Tuesday, June 23, 2009

Baracuda Expedition II, Part 2

Perjuangan Baru Dimulai.

Setelah menikmati santapan tengah malam di dermaga Pulau Untung Jawa, saya, pak Awi, Labib dan pak Yuli berkeliling dermaga sebentar, sementara yang lain asyik ngobrol di bangku dermaga. Setelah selesai berkeliling, saya kembali menemui teman2, tetapi karena pada jam-jam seperti itu adalah waktu tidur saya, maka segera saja saya mencari posisi nyaman dibangku dermaga untuk meneruskan naluri alamiah saya, tidur sambil selonjoran, muantap hehehe. Sayup-sayup terdengar derai tawa teman-teman saya yang entah ngomongin apa.

Kira-kira pukul tiga, ada ajakan kembali ke kapal untuk membeli umpan. Dengan terpaksa saya bangkit dari kursi dengan mata masih terpejam. Dalam pikiran saya membeli umpan pasti di pasar ikan, ternyata kami pergi menuju ke tengah laut dimana banyak Kapal Bagan membuang sauh. Kapal Bagan adalah kapal khusus yang menjual umpan-umpan untuk nelayan. Kapal Bagan ini mempunyai ciri khas yang unik, kapal ini berhiaskan banyak lampu ribuan watt yang terpasang pada atapnya yang berbentuk cadik, dimana posisi cadik ini berada di sisi kanan dan kiri kapal, sehingga kapal tetap tenang meski ombak besar datang menerpa. Dari jauh Kapal Bagan ini terlihat seperti lampu stadion yang menyala terang ditengah laut, seolah-olah kita sedang berada ditengah lapangan sepak bola pada malam hari.

Gelombang oh gelombang.

Pada saat kapal kami merapat ke Kapal Bagan, saya merasakan gelombang laut mulai terasa membesar,mungkin sekitar 1 sampai 2 meter. Kapal kami terasa kesulitan untuk merapat ke Kapal Bagan ini. Pak Ardi berusaha sampai dua kali memutar kapal untuk kembali merapat, teryata tetap tidak bisa karena tingginya gelombang. Saya yang pemula, yang belum pernah melihat secara langsung hantaman gelombang setinggi itu menjadi ciut. Terpikir oleh saya untuk memakai pelampung yang dibawa oleh Pak Awi. Tetapi saya kalah cepat, ternyata Pak Bowo memiliki pikiran yang sama dengan saya, Ia segera menyuruh Labib untuk memberikan pelampung kepadanya, meski karena gengsi, pelampung itu hanya dipegang-pegang saja, dan tidak dipakainya, hahaha, Wo, wo, bisa aje lu. Seingat saya jumlah pelampung ada dua, saya tidak tahu yang satu lagi ada dimana, saya ingin menanyakan kepada Labib, tetapi karena gengsi, saya lebih baik pura-pura cuek saja dengan keadaan seperti itu. (Gila, lebih suka gengsi dari pada nyawa terancam hehehe). Pikiran saya kalo ada apa-apa saya tinggal rebut saja pelampung yang dipegang-pegang oleh pak Bowo, habis dipegang doang sih kagak dipakai, hehehe bukannya gampang ngerebutnya kalo sudah begitu, hihihi.

Setelah mencoba berkali-kali dan gagal merapat kepada Kapal Bagan, Pak Ardi, sang nahkoda memutuskan untuk pergi mencari Kapal Bagan lain. Terlihat nun jauh disana ada lampu-lampu terang yang berdiri tegak, segera beliau memacu kapal untuk mendekati Kapal Bagan kedua itu. Alhamdulillah meski dengan susah payah, dan atas perintah keras Pak Ardi kepada awaknya untuk segera melompat ke cadik Kapal Bagan itu akhirnya kami berhasil merapat dan membeli umpan, meskipun umpan itu berupa cumi-cumi yang berukuran kecil dan beberapa udang. “Tidak apa-apa beli saja” kata Pak Ardi kepada anak buahnya. “Dari pada tidak ada sama sekali” ujarnya.

Setelah sedikit tegang akibat drama Kapal Bagan, kami pun memutar haluan dan pergi menuju karang jawir, tempat pertama yang akan kami kunjungi, sekitar dua jam perjalanan dari sini.

