhnya bergetar karena dimakan usia. Perempuan tua itu ingin menyebrang, sementara mobil-mobil di sekelilingnya hampir saja melindasnya, tetapi tak seorangpun yang mau menggandeng tangannya.
Maka aku katakan kepada pemuda yang bersamaku: “Hendaknya salah seorang dari kalian menghampiri dan menolongnya”
Waktu itu kami bersama seorang kawan yaitu Ustadz Nadim Zhubayyan, ia telah tinggal di Brussel lebih dari 40 tahun. Beliau berkata kepadaku: ”Tahukah anda bahwa nenek tua itu dulunya adalah se-orang primadona negeri dan banyak memberikan fitnah bagi manusia? Para lelaki selalu menguntitnya dengan segenap hati (dan apa yang di kantong mereka) untuk sekedar mendapatkan pandangan atau sentuhannya. Tetapi ketika masa bunganya telah habis dan kecantikannya sirna, tak seorang pun yang anda lihat mau menyentuh tangannya.
Apakah kelezatan itu sebanding dengan penderitaan di atas? Apakah akibat itu akan kita tukar dengan kelezatan sementara?
Berilah nasehat-nasehat yang serupa, saya yakin kalian tidak perlu petunjuk orang lain serta tidak kehabisan cara untuk menasehati saudari-saudari yang sesat dan patut di kasihani. Bila kalian tidak dapat mengatasi mereka, berusahalah untuk menjaga wanita-wanita baik, gadis-gadis yang sedang tumbuh agar mereka tidak menempuh jalan yang salah.
Saya tidak meminta kalian untuk mengubah secara drastis mengembalikan wanita masa kini menjadi kepribadian muslimah yang benar, tidak. Kami tahu bahwa perubahan cepat itu mustahil, ibarat malam yang gelap gulita dan pagi yang cerah bercahaya. Allah tidak akan memindahkan dari kegelapan kepada cahaya dalam sekejap. Tetapi dia memasukkan siang ke dalam malam dan engkau tidak merasa-kan perubahan itu. Demikian pula perubahan manusia dari masa kanak-kanak ke masa remaja, dari masa remaja ke masa tua. Sama halnya dengan perubahan se-buah negeri dari suatu keadaan kepada keadaan yang lain. Akan tetapi kembalilah ke jalan yang benar setapak demi setapak sebagaimana kalian menerima kerusakan setapak demi setapak, kalian memendek-kan pakaian sedikit demi sedikit. Kalian pertipis kerudung dan sabar melalui masa yang panjang. Kalian lakukan perubahan ini sedang lelaki shalih tidak menyadari. Di universitas-universitas Islam, mahasiswa muslim duduk dengan mahasiswi muslimah dengan aurat terbuka. Tak seorang pun orang tua muslim mengingkari.
Hal semacam ini banyak. Tidak dapat diatasi hanya dalam waktu sehari, atau dalam waktu singkat, melainkan dengan kembali ke jalan yang benar, jalan yang semula kita lewati untuk menuju kejelekan. Walaupun jalan itu sekarang telah jauh. Orang yang tidak mau menempuh jalan yang panjang yang hanya satu-satunya ini, tidak akan pernah sampai. Kami mulai dengan memberantas pergaulan bebas, ketika seorang gadis bercampur baur dengan yang selain mahramnya, seorang istri menyambut kawan suami di rumahnya atau menyalaminya bila bertemu di kereta, bertemu di jalan. Atau seorang gadis menjabat tangan pria di universitas, berbin-cang-bincang, berjalan seiring, belajar bersama untuk ujian dan lupa bahwa Allah menjadikan ia sebagai wanita dan si kawan sebagai pria, satu dengan yang lain dapat saling terangsang. Baik wanita, pria atau seluruh penduduk dunia tidak akan mampu mengubah ciptaan Allah, menyamakan dua jenis atau menghapus rangsangan seks dari jiwa mereka.
Kata mereka :”Pergaulan bebas itu dapat mengurangi nafsu birahi, mendidik watak dan dapat menekan kegiatan seksualitas di dalam jiwa”. Untuk menjawab ini saya limpahkan pada mereka yang telah mencoba pergaulan bebas di sekolah-sekolah yaitu Amerika! Apakah mereka belum membaca bahwa problem Amerika, adalah semakin meningkatnya siswi-siswi hamil ?. Karena itu, mereka mengajarkan pelajaran seks di sekolah-sekolah, artinya mereka menuangkan bensin ke dalam api. Sebab mereka menjelaskan kepada para gadis yang suci dan tak mengerti soal seksualitas, apa yang tersembunyi dari aurat laki-laki, serta apa yang di lakukan laki-laki jika sedang berduaan dengan wanita. Sementara ada setan-setan dari jenis munusia yang mengajak agar kita melakukan seperti apa yang mereka lakukan. Sebagaimana mereka juga membiasakan dan melatih para siswi sekolah-sekolah menengah untuk menggunakan pil pencegah kehamilan.
Saya tidak berbicara kepada para pe-muda. Saya tidak ingin mereka mendengar. Saya tahu bahwa mungkin mereka menyanggah dan menertawakan saya. Karena saya telah menghalangi mereka menikmati kelezatan yang benar-benar mereka peroleh. Akan tetapi saya berbicara kepada kalian, putri-putriku. Wahai putriku yang beriman dan beragama! Putriku yang ter-hormat dan terpelihara ! Ketahuilah bahwa yang menjadi korban semua ini bukan orang lain kecuali engkau. Oleh karena itu jangan berikan diri kalian sebagai korban Iblis. Jangan dengarkan ucapan mereka yang merayumu dengan pergaulan bebas demi kebebasan, modernisasi, kemajuan dan kehidupan kampus. Sungguh keba-nyakan orang yang terlaknat itu tidak beristri dan tidak punya anak, mereka sama sekali tidak peduli dengan kalian, mereka menganggap kalian sebagai pemuas kelezatan sementara. Sedang saya adalah seorang ayah dari beberapa gadis. Bila saya membela kalian, berarti saya membela putri-putriku sendiri. Aku ingin kalian bahagia seperti yang aku inginkan untuk putri-putriku.
Bila anak putri telah jatuh, tak seorang pun diantara mereka mau membimbing tangannya atau mengangkat dari lembah kejatuhan. Yang engkau dapati, mereka saling memperebutkan kecantikan gadis itu, selama kecantikan itu masih ada. Bila sudah hilang, mereka pun pergi mening-galkan anak putri tersebut. Sebagaimana anjing-anjing meninggalkan bangkai yang tak berdaging sedikit pun.
Inilah nasehat padamu, putriku. Inilah kebenaran, selain ini jangan percaya. Sadarlah bahwa di tanganmulah, bukan ditangan kaum lelaki kunci pintu kebaikan. Bila mau, perbaikilah diri kalian, dengan demikian umat pun akan menjadi baik.
Saturday, June 13, 2009
Cinta Sejati
Cinta, sebuah kata yang tak semua orang mampu mengakuinya, tak semua orang mampu melaksanakannya. Cinta sebuah ungkapan yang tak pernah pudar sepanjang manusia masih memiliki sanubari. Sebuah ungkapan yang mampu membuat si lemah menjadi kuat, si bodoh menjadi pintar, si penakut menjadi pemberani. Cinta pula yang membuat si cerdik terlihat dungu, si pemberani terlihat lemah dan si pejantan terlihat pecundang.
Dengan cinta, terlahir banyak generasi pewaris kehidupan, terlahir banyak individu pembentuk keluarga, terlahir banyak suku bangsa pembentuk marga dan terlahir banyak ras pembeda antar bangsa. Dengan cinta, terlahir banyak kisah tentang manusia serta terjalinnya silaturahmi antar bangsa. Dengan cinta pula silsilah manusia akan terjaga.
Cinta yang menguatkan manusia, cinta pula yang mampu melemahkannya.
Paradoks Cinta
Saat orang bicara tentang cinta, kadang yang terbesit hanyalah kebahagian, keceriaan dan kegembiraan. Padahal cinta hanyalah sebuah kata kerja, tergantung dari sanubari pelakunya.
