Tuesday, June 23, 2009

Baracuda Expedition II, Part 1

Alhamdulilah setelah sekian lama menunggu (uhuy,kayak lagu Ridho Rhoma aje), saya akhirnya diberi kesempatan mengikuti kegiatan yang cukup membuat saya menjadi lebih “bertakwa” saat mengikutinya, yakni kegiatan memburu ikan baracuda di tengah laut, alias mancing ikan. Kegiatan yang bagi saya sebagai seorang pendatang baru dalam dunia laut melaut, merupakan tantangan tersendiri, apalagi saya memang tidak memiliki keahlian apapun yang bisa dibanggakan, termasuk berenang, yaelah cemen banget. Tapi dengan modal nekat, nyali yang ditiup agar membesar plus sedikit cerita "tak jujur" kepada istri bahwa mancingnya cuman di teluk Jakarta, jadilah saya berangkat diiringi doa restu dari anak dan istri semoga mendapatkan ikan yang banyak, keimanan yang kuat dan rezeki yang paling nikmat. Amin.

Kami para kru Ekspedition Baracuda II yakni; Ust. Alwi Agan sebagai komandan, Bowo sebagai komandang II plus provokator, Jevi Jonamora sebagai Driver(sori pren, dari pada supir kan lebih keren driver), saya (Rojali Dahlan) dan tiga orang lagi yakni Peter Handayani, Suharno Wibowo dan Mr. Yuli sebagai awak alias penggembira. Oh ya satu lagi Si Labib bin Alwi Agan, sebagai kapten kecil, sekaligus pembeda antara seorang bocah yang profesional dengan para bapak-bapak cemen yg tidak profesional; salut dua jempol buat elu tong..

Setelah Ba’da Isya, kami janjian berkumpul di depan SD Al Azhar Kemandoran Jakarta Selatan,; Di rumah setelah beres-beres dan packing-packing saya berangkat mengambil mobil, diiringi dengan perasaan riang gembira dan hati senang membayangkan apa yang akan terjadi, semoga menjadi pengalaman yang menyenangkan dan tak terlupakan seumur hidup. Ketika mengecek kesiapan mobil, ternyata sang mobil sepertinya tidak ikhlas melihat kepergian saya, salah satu ban belakangnya bocor sekempes-kempesnya, jadilah saya berjibaku dengan keringat mengganti ban serep yang saya yakin telah menanti cukup lama untuk digunakan sebagaimana mestinya, karena kelihatannya dia senang sekali ketika saya turunkan dari bawah dashboard belakang mobil,loncat-loncat sampai menggelinding saking senangnya begitu. Setelah satu jam menghabiskan waktu dengan kunci dan debu ban itu, tibalah saya meluncur ke arah tempat perjanjian yang telah disepakati. Dalam perjalanan menuju tempat itu saya sempat digoda oleh syaiton dengan membisiki hati saya; jangan-jangan ban kempes itu pertanda yang tidak baik, awas hati-hati banyak pertanda disekeliling kita, tiba-tiba ciiiiiit, saya mengerem mendadak untuk menyadarkan pikiran dan menghilangkan prasangka yang bisa menyebabkan seorang muslim keluar keimanannya karena mempercayai takhayul. Untunglah iman saya cukup kuat, jadi saya tidak terpengaruh, ceilee. Lah iya lah apa hubungannya ban bocor sama melaut.

Persis jam 8.30 saya tiba di depan SD Al azhar, disambut senyum ramah ustadz kita yang ganteng, ustadz Awi agan. “Sudah lama nunggu Pak”, dimana yang lain, kayaknya baru saya doang, nih”. “Mereka sedang menuju kemari, tunggu saja” kata Pak Awi. Setelah ngobrol sebentar, Pak Awi pamit untuk mengambil peralatan di rumahnya yang tak jauh dari tempat ini, seperti joran, kail, timah pemberat, dan Ice Box. Tak lupa saya mengingatkan Pak Awi untuk membawa barang yang saya pesan khusus untuk saya yakni “Pelampung” hehehe. “Beres bos” kata Pak Awi. Bagi sebagian orang mungkin itu adalah hal yang sepele, tapi bagi saya, permintaan saya ini adalah permintaan serius karena menyangkut nyawa manusia, nyawa seorang manusia yang tidak bisa berenang jika berada di tengah lautan luas; dan hanya bisa diselamatkan oleh benda kecil bernama pelampung, dengan izin Allah tentunya, dan itu fakta yang tak bisa dibantah. Bahkan salah satu sebab saya mendapatkan izin melaut karena saya bilang tentang pelampung itu kepada istri saya, hahaha tragis bener ya.