Ketika hati tiba-tiba menjadi khusu’.

Perahu melaju pelan, ombak-ombak besar masih setia mengiringi perjalanan kami menuju karang jawir, tetapi setelah dicek oleh Pak Ardi dengan alat dan instingnya, tempat itu dirasa tidak bagus, kemudian kami berpindah ke karang becak; nama becak mungkin dari lokasi tempat becak dijadikan rumpon, IMHO*);. Hati saya pun masih berdegup kencang tak karuan, melihat ombak besar bergulung-gulung dari depan, samping dan belakang, seolah-olah ingin melumat kapal kami. Saya yang pemula langsung saja berfikiran macam-macam, saya menjadi begitu mellow saat itu, teringat istri dirumah, teringat anak yang lucu-lucu, teringat para sahabat dan rekan-rekan difacebook, teringat utang yg belum lunas; walah; teringat ajal yang terasa sangat dekat, lebih dekat dari urat leher sendiri, huhuhu, semua bersatu padu bersenyawa dalam fikiran saya. Tinggallah kepasrahan yang saya miliki. Ketika rekan-rekan saya yang lain hanyut terbawa mimpi. Saya terjaga dengan rasa tak karuan. Hanya bisa berdzikir dalam gumam yang membasahi bibir, meminta ampun dan keselamatan pada illahi robbi. Saya jadi teringat kisah dalam alqur’an, dimana sifat manusia yang mudah mengingat Allah ketika badai datang dan mudah lupa ketika badai menghilang, perumpamaannya seperti seorang yang berlayar dengan kapal ditengah samudera., Dan saya, disini ditengah lautan, di dalam ombak yang silih berganti menerjang, sedang menjadi perumpamaan itu. Subhanaka laailaha illa anta astaghfiruka, inni kuntu minadzhalimiin, Maha suci Allah, tiada tuhan selain Engkau, ampunilah kami, sesungguhnya kami termasuk orang-orang yang dzalim.(Doa Nabi Yunus ketika berada dalam perut ikan), terus mengalir dari bibir ini sepanjang perjalanan menjelang pagi itu. Dan tiba-tiba saja hati ini menjadi khusu’ mengingat mu ya Allah. Subhanallah.

Saat pagi tiba.

Ketika kaki langit mulai memerah, dan benang hitam mulai terlihat jelas dari benang putih, meskipun lengkung langit masih terlihat gelap, terlihat di ufuk timur sang surya mulai meraba-raba. Saya tersadar bahwa fajar akan segera tiba, saya segera membangunkan Pak Awi, yang segera saja bangkit seraya menanyakan apakah waktu subuh sudah masuk. Saya bilang sudah, karena sudah pukul lima lewat lima menit. Segera saja Pak Awi berteriak menyuruh kita untuk sholat subuh. Teman-teman yang lain yang mulai kebelet pipis mulai bangkit dari tidurnya. Saya pun termasuk orang yang kebelet pipis, bahkan sejak satu jam lalu, karena kondisi saya sedang tidak fokus karena khusu’ tadi (nyari alibi neh, hehehe), akhirnya saya tahan saja keadaan itu. Barulah ketika Pak Yuli mulai melakukannya, kita semua baru melakukan hal yang sama. Tetapi pak Jevi nyeletuk, bahwa ia sudah kebelet pipis sejak beberapa jam lalu, tetapi karena tidak enak melewati posisi tidur kami, beliau tahan saja keadaan itu sampai pagi, hahaha alasan aja lu Jev.

Selanjutnya kami sholat subuh satu persatu, karena tempat sangat sempit dan tidak memungkinkan untuk berjamaah. Kami sholat dengan keadaan duduk, karena sholat berdiri tidak mungkin mengingat perahu bergoyang-goyang kuat akibat terpaan gelombang. Kami berwudhu dengan air laut, menggunakan ciduk/gayung yang ada pada kapal. Satu persatu tubuh kami basuh dengan tangan yang masih memegang kuat pada pinggiran kapal, karena takut jatuh begitu loh bro.