Ketika sang penipu hati bicara tentang cinta, ketika sang pendusta sanubari bicara tentang cinta, sesungguhnya ia sedang bicara tentang ranjau kepedihan, sesungguhnya ia sedang bicara tentang benih ketakutan. Dan sesungguhnya ia juga sedang menyulam kezaliman untuk dirinya sendiri.
Perlunya cinta sejati
Sesungguhnya cinta sejati hanyalah milik Allah, yang ia wariskan untuk mahluk-mahluknya. Dia yang bersifat rahman sekaligus rahiim. Dia yang bersifat pengasih dan juga penyayang. CintaNya pada mahlukNya, tak pernah bisa diukur dengan neraca para hamba. Sebab Ia mencipta dengan sejuta rasa cinta kepada hambanya. Sifat cintaNya pada mahluknya, menitis dalam instink para induk satwa, juga pada naluri para ibu manusia. Namun cinta yang mengalir dalam nadi manusia kadang terkotori gelembung dosa dan debu kemaksiatan, sehingga sulit menemukan dimana cinta sejati itu berada.
Dua macam cinta sejati pada manusia
Pertama, Cinta seorang Ibu kepada anaknya.
Saat seorang bayi lahir, cinta seorang ibu yang mengokohkan jemarinya, menguatkan tulang belakangnya, menegakan dagunya, membuka panca indera dan menentramkan batinnya. Cinta seorang ibu pula yang membuat anak-anak manusia mampu berjalan dengan tegaknya. Cinta seorang ibu mampu menghapus sakitnya melahirkan, cinta seorang ibu pula yang mampu merubah derita kehamilan menjadi cerita kebahagiaan. Cinta seorang ibu mampu meredamkan amarah saat terhina, mampu memberi damai dalam hati yang terluka, mampu menyejukan jiwa yang gersang karena prahara, serta mampu mendinginkan emosi dalam kepala. Cinta seorang ibu pula yang mampu membuka pintu-pintu surga bagi anak-anak yang berbakti kepadanya.
Kedua, Cinta seorang teman kepada sahabatnya karena Allah.
Cinta yang datang dari seorang teman kepada sahabatnya karena lillahi taa’la, membuat hidup tak pernah terasa sia-sia. Ia yang menguatkan dikala lemah, yang meninggikan dikala runtuh, yang membangunkan dikala lelap, yang menemani dikala terjaga, yang mengingatkan dikala lupa,yang menyantuni dikala papa, yang menerangkan dikala gulita, dan yang mengayomi dikala terhina. Cinta seorang teman kepada sahabatnya karena Allah, berlandaskan iman, bertiang rasa setiakawan, berdinding tenggang rasa, beratap saling mengasihi, berpintu doa, berjendela empati, dan berhiaskan hati sanubari.
Bagaimana hendaknya cinta seorang manusia kepada kekasihnya.
Jadikanlah cintamu pada kekasihmu bukan sebagai cinta biasa, tetapi cinta seorang teman kepada sahabatnya karena Allah taa’la. Sebab itulah cinta yang abadi. Ketika engkau mencintai pasanganmu, jadikan cintamu itu sebagai sarana untuk mencintai Allah dan Rasulnya. Karena diakhirat kelak, seseorang akan bersama dengan apa yang dicintainya.
Untuk para pemuda dan pemudi yang belum menemukan cinta sejatinya. Percayalah bahwa Allah akan mengirimkan orang yang tepat untuk kalian, jika kalian benar-benar meluruskan niat bahwa cintamu pada kekasihmu, semata-mata karena Allah ta’ala. Jika hari ini engkau belum menemukan mereka, mudah-mudahan dengan cintanya Allah kepada kalian, merekalah yang akan menemukan diri kalian.
Untuk para pasangan yang merasakan hambarnya cinta meski telah menikah bertahun-tahun, segeralah kembalilah pada komitmen awal pernikahan. Luruskan niat dan janganlah mengotori hati dengan melihat rumput tetangga lebih hijau dari rumput sendiri, apalagi bermain-main dengan cinta terlarang yang bisa menghanguskan hati dan membakar jiwa.
Lihatlah buah cinta kalian yang mulai beranjak dewasa. Kalau bukan karena cinta Allah kepada kalian, niscaya kalian tidak diberikan keturunan yang lucu-lucu. Kalau bukan karena Allah percaya kepada cinta kalian, niscaya Allah tidak akan memberikan amanah-amanah itu kepada kalian. Dan andaipun saat ini kalian belum diberikan keturunan, mudah-mudahan dengan lurusnya niat itu Allah akan memberikan amanah itu sesegera mungkin, sebab Allah adalah mengikuti prasangka para hambaNYA.
Untuk mereka yang pernah gagal dalam cinta, baik karena penghianatan atau takdirNYA, percayalah, amal-amal kalian pada masa-masa sulit itu tidak akan pernah dilupakan oleh Tuhan. Pengabdian kalian kepada keluarga yang pernah kalian bina, tetap diberikan nilai tersendiri oleh Allah Ta’ala. Jika kalian pernah terluka atau sakit, percayalah orang-orang yang menyakiti kalian juga merasakan sakit yang sama. Tetapi yang membedakan kalian dengan mereka adalah bahwa kalian ikhlas menerima kenyataan, bahwa pengorbanan kalian itu adalah demi menegakkan cinta kalian kepada Allah Ta’ala. Dan mudah-mudahan Allah akan mengirimkan kembali kepada kalian, hamba-hamba yang soleh dan taat, yang akan merajut cinta bersama kalian dimasa-masa yang akan datang.
Cinta sejati, sesungguhnya ia adalah cinta yang benar-benar abadi. Cinta yang mampu membawa pelakunya kepada cinta sebenarnya, yakni cinta kepada Tuhannya. Cinta yang mempersatukan para hamba yang beriman di yaumul akhirat nanti.
Wallahualam bishowab.
*In the middle of the night.*
Dengan cinta, terlahir banyak generasi pewaris kehidupan, terlahir banyak individu pembentuk keluarga, terlahir banyak suku bangsa pembentuk marga dan terlahir banyak ras pembeda antar bangsa. Dengan cinta, terlahir banyak kisah tentang manusia serta terjalinnya silaturahmi antar bangsa. Dengan cinta pula silsilah manusia akan terjaga.
Cinta yang menguatkan manusia, cinta pula yang mampu melemahkannya.
Paradoks Cinta
Saat orang bicara tentang cinta, kadang yang terbesit hanyalah kebahagian, keceriaan dan kegembiraan. Padahal cinta hanyalah sebuah kata kerja, tergantung dari sanubari pelakunya.
Ketika sang penipu hati bicara tentang cinta, ketika sang pendusta sanubari bicara tentang cinta, sesungguhnya ia sedang bicara tentang ranjau kepedihan, sesungguhnya ia sedang bicara tentang benih ketakutan. Dan sesungguhnya ia juga sedang menyulam kezaliman untuk dirinya sendiri.
Perlunya cinta sejati
Sesungguhnya cinta sejati hanyalah milik Allah, yang ia wariskan untuk mahluk-mahluknya. Dia yang bersifat rahman sekaligus rahiim. Dia yang bersifat pengasih dan juga penyayang. CintaNya pada mahlukNya, tak pernah bisa diukur dengan neraca para hamba. Sebab Ia mencipta dengan sejuta rasa cinta kepada hambanya. Sifat cintaNya pada mahluknya, menitis dalam instink para induk satwa, juga pada naluri para ibu manusia. Namun cinta yang mengalir dalam nadi manusia kadang terkotori gelembung dosa dan debu kemaksiatan, sehingga sulit menemukan dimana cinta sejati itu berada.
Dua macam cinta sejati pada manusia
Pertama, Cinta seorang Ibu kepada anaknya.