Sambil menunggu Pak Awi dan rekan yang lain, tiba-tiba perut mulai terasa lapar, kebetulan disebelah ada gerobak nasi goreng dan ketoprak. Saya sempat tertegun untuk memilih menu yang mana yang tepat untuk mengantisipasi keadaan, akhirnya pilihan saya jatuh ke nasigoreng, karena nasi goreng lebih padat dari pada ketoprak, sehingga lebih tahan lama didalam perut, toh kalau ada apa-apa khan masih bisa bertahan dengan nasi goreng itu (Walah mikirnya sampe jauh banget, sampe segitunye).

Ketika sedang menunggu nasi goreng, datanglah rombongan "sirkus" yang akan mengikuti kegiatan ini, Pak Bowo dengan perbekalan dan sembako yang telah disiapkan, Pak Jevi dengan Nokia baru kreditan dengan fitur GPS yg konon katanya memang disiapkan secara khusus untuk melaut, ceilee, (padahal ketika ditengah laut HP tidak berfungsi apa-apa karena tidak ada sinyal satupun jiaahaha) dan Pak Harno dengan ransel beratnya. Sejurus kemudian menyusul Mr. Peter dengan peralatan lampu daruratnya.

Setelah sekian lama ngobrol ngalor ngidul, ternyata ada satu sohib yang belum tiba, yakni Pak Yuli, katanya beliau ikut pengajian dulu, syukurlah bro, kalo ada satu yang berbuat baik kan mendingan, pergi jadi berasa aman, mudah-mudahan dapat barokahnya.

Tepat jam 10.15, kami berangkat menuju Teluk Naga, Tanjung Pasir, setelah menitipkan motor kami dirumah Pak Ari Kuncoro; thanks friend, kalo gak ada ente itu motor semua ane suruh bakar aja, habis ngerepotin aja, hehehe piss.
Diperjalanan, hal yang dibahas adalah tentang izin yang diberikan oleh istri, dan bagaimana cara mendapatkannya. Pertama Mr Jevi, kelihatannya beliau sangat berkuasa sekali dirumah, jadi tidak ada masalah dengan izin dari istri, mungkin istrinya kali yang minta izin kepadanya untuk memberikan izin melaut, hehehe; Pak Bowo, karena istri sedang hamil, agak berat juga izin turun, untunglah ada saudaranya yang mau menemani sang istri ditambah alasan mengaku sudah bayar, jadi mau tak mau istri merelakannya. Pak Awi, beliau patut dicontoh, meskipun anak sedang sakit cacar, karena sudah janji dengan kita-kita dan beliau komitmen, bismilah tetap ekpedisi harus tetap jalan. Pak Harno, karena beliau seorang pengusaha, mudah sekali menerima izin dari sang istri, mungkin sang istri takut suaminya kayak Suhaebi, istrinya Cici Paramida hahaha. Sedang kan Pak Yuli, informasi izin beliau gelap tuh, hehehe. Kalau saya; seperti yang sudah saya ceritakan diatas, sedikit kepercayaan dan manipulasi fakta hahaha.

Kira-kira jam 11.05, kami tiba di Tanjung Pasir. Saat itu parkiran kosong melompong dan terlihat sepi. Saya khawatir juga dan bertanya kepada Pak Awi, apakah tempat ini aman. Menurut beliau insya allah aman, karena pada ekspedisi pertama dulu, parkir juga ditempat ini, dan menjelang pagi biasanya tambah ramai.
Setelah menurunkan semua barang, lalu saya berinisiatif untuk mengunci mobil dengan kunci stang (meskipun saya jarang sekali melakukannya). Akibatnya saya tidak bisa menguncinya hingga dibantu oleh Pak Yuli. Tetapi karena kunci stang terlalu dekat dengan klakson, jadilah klakson berbunyi berkali-kali yang membuat penduduk sekitar menjadi marah sambil berteriak “Woooi jangan maenin klakson berisik udah malam” hihihi. Karena merasa tidak enak, kita serempak berkata “Maaf gak sengaja kena pencet”.