“Nembak”

Selesai sholat subuh, perjalanan masih berlanjut, mungkin sekitar lima belas menit lagi sampai. Sambil menunggu waktu, kami sarapan dengan lontong yang dibawa oleh Pak Awi, dan para awak kapal pun telah menyediakan mi instant untuk kami. Sampai disini perjalanan saya anggap mulus tak ada gangguan berarti, sampai suatu saat, beberapa menit sebelum sampai di karang becak, tiba-tiba Pak Bowo mual-mual dan langsung “nembak” alias muntah. Alasannya karena ia sedang tidak enak badan. Padahal seingat saya setelah meninggalkan dermaga semalam, kami sempat minum obat anti mabuk laut. Dan hasilnya ternyata tidak mempan.

Disinilah efek domino berlaku efektif, ketika satu orang muntah, ternyata mempengaruhi kondisi orang lain untuk muntah juga, jadilah muntah berjamaah, yakni, Bowo sebagai imam, saya, Peter, dan Yuli sebagai makmumnya, hahaha.

Ternyata efek muntah ini mempengaruhi aktifitas-aktifitas berikutnya. Suasana mancing jadi kurang seru, karena beberapa kru tidak bisa menjalankan fungsinya sebagai fisherman sejati akibat kondisi badan yang tidak mendukung karena mual-mual dan muntah tadi, termasuk saya yang hampir seluruh perjalanan memancing saya gunakan untuk rebahan dan tidur, guna menstabilkan kondisi badan akibat mual yang teramat sangat. Hahaha cemen banget ya. Justru saya sangat salut dengan Labib, anak pak Awi, bocah kelas tiga SD yg ikut trip ini, dengan gagah perkasanya dia melakukan aktifitas tanpa terganggu dengan erangan dan lenguhan para bapak-bapak cemen ini bak seorang profesional sejati. Anak ini memang patut di acungi jempol, selain profesional dalam memancing, konon ia juga sudah hapal 3 juz, ternyata buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Tinggallah bapak-bapak cemen ini menjadi bahan tertawaan para kru lainnya termasuk ABKnya Pak Ardi. Terserah deh pak, mau ketawa, mau ngakak, mau nyengir kuda sekalipun gpp, urat malu udah putus, hahaha.

Disinilah saya sangat berterima kasih kepada Bowo, jabatannya sebagai provokator ternyata sukses. Setelah berhasil memprovokator kita untuk ikut dalam ekspedisi ini, beliau juga sukses memprovokatori kita dalam gerakan muntah berjamaah. Tapi untuk yang kedua, justru menjadi bumerang buat Mr.Bowo sendiri, karena sepanjang perjalanan dari rumah sampai Tanjung Pasir, dilanjutkan sampai dermaga pulau Untung Jawa, beliaulah yang selalu berkelakar memancing tawa dan sesumbar tentang ekpedisi ini. Hasilnya beliaulah yang jadi bahan guyonan Pak Jevi dan Pak Harno, dan kawan-kawan lainnya.

Hasil pertama yang didapat adalah ikan selar yg didapat Labib, berikutnya ikan baracuda yang diperoleh Pak Awi, selanjutnya Pak Ardi dan krunya mendapatkan berbagai macam jenis ikan lainnya. Juga pak Harno dan pak Yuli, yg berhasil memecahkan telur pertamanya. Saya, Jevi, Bowo dan Peter belum berhasil memecahkan telur pertama.

Selanjutnya karena dirasakan ikan susah didapat, Pak Ardi melanjutkan pencarian ketempat lain disebut juga dengan karang, entah karang apa namanya saya lupa, yg jelas ada beberapa karang yang kami kunjungi.
Yang jadi pertanyaan saya, bagaimana Pak Ardi bisa mengetahui nama suatu tempat, sedangkan tidak ada satupun petunjuk yang terlihat, karena sepanjang mata menandang hanya laut dan laut, dan bagaimana pula bisa kembali ketempat semula. Jawabnya sederhana, ternyata Pak Ardi memiliki satu alat yang disebut Global Positioning System (GPS) type 60. Peralatan yang dipandu satelit dan sebesar handphone itu memberikan data lengkap tentang posisi lingkar dan bujur bumi tempat kita berada, alat itu juga menunjukan arah semacam kompas.

*)
IMHO: In My Humble Opinion; Opini dari dasar hati yang paling dalam...

Cerita 2 Sahabat..

Bersambung...

No comments:

Post a Comment