Saat seorang bayi lahir, cinta seorang ibu yang mengokohkan jemarinya, menguatkan tulang belakangnya, menegakan dagunya, membuka panca indera dan menentramkan batinnya. Cinta seorang ibu pula yang membuat anak-anak manusia mampu berjalan dengan tegaknya. Cinta seorang ibu mampu menghapus sakitnya melahirkan, cinta seorang ibu pula yang mampu merubah derita kehamilan menjadi cerita kebahagiaan. Cinta seorang ibu mampu meredamkan amarah saat terhina, mampu memberi damai dalam hati yang terluka, mampu menyejukan jiwa yang gersang karena prahara, serta mampu mendinginkan emosi dalam kepala. Cinta seorang ibu pula yang mampu membuka pintu-pintu surga bagi anak-anak yang berbakti kepadanya.
Kedua, Cinta seorang teman kepada sahabatnya karena Allah.
Cinta yang datang dari seorang teman kepada sahabatnya karena lillahi taa’la, membuat hidup tak pernah terasa sia-sia. Ia yang menguatkan dikala lemah, yang meninggikan dikala runtuh, yang membangunkan dikala lelap, yang menemani dikala terjaga, yang mengingatkan dikala lupa,yang menyantuni dikala papa, yang menerangkan dikala gulita, dan yang mengayomi dikala terhina. Cinta seorang teman kepada sahabatnya karena Allah, berlandaskan iman, bertiang rasa setiakawan, berdinding tenggang rasa, beratap saling mengasihi, berpintu doa, berjendela empati, dan berhiaskan hati sanubari.
Bagaimana hendaknya cinta seorang manusia kepada kekasihnya.
Jadikanlah cintamu pada kekasihmu bukan sebagai cinta biasa, tetapi cinta seorang teman kepada sahabatnya karena Allah taa’la. Sebab itulah cinta yang abadi. Ketika engkau mencintai pasanganmu, jadikan cintamu itu sebagai sarana untuk mencintai Allah dan Rasulnya. Karena diakhirat kelak, seseorang akan bersama dengan apa yang dicintainya.
Untuk para pemuda dan pemudi yang belum menemukan cinta sejatinya. Percayalah bahwa Allah akan mengirimkan orang yang tepat untuk kalian, jika kalian benar-benar meluruskan niat bahwa cintamu pada kekasihmu, semata-mata karena Allah ta’ala. Jika hari ini engkau belum menemukan mereka, mudah-mudahan dengan cintanya Allah kepada kalian, merekalah yang akan menemukan diri kalian.
Untuk para pasangan yang merasakan hambarnya cinta meski telah menikah bertahun-tahun, segeralah kembalilah pada komitmen awal pernikahan. Luruskan niat dan janganlah mengotori hati dengan melihat rumput tetangga lebih hijau dari rumput sendiri, apalagi bermain-main dengan cinta terlarang yang bisa menghanguskan hati dan membakar jiwa.
Lihatlah buah cinta kalian yang mulai beranjak dewasa. Kalau bukan karena cinta Allah kepada kalian, niscaya kalian tidak diberikan keturunan yang lucu-lucu. Kalau bukan karena Allah percaya kepada cinta kalian, niscaya Allah tidak akan memberikan amanah-amanah itu kepada kalian. Dan andaipun saat ini kalian belum diberikan keturunan, mudah-mudahan dengan lurusnya niat itu Allah akan memberikan amanah itu sesegera mungkin, sebab Allah adalah mengikuti prasangka para hambaNYA.
Untuk mereka yang pernah gagal dalam cinta, baik karena penghianatan atau takdirNYA, percayalah, amal-amal kalian pada masa-masa sulit itu tidak akan pernah dilupakan oleh Tuhan. Pengabdian kalian kepada keluarga yang pernah kalian bina, tetap diberikan nilai tersendiri oleh Allah Ta’ala. Jika kalian pernah terluka atau sakit, percayalah orang-orang yang menyakiti kalian juga merasakan sakit yang sama. Tetapi yang membedakan kalian dengan mereka adalah bahwa kalian ikhlas menerima kenyataan, bahwa pengorbanan kalian itu adalah demi menegakkan cinta kalian kepada Allah Ta’ala. Dan mudah-mudahan Allah akan mengirimkan kembali kepada kalian, hamba-hamba yang soleh dan taat, yang akan merajut cinta bersama kalian dimasa-masa yang akan datang.
Cinta sejati, sesungguhnya ia adalah cinta yang benar-benar abadi. Cinta yang mampu membawa pelakunya kepada cinta sebenarnya, yakni cinta kepada Tuhannya. Cinta yang mempersatukan para hamba yang beriman di yaumul akhirat nanti.
Wallahualam bishowab.
*In the middle of the night.*
Wednesday, June 10, 2009
Reputasi dan Arti Sebuah Nama Baik
“Nama baik”, sebuah istilah yang sangat tua, setua usia manusia sendiri, sejak Adam turun ke bumi. “Nama Baik”, yang kini merebak di masyarakat setelah kasus pencemaran nama baik beredar luas dimasyarakat bahkan sampai manca negara. Sebuah drama yang mengorbankan nama baik demi mempertahankan nama baik pula.
Nama baik, istilah kerennya reputasi, sebuah istilah yang mampu membuat manusia tidak bisa tidur nyenyak jika telah jatuh ketitik nadir.
Reputasi dalam Keluarga.
Seringkali seorang ayah (karena merasa superior) sangat ketat menjaga nama baik keluarga. Segala peraturan dibuat untuk membatasi gerak anggota keluarga, tidak boleh melakukan ini dan itu karena bisa mencoreng nama keluarga. Semakin tinggi status suatu keluarga biasanya peraturan keluarganya juga semakin ketat dan peraturan yang paling ketat biasanya datang dari keluarga konglomerat atau keluarga berdarah biru.
Memberi Tauladan
Masalah akan terjadi jika anak telah terlanjur melakukan sesuatu yang dianggap mencoreng nama keluarga. Contoh kecil misalnya, seorang anak tidak lulus ujian sekolah karena asik dengan dunianya sendiri, sedangkan ayah dan ibunya adalah seorang doktor atau magister lulusan universitas terkenal, seorang guru dan dosen pula. Maka sang ayah akan sangat berang saat mengetahui anaknya tidak lulus ujian sekolah dan dianggap tidak becus. Padahal kalau ditarik kebelakang, kegagalan anak tersebut adalah karena kegagalan orang tuanya, orang tua tidak memberikan contoh dan suri tauladan yang baik bagi anaknya, tetapi malah asyik sibuk sendiri dengan pekerjaannya. Pendekatan yang dilakukan kepada anak terlalu formal, mereka hanya bertemu di meja makan, say hello dan lets go itu saja rutinitas setiap harinya. Padahal kebersamaan dan cerita tentang kehangatan seorang ayah dan kelembutan seorang ibu merupakan support yang tiada bandingannya bagi perkembangan seorang anak. Ada satu hal yang kadang tidak disadari oleh orang tua, bahwa mereka sebenarnya mempunyai reputasi dimata anak-anaknya. Semakin hangat orangtua semakin baik reputasinya, dan semakin renggang orang tua semakin buruk reputasinya dan semakin pudar pula rasa hormat anak terhadap mereka.
Begitupun dalam hubungan suami istri, kehancuran sebuah rumahtangga yang berujung pada perceraian karena masing-masing sudah tidak memiliki reputasi dimata pasangannya. Seorang suami (yg masih berfaham feodal) merasa bahwa dirinya adalah raja dirumah ini, segala titahnya adalah perintah dan istri adalah pelayan bagi suaminya. Pola penempatan status hubungan model demikian membuat istri tidak respect terhadap suaminya. Begitupula jika sang istri mempunyai kedudukan yang lebih tinggi terhadap suaminya bahkan berpenghasilan lebih banyak, dan menganggap suami tidak lebih berarti dibandingkan dengan dirinya, maka rasa respect itu pula akan hilang. Pola hubungan yang baik adalah menganggap pasangan sebagai mitra dalam perjalanan hidup, jika suami sebagai nahkoda, maka sang istri adalah navigatornya, sikap saling menepati janji dan rendah hati akan mampu menaikan reputasi dimata pasangan masing-masing.
Reputasi dalam Pertemanan dan Persahabatan.