Sejurus kemudian Pak Awi menelpon kapten kapal, Pak Ardi namanya lalu beliau mengerahkan anak buahnya untuk mengambil gerobak yg digunakan untuk mengangkut peralatan menuju kapal. Setelah berjalan kurang lebih 10 menit, tibalah kita di dermaga kecil tempat kapal nelayan berlabuh. Saya sempat syok juga melihat ukuran kapal yang kelihatan tidak begitu besar; maklum pemula; lalu saya berpura-pura bertanya, yang mana kapal yang akan kita pakai untuk melaut. Saya pikir kecil tenyata setelah didekati cukup luas seukuran 2, 3M X 12 M, yah rata-rata ukuran kapal nelayan, dengan satu mesin bermotor.
Tepat pukul 12.05, setelah semua siap, mulailah petualangan mencari baracuda jilid dua dilakukan. Saya berdoa, ditengah keheningan malam, dibawah gemerlap bintang-bintang, diiringi desir angin dan debur ombak yang bersahutan, saya menyerahkan semua kepada sang pencipta, semoga apa yang diharapkan berjalan sesuai dengan rencana.

Perahu berjalan perlahan ketengah lautan, rumah-rumah penduduk telah hilang dari pandangan, yang ada hanya lampu-lampu kecil seolah kunang-kunang yg bertebaran dipinggir lautan. Tujuan pertama kami adalah mengunjungi pulau Untung Jawa sekedar melepas lelah dan rehat sebentar sambil menunggu waktu pagi. Diperjalanan, saya merebahkan badan sambil menengadah ke langit, terlihat pemandangan yang sangat menakjubkan yang belum pernah saya rasakan sebelumnya. Bagaimana manusia terasa sangat kecil dihadapan sang pencipta. Seorang diri ditengah laut tanpa ada keriuhan dan keramaian, hanya ditemani bintang-bintang dan deru ombak, serta suara mesin kapal yang menderu-deru. Pikiran saya terus melaju, menaiki ruang angkasa dan menghitung bintang satu demi satu, melihat lebih jelas ciptaan Allah yang diabadikan dalam surah Al Buruuj, demi gugusan bintang-bintang. Tepat diatas kepala ada satu bintang yang paling besar yang seolah-olah melindungi bintang lain yang lebih kecil dalam kelompoknya, dibawahnya sekitar 45 derajat kearah barat, ada juga bintang seukuran sama, tetapi ia agak menyendiri, sepertinya bintan itu lebih menyukai kesendiriannya. Saya tidak tahu itu bintang apa, yang jelas disana, dilangit sana, para mahluk Allah sedang berzikir tanpa henti memuji kekuasaan Allah yang tidak pernah sia-sia. Saat sedang asyik menghitung bintang, tiba-tiba saya sekilas melihat bintang jatuh, tidak besar memang, tetapi cukup jelas untuk dilihat, tetapi karena bergerak dengan sangat cepat saya tidak sempat mengabadikan moment itu pada HandyCam saya.

Angin bertiup semilir, ombak bergulung-gulung, melambungkan para penumpang kapal dalam buaian, masing-masing terlelap dalam tidurnya kecuali pak Ardi sebagai nakhoda dan awaknya yang tetap terjaga.

Satu jam kemudian kami dibangunkan oleh Pak Ardi, “Kita sudah sampai di Pulau Untung Jawa silahkan yg mau turun untuk turun dan yang mau tidur silahkan tidur”. Kami segera bangun, sambil anak buah pak Ardi menambatkan kapal, kami bersiap-siap melompat kedermaga. Dipinggir dermaga Mr, Jevi dan kawan-kawan telah membuka bekal nasi putih ikan asin plus sambil balado khas padang, serta dua bungkus nasi goreng yang siap kita santap bersama-sama. Baru kali ini saya merasakan, di tengah malam buta kira-kira jam dua pagi, merasakan begitu nikmatnya makan bersama-sama dalam suasana hangat, bukan karena lezat dan nikmatnya menu yang disajikan, tetapi karena semua pada laper, hahaha.

Perjuangan Baru Dimulai.

Bersambung..

No comments:

Post a Comment