Kunci persahabatan adalah saling menghargai dalam suka dan duka ,toleransi yg tinggi serta rasa setiakawan dalam segala kondisi. Yang menghancurkan persahabatan adalah pengkhianatan. Sekali berkhianat dalam persahabatan, seumur hidup teman tak akan percaya, seumur hidup pula reputasi akan hancur bila maaf tak pernah meluncur dari bibir kita.
Reputasi dalam bisnis
Dalam bidang inilah sebuah reputasi menjadi sebuah momok yang perlu diperjuangkan dengan segala upaya. Hancurnya reputasi merupakan hancurnya bisnis, dan baiknya reputasi juga merupakanbaiknya bisnis. Saling gugat dan saling tuntut demi sebuah reputasi, adalah hal yang lazim dalam percaturan bisnis.
Kasus teranyar adalah kasus seorang ibu yang dipenjara karena digugat oleh sebuah rumah sakit 1) sebab dianggap telah mencemarkan nama baik RS itu, padahal sang ibu hanya menceritakan kronologis ketidakpuasannya terhadap layanan RS itu dan meminta teman-temannya untuk mewaspadainya, itu saja. Tapi ketakutan yang luar biasa akan hancurnya nama baik membuat RS itu bertindak sangat jauh, ranah pelayanan publik ditarik keranah hukum, jadilah sebuah ironi, bukan nama baik yang didapat, malah cacimaki dari publik yang menghujam tajam bak hujan panah ditengah malam, tapi apa mau dikata, nasi telah menjadi bubur dan keputusan telah dibuat, hanya rasa kemanusiaan saja yang mungkin akan mampu mengembalikan itu semua.
Kasus lainnya adalah tentang pertaruhan reputasi sebuah lembaga survey nasional yang melakukan survey atas pesanan lembaga salah satu konsultan capres 2). Lembaga itu dianggap melakukan perbuatan yang tidak pantas karena melakukan survey atas pesanan orang lain lalu mengumumkan hasil survey itu oleh dirinya sendiri, bukan diumunkan oleh sang pemesan, seolah-olah independen, sehingga masyarakat menilai telah terjadi pengiringan opini oleh lembaga survey itu. Ujung-ujungnya masyarakat akan menilai dan tidak percaya lagi hasil survey yang dilakukan lembaga itu.
Kunci menjaga reputasi dalam bisnis adalah menepati janji dan memberikan pelayanan terbaik.
Reputasi dalam Masyarakat
Ketokohan seorang pemimpin memang mampu membuat dirinya disegani, tetapi jika sekali saja berbuat cela, maka reputasinya akan hancur lebur. Seorang pemimpin masyarakat adalah icon bagi masyarakatnya. Ia adalah teladan yang menjadi panutan pengikutnya. Satu-satunya cara yang membuat reputasi seorang tokoh tetap terjaga adalah pengabdian tanpa pamrih, alias berbuat ikhlas karena Allah taa’la.
Ihsan;sebuah sikap yang nyaris terlupakan; kunci menjaga reputasi dan nama baik.
Ihsan adalah berbuat baik dalam segala urusan, sikap mendahulukan pelayanan terbaik, sekecil apapun pelayanan yang kita berikan. Dengan ihsan nama baik insya allah akan tetap terjaga
Tingkatan Ihsan yang paling tinggi adalah Ihsan di dalam beribadah kepada Allah SWT. Inilah tingkatan dien yang paling tinggi. Dalam hal ini, Rasululloh telah bersabda “Bahwa engkau (beribadah) menyembah Allah SWT seakan-akan engkau melihat-Nya; jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Tingkatan Ihsan paling tinggi terhadap manusia adalah berbakti kepada kedua orangtua dan menjalankan hak-hak keduanya, baik yang berupa ucapan, perbuatan, harta maupun hal lainnya.
Berbuat Ihsan kepada seluruh manusia yaitu, mulai dari terhadap orang-orang yang memiliki hubungan terdekat yaitu saudara kandung ataupun para tetangga. Yaitu dengan cara memberikan hak-hak mereka, mengunjungi, bertanya tentang kondisi mereka, memberikan hadiah, mengasihi anak-anak kecil mereka, bersedekah kepada para kaum faqir mereka, memberikan bantuan kepada orang-orang yang berhajat di kalangan mereka dan sebagainya.
Berbuat Ihsan kepada binatang dengan cara tidak menyakitinya, menyembelih dengan cara yang layak, menghilangkan rasa lapar dan dahaganya.
Dalam sebuah hadits disebutkan: “Seorang wanita masuk neraka hanya gara-gara seekor kucing betina yang tidak dia beri makan dan tidak pula dia lepas agar makan sendiri dari serangga-serangga bumi.” (HR: Bukhari)
Ihsan dan CSR
Corporate Social Responsibility (CSR)merupakan aplikasi dari sikap ihsan yg dikembangkan oleh perusahaan. Dengan CSR perusahaan menanamkan image yang baik kepada khalayak ramai dan tentu saja merupakan marketing yang sangat efektif, terutama untuk menjaga nama baik perusahaan.
Sebuah Renungan .
Berikut ini kisah bagaimana Allah menyayangi hambanya yang terkena fitnah dengan turun langsung merehabilitasi nama baik beliau melalui surat An-Nur:11-12 .
Fitnah untuk Aisyah Ra.3)
Seperti pada kebiasaan Rasulullah apabila dalam melakukan perjalanan (musafir, beliau selalu membawa salah satu dari isterinya. Kebetulan pada saat perjalanan kali ini, Aisyah –isteri termuda Rasul yang merupakan anak dari sahabat beliau, Abu Bakar- terpilih menemaninya dalam perjalanan ini.
Suatu ketika pada saat perjalanan pulang menuju madinah, rombongan Rasul dan Aisyah serta para musafir lainnya melakukan peristirahatan. Selama peristirahatan, Aisyah keluar dari tempat haudaj (tempat yang biasanya diletakkan perempuan di dalamnya dan ia diikat di atas belakang unta) untuk buang hajat. Setelah selesai, Aisyah kembali ke rombongan tadi, tidak disangka ia kehilangan kalung yang dipakainya, kemudian ia kembali dan mencari. Saat mencari ia melihat bahwa ia telah tertinggal rombongan. Para pasukan musafir tadi mengira kalau Aisyah masih di dalam haudaj. Meskipun begitu, ia terus mencari kalung tersebut. Setelah menemukannya, ia kembali ke tempat peristirahatan dan berharap para pasukan musafir tadi mengetahui bahwa Aisyah tertinggal dan kembali untuk menjemputnya.
Selang beberapa lama, Aisyah tertidur. Kemudian datanglah seorang askar yang berjalan di belakang pasukan tadi. Orang tersebut bernama Safwan bin Muattal. Ia menemukan Aisyah dan mengenalinya. Ia lalu mendekati Aisyah dan membawanya dengan unta yang diduduki Aisyah, sedangkan Safwan berjalan menarik unta hingga sampai dikawasan perhentian.
Setelah tiba di madinah Aisyah terkena demam. Selama menderita sakit, tersebar kabar fitnah tentang perselingkuhan Aisyah dengan Safwan. Kabar ini sampai ke telinga Rasulullah. Sikap Rasulullah pun telah berubah terhadap Aisyah, hanya sekedar menyapa dan menanyakan kabar Aisyah saja saat ia sakit. Hingga Rasulullah pun berencana untuk menceraikan Aisyah.
Aisyah akhirnya mengetahui fitnah ini setelah sembuh dari sakitnya. Ia kemudian meminta kepada Rasulullah untuk kembali kepada orang tuanya dan Rasul pun menyetujui. Setelah itu, Rasulullah mengumpulkan para sahabat untuk meminta pendapat mereka atas masalah ini. Dan mencoba menyelidiki dengan memanggil Abdullah bin Ubai bin Salul yaitu sebagai penyebar fitnah utama dan beberapa lainnya seperti Barirah (khadam Aisyah) untuk menanyai sifat Aisyah. Dari hasil dialog dengan beberapa sahabat, memang tidak ada kekurangan dan kejelekan dalam diri Aisyah maupun Safwan. Namun masih adanya keraguan karena lamanya ayat yang turun kepada Rasulullah tentang kesucian Aisyah.
Kemudian Rasul menemui Aisyah di tempat orang tuanya. Dan Rasulullah memulaikan kata-katanya dengan pujian kepada Allah dan ucapan syahadat, lalu bersabda, Wahai Aisyah, telah sampai kepadaku berita tentangmu begini-begini. Kalaulah kamu memang tidak melakukannya, niscaya Allah akan membebaskan kamu, dan jika kamu telah melakukan dosa, istighfarlah kepada Allah dan bertaubatlah kepadaNya. Sesungguhnya seorang hamba bila dia mengakui dengan dosanya, dan bertaubat memohon keampunan daripada Allah, niscaya Allah akan mengampunkannya.
Kemudian Aisyah menjawab, Sesungguhnya demi Allah, aku memang telah mengetahui bahwa kamu semua telah mendengar cerita ini telah berada di jiwa kamu semua, dan kamu semua mempercayainya. Kalaulah aku berkata yang aku ini tidak bersalah –Dan Allah sahaja yang mengetahui bahwa aku tidak bersalah- kamu semua tidak akan mempercayaiku. Dan jika aku mengakui –sedangkan Allah mengetahui bahwa aku tidak bersalah- tentulah kamu semua mempercayainya. Demi Allah, tidak ada umpama bagiku melainkan seperti perkataan ayah Nabi Yusuf. Sabar adalah lebih baik, dan Allah sahaja tempat aku memohon pertolongan daripada yang mereka katakan.
Setelah itu , dan pada saat dan tempat itu juga turunlah ayat (surat An-Nur:11-12) yang membebaskan Aisyah dari fitnah. Hingga akhirnya terjawab sudah, bahwa Aisyah memang tidak melakukan dosa apa yang telah difitnahkan kepada Aisyah.
Kesimpulan
Jika reputasi ingin terjaga, jika nama baik ingin senantiasa harum, tetaplah berbuat ihsan dimanapun kita berada, jikapun ada fitnah-fitnah yang mencoba merusak nama baik kita, Insya Allah, Tuhan tidak buta, kalaupun sampai terjadi, maka kesabaran kita tidak akan sia-sia dan akan menjadi amal tersendiri dimata Allah sampai pertolongan Allah datang membantu.
Wallahu ‘alam bishowab
Catatan:
1)Kasus Prita VS RS Omni.
2)Survey LSI yg dibiayai FOX Indonesia, yang menyebut Sby menang 70 %.
3)Dari berbagai sumber
Nama baik, istilah kerennya reputasi, sebuah istilah yang mampu membuat manusia tidak bisa tidur nyenyak jika telah jatuh ketitik nadir.
Reputasi dalam Keluarga.
Seringkali seorang ayah (karena merasa superior) sangat ketat menjaga nama baik keluarga. Segala peraturan dibuat untuk membatasi gerak anggota keluarga, tidak boleh melakukan ini dan itu karena bisa mencoreng nama keluarga. Semakin tinggi status suatu keluarga biasanya peraturan keluarganya juga semakin ketat dan peraturan yang paling ketat biasanya datang dari keluarga konglomerat atau keluarga berdarah biru.
Memberi Tauladan
Masalah akan terjadi jika anak telah terlanjur melakukan sesuatu yang dianggap mencoreng nama keluarga. Contoh kecil misalnya, seorang anak tidak lulus ujian sekolah karena asik dengan dunianya sendiri, sedangkan ayah dan ibunya adalah seorang doktor atau magister lulusan universitas terkenal, seorang guru dan dosen pula. Maka sang ayah akan sangat berang saat mengetahui anaknya tidak lulus ujian sekolah dan dianggap tidak becus. Padahal kalau ditarik kebelakang, kegagalan anak tersebut adalah karena kegagalan orang tuanya, orang tua tidak memberikan contoh dan suri tauladan yang baik bagi anaknya, tetapi malah asyik sibuk sendiri dengan pekerjaannya. Pendekatan yang dilakukan kepada anak terlalu formal, mereka hanya bertemu di meja makan, say hello dan lets go itu saja rutinitas setiap harinya. Padahal kebersamaan dan cerita tentang kehangatan seorang ayah dan kelembutan seorang ibu merupakan support yang tiada bandingannya bagi perkembangan seorang anak. Ada satu hal yang kadang tidak disadari oleh orang tua, bahwa mereka sebenarnya mempunyai reputasi dimata anak-anaknya. Semakin hangat orangtua semakin baik reputasinya, dan semakin renggang orang tua semakin buruk reputasinya dan semakin pudar pula rasa hormat anak terhadap mereka.
Begitupun dalam hubungan suami istri, kehancuran sebuah rumahtangga yang berujung pada perceraian karena masing-masing sudah tidak memiliki reputasi dimata pasangannya. Seorang suami (yg masih berfaham feodal) merasa bahwa dirinya adalah raja dirumah ini, segala titahnya adalah perintah dan istri adalah pelayan bagi suaminya. Pola penempatan status hubungan model demikian membuat istri tidak respect terhadap suaminya. Begitupula jika sang istri mempunyai kedudukan yang lebih tinggi terhadap suaminya bahkan berpenghasilan lebih banyak, dan menganggap suami tidak lebih berarti dibandingkan dengan dirinya, maka rasa respect itu pula akan hilang. Pola hubungan yang baik adalah menganggap pasangan sebagai mitra dalam perjalanan hidup, jika suami sebagai nahkoda, maka sang istri adalah navigatornya, sikap saling menepati janji dan rendah hati akan mampu menaikan reputasi dimata pasangan masing-masing.
Reputasi dalam Pertemanan dan Persahabatan.
Kunci persahabatan adalah saling menghargai dalam suka dan duka ,toleransi yg tinggi serta rasa setiakawan dalam segala kondisi. Yang menghancurkan persahabatan adalah pengkhianatan. Sekali berkhianat dalam persahabatan, seumur hidup teman tak akan percaya, seumur hidup pula reputasi akan hancur bila maaf tak pernah meluncur dari bibir kita.
Reputasi dalam bisnis
Dalam bidang inilah sebuah reputasi menjadi sebuah momok yang perlu diperjuangkan dengan segala upaya. Hancurnya reputasi merupakan hancurnya bisnis, dan baiknya reputasi juga merupakanbaiknya bisnis. Saling gugat dan saling tuntut demi sebuah reputasi, adalah hal yang lazim dalam percaturan bisnis.
Kasus teranyar adalah kasus seorang ibu yang dipenjara karena digugat oleh sebuah rumah sakit 1) sebab dianggap telah mencemarkan nama baik RS itu, padahal sang ibu hanya menceritakan kronologis ketidakpuasannya terhadap layanan RS itu dan meminta teman-temannya untuk mewaspadainya, itu saja. Tapi ketakutan yang luar biasa akan hancurnya nama baik membuat RS itu bertindak sangat jauh, ranah pelayanan publik ditarik keranah hukum, jadilah sebuah ironi, bukan nama baik yang didapat, malah cacimaki dari publik yang menghujam tajam bak hujan panah ditengah malam, tapi apa mau dikata, nasi telah menjadi bubur dan keputusan telah dibuat, hanya rasa kemanusiaan saja yang mungkin akan mampu mengembalikan itu semua.
Kasus lainnya adalah tentang pertaruhan reputasi sebuah lembaga survey nasional yang melakukan survey atas pesanan lembaga salah satu konsultan capres 2). Lembaga itu dianggap melakukan perbuatan yang tidak pantas karena melakukan survey atas pesanan orang lain lalu mengumumkan hasil survey itu oleh dirinya sendiri, bukan diumunkan oleh sang pemesan, seolah-olah independen, sehingga masyarakat menilai telah terjadi pengiringan opini oleh lembaga survey itu. Ujung-ujungnya masyarakat akan menilai dan tidak percaya lagi hasil survey yang dilakukan lembaga itu.
Kunci menjaga reputasi dalam bisnis adalah menepati janji dan memberikan pelayanan terbaik.
Reputasi dalam Masyarakat
Ketokohan seorang pemimpin memang mampu membuat dirinya disegani, tetapi jika sekali saja berbuat cela, maka reputasinya akan hancur lebur. Seorang pemimpin masyarakat adalah icon bagi masyarakatnya. Ia adalah teladan yang menjadi panutan pengikutnya. Satu-satunya cara yang membuat reputasi seorang tokoh tetap terjaga adalah pengabdian tanpa pamrih, alias berbuat ikhlas karena Allah taa’la.
Ihsan;sebuah sikap yang nyaris terlupakan; kunci menjaga reputasi dan nama baik.
Ihsan adalah berbuat baik dalam segala urusan, sikap mendahulukan pelayanan terbaik, sekecil apapun pelayanan yang kita berikan. Dengan ihsan nama baik insya allah akan tetap terjaga
Tingkatan Ihsan yang paling tinggi adalah Ihsan di dalam beribadah kepada Allah SWT. Inilah tingkatan dien yang paling tinggi. Dalam hal ini, Rasululloh telah bersabda “Bahwa engkau (beribadah) menyembah Allah SWT seakan-akan engkau melihat-Nya; jika engkau tidak dapat melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia melihatmu.”
Tingkatan Ihsan paling tinggi terhadap manusia adalah berbakti kepada kedua orangtua dan menjalankan hak-hak keduanya, baik yang berupa ucapan, perbuatan, harta maupun hal lainnya.
Berbuat Ihsan kepada seluruh manusia yaitu, mulai dari terhadap orang-orang yang memiliki hubungan terdekat yaitu saudara kandung ataupun para tetangga. Yaitu dengan cara memberikan hak-hak mereka, mengunjungi, bertanya tentang kondisi mereka, memberikan hadiah, mengasihi anak-anak kecil mereka, bersedekah kepada para kaum faqir mereka, memberikan bantuan kepada orang-orang yang berhajat di kalangan mereka dan sebagainya.
Berbuat Ihsan kepada binatang dengan cara tidak menyakitinya, menyembelih dengan cara yang layak, menghilangkan rasa lapar dan dahaganya.
Dalam sebuah hadits disebutkan: “Seorang wanita masuk neraka hanya gara-gara seekor kucing betina yang tidak dia beri makan dan tidak pula dia lepas agar makan sendiri dari serangga-serangga bumi.” (HR: Bukhari)
Ihsan dan CSR
Corporate Social Responsibility (CSR)merupakan aplikasi dari sikap ihsan yg dikembangkan oleh perusahaan. Dengan CSR perusahaan menanamkan image yang baik kepada khalayak ramai dan tentu saja merupakan marketing yang sangat efektif, terutama untuk menjaga nama baik perusahaan.
Sebuah Renungan .
Berikut ini kisah bagaimana Allah menyayangi hambanya yang terkena fitnah dengan turun langsung merehabilitasi nama baik beliau melalui surat An-Nur:11-12 .
Fitnah untuk Aisyah Ra.3)
Seperti pada kebiasaan Rasulullah apabila dalam melakukan perjalanan (musafir, beliau selalu membawa salah satu dari isterinya. Kebetulan pada saat perjalanan kali ini, Aisyah –isteri termuda Rasul yang merupakan anak dari sahabat beliau, Abu Bakar- terpilih menemaninya dalam perjalanan ini.
Suatu ketika pada saat perjalanan pulang menuju madinah, rombongan Rasul dan Aisyah serta para musafir lainnya melakukan peristirahatan. Selama peristirahatan, Aisyah keluar dari tempat haudaj (tempat yang biasanya diletakkan perempuan di dalamnya dan ia diikat di atas belakang unta) untuk buang hajat. Setelah selesai, Aisyah kembali ke rombongan tadi, tidak disangka ia kehilangan kalung yang dipakainya, kemudian ia kembali dan mencari. Saat mencari ia melihat bahwa ia telah tertinggal rombongan. Para pasukan musafir tadi mengira kalau Aisyah masih di dalam haudaj. Meskipun begitu, ia terus mencari kalung tersebut. Setelah menemukannya, ia kembali ke tempat peristirahatan dan berharap para pasukan musafir tadi mengetahui bahwa Aisyah tertinggal dan kembali untuk menjemputnya.
Selang beberapa lama, Aisyah tertidur. Kemudian datanglah seorang askar yang berjalan di belakang pasukan tadi. Orang tersebut bernama Safwan bin Muattal. Ia menemukan Aisyah dan mengenalinya. Ia lalu mendekati Aisyah dan membawanya dengan unta yang diduduki Aisyah, sedangkan Safwan berjalan menarik unta hingga sampai dikawasan perhentian.
Setelah tiba di madinah Aisyah terkena demam. Selama menderita sakit, tersebar kabar fitnah tentang perselingkuhan Aisyah dengan Safwan. Kabar ini sampai ke telinga Rasulullah. Sikap Rasulullah pun telah berubah terhadap Aisyah, hanya sekedar menyapa dan menanyakan kabar Aisyah saja saat ia sakit. Hingga Rasulullah pun berencana untuk menceraikan Aisyah.
Aisyah akhirnya mengetahui fitnah ini setelah sembuh dari sakitnya. Ia kemudian meminta kepada Rasulullah untuk kembali kepada orang tuanya dan Rasul pun menyetujui. Setelah itu, Rasulullah mengumpulkan para sahabat untuk meminta pendapat mereka atas masalah ini. Dan mencoba menyelidiki dengan memanggil Abdullah bin Ubai bin Salul yaitu sebagai penyebar fitnah utama dan beberapa lainnya seperti Barirah (khadam Aisyah) untuk menanyai sifat Aisyah. Dari hasil dialog dengan beberapa sahabat, memang tidak ada kekurangan dan kejelekan dalam diri Aisyah maupun Safwan. Namun masih adanya keraguan karena lamanya ayat yang turun kepada Rasulullah tentang kesucian Aisyah.
Kemudian Rasul menemui Aisyah di tempat orang tuanya. Dan Rasulullah memulaikan kata-katanya dengan pujian kepada Allah dan ucapan syahadat, lalu bersabda, Wahai Aisyah, telah sampai kepadaku berita tentangmu begini-begini. Kalaulah kamu memang tidak melakukannya, niscaya Allah akan membebaskan kamu, dan jika kamu telah melakukan dosa, istighfarlah kepada Allah dan bertaubatlah kepadaNya. Sesungguhnya seorang hamba bila dia mengakui dengan dosanya, dan bertaubat memohon keampunan daripada Allah, niscaya Allah akan mengampunkannya.
Kemudian Aisyah menjawab, Sesungguhnya demi Allah, aku memang telah mengetahui bahwa kamu semua telah mendengar cerita ini telah berada di jiwa kamu semua, dan kamu semua mempercayainya. Kalaulah aku berkata yang aku ini tidak bersalah –Dan Allah sahaja yang mengetahui bahwa aku tidak bersalah- kamu semua tidak akan mempercayaiku. Dan jika aku mengakui –sedangkan Allah mengetahui bahwa aku tidak bersalah- tentulah kamu semua mempercayainya. Demi Allah, tidak ada umpama bagiku melainkan seperti perkataan ayah Nabi Yusuf. Sabar adalah lebih baik, dan Allah sahaja tempat aku memohon pertolongan daripada yang mereka katakan.
Setelah itu , dan pada saat dan tempat itu juga turunlah ayat (surat An-Nur:11-12) yang membebaskan Aisyah dari fitnah. Hingga akhirnya terjawab sudah, bahwa Aisyah memang tidak melakukan dosa apa yang telah difitnahkan kepada Aisyah.
Kesimpulan
Jika reputasi ingin terjaga, jika nama baik ingin senantiasa harum, tetaplah berbuat ihsan dimanapun kita berada, jikapun ada fitnah-fitnah yang mencoba merusak nama baik kita, Insya Allah, Tuhan tidak buta, kalaupun sampai terjadi, maka kesabaran kita tidak akan sia-sia dan akan menjadi amal tersendiri dimata Allah sampai pertolongan Allah datang membantu.
Wallahu ‘alam bishowab
Catatan:
1)Kasus Prita VS RS Omni.
2)Survey LSI yg dibiayai FOX Indonesia, yang menyebut Sby menang 70 %.
3)Dari berbagai sumber
Monday, June 08, 2009
Memilih Pemimpin
“Taatilah aku, jika kalian anggap benar, dan luruskanlah aku jika kalian melihat aku menyimpang” itulah pidato “inaugurasi” kalifah Abu bakar ra ketika pertama kali dibaiat menjadi khalifah pertama pengganti Nabi. Baiat yang dilakukan untuk menghindarkan kaum muslimin dari perpecahan akibat kehilangan pemimpin setelah wafatnya Nabi, sementara sahabat lain mengurus jenazah Nabi SAW.
Dan Umar ra berkata kepada Abu Bakar, “Aku yang akan meluruskanmu dengan pedang ini jika engkau menyimpang dari alqur’an dan sunnah”. Suatu ungkapan tegas dari teman dan sahabat yang menyayangi. Mentaati jika benar, dan menegur(meluruskan) jika salah meskipun pahit. Begitulah seharusnya kepemimpinan itu berjalan. Pemimpin mau mendengar kepada rakyat dan rakyat patuh kepada pemimpin yang benar. Sebaliknya jika pemimpin salah, mereka siap dikoreksi bahkan harus turun dari singgasananya dan rakyat harus berani mengoreksi pemimpin yang salah itu.
Satu bulan lagi tepatnya 8 juli 2009, kita akan memilih pemimpin kita, pemimpin yang akan menaungi 250 juta rakyat indonesia. Jauh-jauh hari Majelis Ulama Indonesia telah memberikan fatwanya;dimana dalam kondisi yang ideal jika ijma para ulama telah dilakukan dan hasil ijtima telah di keluarkan oleh para ulama mujtahid tsb maka posisi kaum muslimin sebagai domain ulama selayaknya wajib mengikuti fatwa ulama tersebut. Adapun fatwa MUI adalah mengharamkan sikap tidak memilih alias abstain alias golput jika memang telah nyata ada calon pemimpin yang ideal begitupun sebaliknya haram memilih pemimpin yang tidak ideal. Terlepas dari kontroversinya fatwa tersebut, bagi kita tetap wajib memilih pemimpin yang ideal. Ideal yang bagaimana, ya yang sesuai dengan kriteria pemimpin menurut aturan Allah, yakni pemimpin yang adil, berakhlak karimah dan tentu saja takut kepada Allah.
Seorang Pemimpin harus berhati lapang.
Apa jadinya jika seorang pemimpin berhati sempit, jika sedikit saja kritikan dianggap sebagai makar, jika sedikit saja kecaman dianggap ingin menjatuhkan kekuasaannya. Tak ayal negara ini tidak akan pernah damai dengan model pemimpin seperti ini. Cukup sudah kasus-kasus penculikan terhadap para aktivis yang bersebrangan dengan pemerintah menjadi pelajaran yang sangat berharga
Seorang Pemimpin melayani rakyat bukan dilayani.
Sudah lazimnya bahwa pemimpin itu adalah abdi negara, pelayan rakyat, bukan raja yang minta dilayani. Jadi seorang pemimpin sudah selayaknya berjiwa berkorban, tanpa pamrih pula, bukan seorang pengemis yang meminta-minta penghormatan, atau pengagungan. Bukan pemimpin yg angkuh, yang sangat sulit sekali ditemui rakyatnya. Pemimpin demikian hanya ada di abad kegelapan, dimana posisinya dengan posisi budak hanya beda sejarak rambut dibelah tujuh. Tidak ada bedanya.
Seorang pemimpin bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.
Tidaklah mudah menjadi seorang pemimpin, sedikit saja berbuat tidak adil, maka hukumannya sangat berat, tetapi beratnya jadi pemimpin akan sepadan dengan balasan yang diberikan Allah kepada pemimpin yang adil. Di akhirat kelak Allah akan mendudukannya dengan para nabi dan para mujahid, dan pemimpin yang adil akan diberi naungan oleh Allah pada hari pembalasan.
Beratnya jadi pemimpin karena harus bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Jika ada rakyatnya yang tewas, terbunuh karena kelalaiannya, jika ada yang mati karena lapar, tersiksa karena kelaparan, terancam jiwa dan keamanannya, tercerabut akarnya karena musibah, terampas hak-haknya karena kezaliman orang, terlempar hak-haknya secara sengaja maupun tidak sengaja, baik hak mendapat makanan, pendidikan dan rasa aman. Terpenjara karena bukan kesalahannya dan lain sebagainya, semua akan ditimpakan kepada pemimpinnya. Jika rakyat yang dipimpinya hanya sepuluh orang, maka Allah akan menanyakan keadilan pemimpin itu kepada sepuluh orang itu, dan jika rakyatnya berjumlah ratusan juta orang, maka sebanyak itulah jumlah yang harus dipertanggungjawabkan.
Abu Bakar menangis saat mengetahui ada seorang ibu yang memasak batu untuk menenangkan anak-anaknya yang lapar, hatinya miris bagaimana tanggung jawabnya kelak jika ditanya oleh Allah atas nasib anak-anak itu, lantas dengan segera ia pulang ke rumah dan ia panggul sendiri bahan makanan itu serta memberikannya kepada sang ibu itu.
Dan Umarpun menangis saat mengetahui semakin membesarnya wilayah kekuasaan Islam yg dipimpinnya, dengan berarti semakin besar pula tanggung jawabnya.
Korelasi Pemimpin dan Rakyat
Seorang pemimpin yang adil dan bijaksana tidaklah datang dari langit. Ia adalah buah dari masyarakat itu sendiri. Dalam masyarakat yang zalim akan hadir pemimpin yang zalim pula dan dalam masyarakat yang lacur akan lahir pemimpin yang lacur pula. Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu sendiri yang harus merubah nasibnya.
Suatu saat, Ali pernah di cela oleh rakyatnya karena pada zamannya banyak terjadi huru hara dibanding zaman Abu Bakar. Apa jawab Ali, “Pada zaman Abu Bakar, beliau memerintah orang-orang seperti aku, tetapi pada zamanku ini, aku memerintah orang-orang seperti kalian”.
Memilih pemimpin yg sholat subuhnya di mesjid.
Pernah seorang ustadz memberikan tips dan saran bagaimana cara mudah memilih pemimpin, beliau menyarankan, pilihlah pemimpin yang sholat subuhnya di mesjid.
Apa hubungannya?, ternyata dibalik hikmah waktu subuh yang penuh karomah, banyak keberkahan yang diberikan kepada para jamaah sholat subuh. Dan pemimpin yang sholat subuhnya di mesjid, Insya allah akan mendapatkan kemuliaan itu. Dan Nabipun memutuskan perkara sehabis sholat subuh di mesjid, begitu juga para sahabat dan ulama salafushalih, mereka selalu memutuskan perkara setelah sholat subuh di mesjid.
Jadi, jika mau menjadi pemimpin yang berkah, minimal pemimpin keluarga, mari ramaikan sholat subuh di mesjid.
Memilih pemimpin yg tidak minta jabatan.
Yang terakhir, ini adalah kriteria paling sulit. Rasulullah pernah menolak permintaan sahabat yang meminta dijadikan gubernur, dan menunjuk sahabat lain yang tidak memintanya.
Tidak ada pada zaman sekarang ini orang yang tidak mau jabatan bahkan menolaknya. Baik dari partai sekuler maupun dari partai (berbasis) agama sekalipun. Alasan dari partai sekuler, mungkin dapat kita tebak, yakni harta dan tahta, meski dengan dalih kesejahteraan rakyat. Tetapi alasan dari partai agama yang kadang belum (tidak) saya mengerti yakni “kalau kekuasaan tidak kita ambil sekarang, takutnya diambil oleh mereka yang sekuler dan berbahaya bagi negara ini”. Seolah-olah hanya merekalah yang sanggup membenahi negara ini dan menjaga kelangsungan hidup ummat ini. Suatu hal yang saya anggap “ujub” bahkan terkesan sombong. Bukankah Allah telah menggilirkan kekuasaan dari satu pihak ke pihak yang lain.
Jika kekuasaan yang menjadi tujuan, maka tunggulah kehancurannya, tapi jika ridha Allah yang menjadi tujuan. Maka Allah akan memberikan kekuasaannya kepada orang-orang yang dikehendakiNya.
Wallahualam bishowab.
Dan Umar ra berkata kepada Abu Bakar, “Aku yang akan meluruskanmu dengan pedang ini jika engkau menyimpang dari alqur’an dan sunnah”. Suatu ungkapan tegas dari teman dan sahabat yang menyayangi. Mentaati jika benar, dan menegur(meluruskan) jika salah meskipun pahit. Begitulah seharusnya kepemimpinan itu berjalan. Pemimpin mau mendengar kepada rakyat dan rakyat patuh kepada pemimpin yang benar. Sebaliknya jika pemimpin salah, mereka siap dikoreksi bahkan harus turun dari singgasananya dan rakyat harus berani mengoreksi pemimpin yang salah itu.
Satu bulan lagi tepatnya 8 juli 2009, kita akan memilih pemimpin kita, pemimpin yang akan menaungi 250 juta rakyat indonesia. Jauh-jauh hari Majelis Ulama Indonesia telah memberikan fatwanya;dimana dalam kondisi yang ideal jika ijma para ulama telah dilakukan dan hasil ijtima telah di keluarkan oleh para ulama mujtahid tsb maka posisi kaum muslimin sebagai domain ulama selayaknya wajib mengikuti fatwa ulama tersebut. Adapun fatwa MUI adalah mengharamkan sikap tidak memilih alias abstain alias golput jika memang telah nyata ada calon pemimpin yang ideal begitupun sebaliknya haram memilih pemimpin yang tidak ideal. Terlepas dari kontroversinya fatwa tersebut, bagi kita tetap wajib memilih pemimpin yang ideal. Ideal yang bagaimana, ya yang sesuai dengan kriteria pemimpin menurut aturan Allah, yakni pemimpin yang adil, berakhlak karimah dan tentu saja takut kepada Allah.
Seorang Pemimpin harus berhati lapang.
Apa jadinya jika seorang pemimpin berhati sempit, jika sedikit saja kritikan dianggap sebagai makar, jika sedikit saja kecaman dianggap ingin menjatuhkan kekuasaannya. Tak ayal negara ini tidak akan pernah damai dengan model pemimpin seperti ini. Cukup sudah kasus-kasus penculikan terhadap para aktivis yang bersebrangan dengan pemerintah menjadi pelajaran yang sangat berharga
Seorang Pemimpin melayani rakyat bukan dilayani.
Sudah lazimnya bahwa pemimpin itu adalah abdi negara, pelayan rakyat, bukan raja yang minta dilayani. Jadi seorang pemimpin sudah selayaknya berjiwa berkorban, tanpa pamrih pula, bukan seorang pengemis yang meminta-minta penghormatan, atau pengagungan. Bukan pemimpin yg angkuh, yang sangat sulit sekali ditemui rakyatnya. Pemimpin demikian hanya ada di abad kegelapan, dimana posisinya dengan posisi budak hanya beda sejarak rambut dibelah tujuh. Tidak ada bedanya.
Seorang pemimpin bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya.
Tidaklah mudah menjadi seorang pemimpin, sedikit saja berbuat tidak adil, maka hukumannya sangat berat, tetapi beratnya jadi pemimpin akan sepadan dengan balasan yang diberikan Allah kepada pemimpin yang adil. Di akhirat kelak Allah akan mendudukannya dengan para nabi dan para mujahid, dan pemimpin yang adil akan diberi naungan oleh Allah pada hari pembalasan.
Beratnya jadi pemimpin karena harus bertanggung jawab terhadap apa yang dipimpinnya. Jika ada rakyatnya yang tewas, terbunuh karena kelalaiannya, jika ada yang mati karena lapar, tersiksa karena kelaparan, terancam jiwa dan keamanannya, tercerabut akarnya karena musibah, terampas hak-haknya karena kezaliman orang, terlempar hak-haknya secara sengaja maupun tidak sengaja, baik hak mendapat makanan, pendidikan dan rasa aman. Terpenjara karena bukan kesalahannya dan lain sebagainya, semua akan ditimpakan kepada pemimpinnya. Jika rakyat yang dipimpinya hanya sepuluh orang, maka Allah akan menanyakan keadilan pemimpin itu kepada sepuluh orang itu, dan jika rakyatnya berjumlah ratusan juta orang, maka sebanyak itulah jumlah yang harus dipertanggungjawabkan.
Abu Bakar menangis saat mengetahui ada seorang ibu yang memasak batu untuk menenangkan anak-anaknya yang lapar, hatinya miris bagaimana tanggung jawabnya kelak jika ditanya oleh Allah atas nasib anak-anak itu, lantas dengan segera ia pulang ke rumah dan ia panggul sendiri bahan makanan itu serta memberikannya kepada sang ibu itu.
Dan Umarpun menangis saat mengetahui semakin membesarnya wilayah kekuasaan Islam yg dipimpinnya, dengan berarti semakin besar pula tanggung jawabnya.
Korelasi Pemimpin dan Rakyat
Seorang pemimpin yang adil dan bijaksana tidaklah datang dari langit. Ia adalah buah dari masyarakat itu sendiri. Dalam masyarakat yang zalim akan hadir pemimpin yang zalim pula dan dalam masyarakat yang lacur akan lahir pemimpin yang lacur pula. Allah tidak akan merubah nasib suatu kaum, sehingga kaum itu sendiri yang harus merubah nasibnya.
Suatu saat, Ali pernah di cela oleh rakyatnya karena pada zamannya banyak terjadi huru hara dibanding zaman Abu Bakar. Apa jawab Ali, “Pada zaman Abu Bakar, beliau memerintah orang-orang seperti aku, tetapi pada zamanku ini, aku memerintah orang-orang seperti kalian”.
Memilih pemimpin yg sholat subuhnya di mesjid.
Pernah seorang ustadz memberikan tips dan saran bagaimana cara mudah memilih pemimpin, beliau menyarankan, pilihlah pemimpin yang sholat subuhnya di mesjid.
Apa hubungannya?, ternyata dibalik hikmah waktu subuh yang penuh karomah, banyak keberkahan yang diberikan kepada para jamaah sholat subuh. Dan pemimpin yang sholat subuhnya di mesjid, Insya allah akan mendapatkan kemuliaan itu. Dan Nabipun memutuskan perkara sehabis sholat subuh di mesjid, begitu juga para sahabat dan ulama salafushalih, mereka selalu memutuskan perkara setelah sholat subuh di mesjid.
Jadi, jika mau menjadi pemimpin yang berkah, minimal pemimpin keluarga, mari ramaikan sholat subuh di mesjid.
Memilih pemimpin yg tidak minta jabatan.
Yang terakhir, ini adalah kriteria paling sulit. Rasulullah pernah menolak permintaan sahabat yang meminta dijadikan gubernur, dan menunjuk sahabat lain yang tidak memintanya.
Tidak ada pada zaman sekarang ini orang yang tidak mau jabatan bahkan menolaknya. Baik dari partai sekuler maupun dari partai (berbasis) agama sekalipun. Alasan dari partai sekuler, mungkin dapat kita tebak, yakni harta dan tahta, meski dengan dalih kesejahteraan rakyat. Tetapi alasan dari partai agama yang kadang belum (tidak) saya mengerti yakni “kalau kekuasaan tidak kita ambil sekarang, takutnya diambil oleh mereka yang sekuler dan berbahaya bagi negara ini”. Seolah-olah hanya merekalah yang sanggup membenahi negara ini dan menjaga kelangsungan hidup ummat ini. Suatu hal yang saya anggap “ujub” bahkan terkesan sombong. Bukankah Allah telah menggilirkan kekuasaan dari satu pihak ke pihak yang lain.
Jika kekuasaan yang menjadi tujuan, maka tunggulah kehancurannya, tapi jika ridha Allah yang menjadi tujuan. Maka Allah akan memberikan kekuasaannya kepada orang-orang yang dikehendakiNya.
Wallahualam bishowab.
Subscribe to:
Posts (Atom)